”Pusaran Badai” di Tubuh Polri
KEMPALAN: KASUS penembakan Brigadir Josua (sebelumnya disebutkan tembak-menembak), betul-betul telah menyita perhatian seluruh rakyat Indonesia. Institusi Polri sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat sedang menghadapi ujian berat.
Kasus pembunuhan polisi yang melibatkan petinggi Polri bintang dua sebagai tersangka utama ini, telah menciptakan apa yang disebut Jean Baudrillad sebagai hiperrealitas. Konteks penekanan hiperealitas adalah ketidakmampuan kesadaran manusia untuk membedakan kenyataan dan fantasi sehingga kebenaran, keaslian, kepalsuan, fakta, atau kebohongan sangat sulit untuk dibedakan.
Jean Baudrillad, mengungkapkan istilah Simulasi dan Simulacra dalam menjelaskan konsep dari Hiperealitas. Menurut Baudrillad, Simulasi adalah keadaan di mana representasi atau gambaran dari sebuah objek menjadi lebih penting daripada objek itu sendiri. Sedangkan Simulacra adalah sebuah duplikasi yang sebenarnya tidak pernah ada sehingga perbedaan antara duplikasi dan fakta menjadi kabur.
Sejalan dengan itu, maka ujian berat yang harus dihadapi Polri ini bukan hanya pada konteks bagaimana mengungkap kasus penembakan Brigadir Josua secara cepat dan seterang-terangnya berdasarkan ketentuan dan fakta-fakta hukum. Tetapi, oleh karena kasus yang menghebohkan publik ini, telah memosisikan Polri yang Presisi, sebagai salah satu institusi penegak hukum, memasuki titik tersulit dalam sebulan belakangan ini, karena terancam kehilangan kepercayaan publik.
