Wacana Penundaan Pemilu 2024, Politisi Golkar Papua Barat Berikan 2 Sudut Pandang
SURABAYA-KEMPALAN: Wacana penundaan pemilihan umum tahun 2024 yang dilemparkan kepada publik oleh Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa masih menjadi topik hangat yang dibicarakan oleh khalayak umum.
Akan tetapi, seringkali politisi yang diwawancarai adalah yang berasal dari pusat, sementara itu politisi dari daerah masih kurang mendapatkan sorotan berkaitan dengan bagaimana pandangan mereka terhadap wacana tersebut.
Seorang politisi Golkar asal Papua Barat menyampaikan bahwa dalam kerangka politisi ia menyetujui, karena banyak hal yang harus disiapkan untuk membesarkan partai maupun figur partai yang mau diorbitkan menjadi presiden.
“Kemudian kalaupun pilpres diundur, sudah pasti pilegpun diundur, hal itu dapat menjadi keuntungan tersendiri bagi seluruh anggota DPR dari tingkat daerah sampai tingkat Senayan, karena hitungan 1 periode 3 tahun artinya bisa dibulatkan menjadi 2 periode tanpa bertarung lagi untuk putaran kedua. Sisanya untuk siapkan kuda-kuda untuk ke jenjang karir lebih tinggi,” ungkapnya kepada Kempalan.com pada Minggu (20/3).
Terkait dampak penundaan pilpres, ia menyatakan tidak ada dampaknya, justru yang berdampak adalah pergantian kepala daerah 10 provinsi lebih yang turun tahun ini dan provinsi tersebut akan diisi oleh pelaksana tugas (plt) atau caretaker selama kurang lebih 2 tahun. Hal itulah yang justru akan menjadi persoalan dan dampaknya besar.
“Kalau caretaker 2 tahun lebih berarti pengelolaan anggaran hanya setengah dari anggaran, karena status kepala daerah tersebut caretaker, bukan definitif,” tuturnya sembari menambahkan bahwa para plt dan caretaker adalah kemauan dari pusat, bukan kemauan daerah.
Politisi Golkar itu turut mengutarakan, sebagian besar partai lebih memilih posisi penundaan pilpres karena tidak ada satupun partai yang benar-benar mengeluarkan figur untuk menjadi presiden.
Namun, ia juga memberikan sudut pandang aktivisme politik yang lebih baik tidak terjadi karena mencederai UUD 1945. Hal itu melanggar konstitusi untuk kehidupan berbangsa dan bernegara serta harus dilawan karena mengkhianati moral negara. (Reza Hikam)