Latih Eks Buruh Migran Bangun Wirausaha Lewat Media Digital

waktu baca 3 menit
Peserta Pelatihan dan Praktik Digitalisasi Bisnis Kelompok Usaha Eks Buruh Migran di Praya, Lombok Tengah, salah satu program kerjasama BPSDMP Kementerian Kominfo Surabaya dengan STIKOSA - AWS. (Foto: Istimewa)

LOMBOK-KEMPALAN: BPSDMP (Balai Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Penelitian) Kementerian Kominfo (Komunikasi dan Informatika) Surabaya bersama STIKOSA – AWS, menyelenggarakan pelatihan dan praktik Digitalisasi Proses Bisnis Kelompok Usaha Eks Pekerja Migran Indonesia. Pelatihan dilaksanakan secara simulan di tiga kabupaten, Lombok Tengah, Pamekasan, dan Magetan.

Salah satu pelatihan yang diselenggarakan di Lombok Tengah, selama 4 hari mendatang, 22-25 Februari 2022 dilaksanakan di 6 kecamatan. Salah satunya di desa Batu Jai, Kecamatan Praya Barat. Kegiatan pelatihan tersebut diikuti oleh 25 peserta, yang rata-rata eks pekerja migran Indonesia di negeri Jiran, Malaysia, China, Saudi Arabia dan sejumlah negara lain.

PIC (person in charge) kegiatan pelatihan, yang juga Ketua STIKOSA – AWS Dr. Meithiana Indrasari, S.T., M.M. mengatakan, pelatihan diharapkan dapat memberi bekal kepada peserta untuk menjadi wirausahawan berbasis teknologi digital.

“Mereka ini kan dulunya pekerja migran, nah setelah kembali ke Indonesia mereka mau menjadi apa? Menjalankan usaha dan melakukan pemasaran digital bisa menjadi solusi untuk menekan angka pengangguran dan sekaligus ini merupakan upaya literasi digital, baik secara teknologi maupun ekonomi”, ujar Meithiana.

Para peserta pelatihan eks buruh migran tersebut, diantaranya pernah bekerja sebagai Anak Buah Kapal (ABK), pembantu rumahtangga, dan buruh perusahaan elektronik.

Foto: Istimewa

Dra. Suprihatin, M. Med. Kom., instruktur yang juga dosen STIKOSA – AWS, bertugas memberikan materi mengatakan, bahwa para peserta cukup antusias mengikuti pelatihan, meski mereka mengakui ada banyak kendala untuk memulai usaha. Misalnya ketersediaan modal, kendala perangkat/ keterbatasan sumber daya manusia, dan kendala teknologi.

“Saya nggak punya modal bu. Karena pulang dari Malaysia sudah tahun 2018 sudah habis tabungannya” tutur Hirpan, pria berusia 34 tahun, yang dulunya bekerja sebagai anak buah kapal (ABK) di negeri China.

Sedikit berbeda dengan pengakuan Miate (38 tahun), perempuan mantan pekerja migran di perusahaan elektronik di Malaysia, yang mengatakan bahwa ia sudah memiliki usaha toko online namun masih kecil-kecilan.

Keluguan para peserta menjadikan suasana pelatihan menjadi menarik dengan tawa canda di antara materi dan tugas-tugas praktik yang diberikan.

“Ibu saya ini sekarang cuma bertani, lalu mau berjualan online apa? Rasanya kok tidak mungkin?” begitu pertanyaan Ase Suhendra, dulunya eks pekerja migran di Arab Saudi.

Foto: Istimewa

Menemui pertanyaan-pertanyaan lugu semacam ini, instruktur juga mengemban tanggung jawab membantu para peserta mendapatkan ide kreatif mampu menjadi wirausahawan dengan modal seminim mungkin.

Hal ini dapat dilakukan cukup dengan bekal gawai yang mereka miliki dan kuota internet. Yang jelas, di hadapan internet setiap orang memiiki kesempatan yang sama, kemauan dan usaha terus meneruslah yang akan membedakannya.

Dari hasil dari pelatihan tersebut, diharapkan masing-masing peserta memiliki gambaran usaha yang dapat dipasarkan secara digital atau mengembangkan pemasaran dari usaha yang sudah dimiliki, agar semakin luas jangkauan pemasarannya, dengan memanfaatkan teknologi digital. (*)

Editor: DAD

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *