Kasus KBA Newspaper Dibuat Heboh, Anies Pun Disasar Fitnah Penyebar Politik Identitas
KEMPALAN: Anies dilaporkan ke Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dengan laporan “menyebarkan politik identitas”, bunyi berita kemarin. Anies disebut menyebar politik identitas, itu karena tabloid kba newspaper disebar di sebuah masjid di kota Malang. Laporan dibuat oleh Masyarakat Sipil Peduli Demokrasi, Selasa, (27/9).
Tabloid itu diterbitkan kba.com, sebuah media online. Pada Nomor 01 tabloid yang disebar itu, wajah Anies terpampang dalam sampulnya, dengan judul: Mengapa Bukan Anies? Nalar sehat pun bertanya, apa kaitan Anies Baswedan, Gubernur DKI Jakarta, dengan tuduhan tidak main-main, menyebar politik identitas.
Sepertinya Anies hanya ditarik-tarik saja untuk jadi berita, bahkan pada persoalan yang tidak ada sangkut paut sekalipun dengannya. Terpenting bisa jadi berita, dan pastilah sekadar memberi stigma negatif. Anies seolah memakai masjid, dan itu simbol Islam, maka dengan mudah menyebutnya sebagai politik identitas.
Padahal Anies cuma dimunculkan wajahnya di situ. Sama sekali tidak punya korelasi dengan media bersangkutan. Kecuali kba.com hadir hanya memilih memberitakan seputaran Anies saja. Sebuah pilihan yang sah-sah saja.
Mencari kesalahan Anies seperti diniatkan, meski mustahil bisa ditemukan. Meski itu hal absurd tetap dipaksakan, seolah hal biasa. Maka, memberitakan (seolah) Anies melakukan kesalahan, itu sebenarnya hal yang diniatkan. Dianggap bisa menggiring publik mempercayai berita yang dibuat serampangan.
BACA JUGA: KBA Newspaper yang Bikin Gregetan
Upaya kba newspaper memberitakan Anies itu bukan hal yang salah, seperti juga jika media lain jika ingin memberitakan Ganjar Pranowo, atau nama lain yang dianggap layak untuk diberitakan. Upaya mengenalkan tidak sekadar nama Anies, yang memang sudah populer. Tapi lebih penting lagi adalah apa yang sudah dikerjakannya, tentu dalam konteks DKI Jakarta, yang perlu diketahui publik luas. Maka, kehadiran kba newspaper layak diapresiasi.
Sedang langkah yang dilakukan induknya, kba.com, dengan menerbitkan kba newspaper, itu langkah strategis mengenalkan tokoh tidak semata, sekali lagi, kepopuleran namanya. Lebih penting lagi apa yang sudah dihasilkan selama ia mendapat amanah memimpin sebuah wilayah. Publik perlu tahu yang sebenarnya tentang Anies–menjadi menarik jika saja tabloid lain ingin menampilkan nama lain dimunculkan–yang bukan sekadar nama, tapi apa yang sudah dikerjakan/dihasilkan, agar publik luas lebih mengenalnya.
Mengulik Persoalan
Menyebarkan media apapun itu, mesti di tempat yang selayaknya. Masjid atau rumah ibadah lainnya memang tempat yang tidak tepat untuk itu. Meski dalam keyakinan Islam yang hakiki, menyebarkan kebaikan, semacam tabloid kba newspaper boleh-boleh saja. Yang tidak boleh itu jika yang disebar hal yang punya potensi pembodohan, kebohongan, adu domba atau fitnah. Tapi ya sudahlah kalau yang dipakai itu sudah jadi konvensi, bahwa rumah ibadah tidak boleh dimasuki unsur politik.
BACA JUGA: Seriuskah Anies Ditarget Penjara, Miris Dengarnya
Pada kasus kba newspaper, mestinya kasus itu tidak ditarik kemana-mana, berhenti pada persoalan etik dalam menyebar, atau penyebar media bersangkutan. Bahkan tidak pula bisa disangkutpautkan dengan kba newspaper, apalagi dengan Anies Baswedan, itu mainnya kejauhan.
Menyebar dan penyebar tentu punya makna berbeda. Menyebar media di tempat yang tidak selayaknya, itu persoalan etik. Mestinya berhenti di situ saja. Menarik pada hal yang tidak semestinya, itu politis. Sedang penyebar, itu bisa siapa saja. Bisa relawan yang memang mengidolakan Anies, dan lalu mengedarkan tabloid itu. Atau pihak ketiga yang mendapat tabloid itu dari tempat lain, dan sengaja menyebarkannya di arena masjid. Memang punya motif guna menstigma Anies dengan tidak baik.
Menyeret Anies pada persoalan yang ia tidak “hadir” di situ, artinya tidak tahu soal itu, tentu itu laku jahat yang memang disengaja. Persoalan etik yang sebenarnya hal biasa saja, bisa dibuat seolah sesuatu yang luar biasa. Dibuat heboh. Digiring ke sana kemari.
Setelah persoalan etik dalam menyebar kba newspaper beritanya mulai meredup, maka perlu dimunculkan berita susulan, melaporkan Anies ke Bawaslu dengan tuduhan tidak main-main, Anies menyebar politik identitas. Lagu lama yang coba diputar ulang.
Bawaslu telah menerima laporan itu, dan setidaknya tiga hari setelah laporan itu masuk–setidaknya Jumat, 29 September–akan mengambil putusannya. Anies menurut laporan yang diterima Bawaslu, tahu adanya penyebaran tabloid itu. Ketua Bawaslu Rahmat Bagya tengah mengecek syarat formil dan materil laporan itu. Bisa diteruskan atau dihentikan.
Anies Baswedan saat ditanya wartawan soal dilaporkannya ia ke Bawaslu atas penyebaran tabloid kba newspaper, Anies yang tidak tahu soal itu, dan baru mendengar, dengan keheranan bertanya, “Emang benar ada laporan itu?” tanyanya sambil terkekeh. Seperti tak kuat menahan kelucuan absurd yang dibuat. Anies lalu perlu mengatakan, bahwa ia akan fokus saja pada pekerjaannya selaku gubernur, yang akan berakhir 16 Oktober.
Entah mengapa tiba-tiba Cak Basman, tokoh ludruk fenomenal, itu muncul dipikiran, yang bisa juga mewakili suara publik, “Wis gak payu, Mas, mbok cerdas sitikan” (“Sudah tidak laku, Mas, cerdaslah sedikit”), dalam sebuah lakon ludruk yang dimainkan bersama sang menantu Cak Kartolo.
Sepertinya ucapan Cak Basman–itu bisa dipakai menyudahi tulisan ini–menjadi pas pula jika dipakai untuk menyudahi persoalan yang sebenarnya tidak amat-amat, tapi digiring jadi amit-amit. Mbok cerdas sitikan. (*)