Yusuf Mansur Obong
KEMPALAN: Kalau seseorang menyebut nama ‘’Jam’an Nurchotib’’ hampir pasti tidak ada publik yang mengenalnya. Tetapi, ketika disebutkan nama ‘’Yusuf Mansur’’, apalagi kemudian ditempelkan atribut ‘’Ustaz’’ di depannya, hampir semua orang di Indonesia mengenalnya, atau setidaknya pernah mendengar namanya.
Ustaz Yusuf Mansur atau dikenal juga dengan inisial UYM menjadi salah satu ustaz papan atas Indonesia. Belakangan ini menjadi tren di masyarakat untuk menyebut nama para pendakwah terkenal dengan inisial. Maka bermunculannya banyak pendakwah dengan inisial, seperti UBN, UAS, dan beberapa nama lain.
Banyak pula pendakwah yang memakai ‘’nom de guerre’’ alias nama panggung, dan kemudian lebih dikenal dengan nama panggung itu ketimbang nama aslinya. Nama Soni Ernata hampir pasti tidak dikenal orang, kecuali keluarga dan tetangga dekatnya. Tetapi ‘’nom de guerre’’ Soni yaitu ‘’Ustaz Maheer At-Thuwailibi’’ dikenal oleh hampir semua orang, terutama para aktivis media sosial.
Tidak semua ‘’nom de guerre’’ itu membawa kisah sukses yang berakhir happy ending. Ustaz Maheer, yang terkenal dengan unggahan-unggahan tajam di media sosial, akhirnya ditangkap polisi karena ujaran kebencian. Ustaz Maheer akhirnya meninggal dunia di tahanan polisi, Februari 2021.
Nama Yusuf Mansur belakangan ini juga banyak menjadi perbincangan di ruang publik. Kali ini UYM menjadi sorotan bukan karena aktivitas dakwahnya, tetapi soal aktivitas bisnisnya yang dituding banyak menyimpang.
Dibanding pendakwah-pendakwah yang lain UYM punya brand tersendiri yang cukup kuat. Ia dikenal sebagai pendakwah sekaligus pebisnis yang ulet dan punya banyak jenis usaha. UYM banyak mempunyai venture di bidang properti di berbagai kota besar di Indonesia. UYM punya bisnis sistem pelayanan pembayaran elektronik melalui Paytren. UYM juga punya saham di sebuah klub sepak bola profesional, dan punya keagenan pemain sepak bola internasional.
Dalam terminologi dunia kewirausahaan dikenal istilah ‘’socio-preneurship’’ atau kewirausahaan sosial. Istilah ini merupakan gabungan dari dua kosa kata ‘’social’’ dan ‘’entrepreneurship’’, yang berarti usaha bisnis yang digabungkan dengan usaha sosial. Socio-preneurship adalah usaha bisnis yang dikelola secara profesional, tetapi tidak bertujuan semata-mata mendapatkan profit, melainkan lebih bertujuan untuk membantu kemaslahatan umat.
Belakangan ini banyak muncul pendakwah yang juga aktif menjalankan berbagai macam bisnis sebagaimana yang dilakukan oleh UYM. Mereka mempergunakan jaringan dakwahnya yang luas untuk menggalang dana umat, dan memanfaatkannya untuk bisnis dengan tujuan untuk kemaslahatan umat.
Fenomena ‘’religio-preneurship’’ ini menjadi hal yang umum di kalangan umat. Ada yang melakukannya secara terbatas di lingkungan jamaahnya sendiri, dan ada pula yang melakukannya dengan skala yang luas dan besar seperti yang dilakukan oleh UYM.
Model bisnis ‘’religio-preneurship’’ yang dijalankan UYM ini sekarang menjadi sorotan publik. Beberapa orang secara terbuka menudingnya telah mengeksploitasi agama untuk kepentingan bisnis. UYM dianggap mengeksploitasi konsep ‘’sodaqoh’’ untuk mengumpulkan dana investasi umat, tetapi pengelolaannya dianggap menyimpang.
Gugatan terhadap UYM dilakukan oleh orang-orang yang merasa tertipu. Di banyak akun media sosial UYM disebut telah melakukan penipuan berkedok agama. Seorang pengusaha terkenal asal Solo mengungkap mal-praktik bisnis yang dilakukan oleh UYM. Seorang wartawan senior menerbitkan buku berisi daftar bisnis tipu-tipu yang dilakukan oleh UYM.
Sebuah buku berjudul…