Elektabilitas dan Oligarki Parpol tentukan Capres 2024

waktu baca 5 menit
Ganjar Pranowo, Anies Baswedan, dan Prabowo Subianto.

Dr. Aribowo

Dosen Ilmu Politik, Universitas Airlangga

KEMPALAN: Pendapat Jazilul Fawaid, Wakil Ketua Umum PKB (Partai Kebangkitan Bangsa), sangat menarik. Secara pribadi Fawaid mengharap ada 3 pasangan calon presiden (capres) dalam pilpres 2024 (pemilu presiden). Jika terjadi 3 pasangan calon presiden dan wakil maka bisa menghindari konflik politik identitas, katanya kepada wartawan Kamis (28/10/2021).

Menurut Wakil Ketua MPR RI (Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia) itu jika pilpres 2024 hanya ada 2 pasangan capres maka bakal banyak konflik politik identitas, urainya kepada wartawan di Gedung MPR.

Sebagaimana kita ketahui pilpres 2014 dan 2019 hanya diikuti 2 pasangan capres. Hal itu menimbulkan konflik sosial dan politik sangat luas, utamanya konflik golongan Islam dan nasionalisme. Pengaruh konflik politik identitas itu selama 10 tahun ini sangat kuat terhadap berbagai kehidupan sosial, budaya, ekonomi, dan hukum.

“Jika hanya dua pasangan calon, maka mereka akan menghalalkan segala cara untuk saling menjatuhkan,” tambah Fawaid.

Tiga Capres Jika Presidential Threshold 20%

Secara prinsip pendapat Fawaid dibenarkan oleh pengamat politik Ali Sahab dari Fisip Universitas Airlangga (Unair)

“Kita semua merasakan konflik itu. Sampai saat ini masih kuat dampaknya,” kata Ali kepada Optika.id Sabtu (30/10/2021) lewat WhatsApp.

“Secara kalkulasi sederhana capres 2024 bisa 3 capres. Bahkan bisa lebih. Sayangnya politik itu bukan matemateka sederhana,” urai Ali.

“Saya membaca gelagat ada peranan kekuasaan oligarki yang kuat sekali sehingga diarahkan menjadi 2 capres. Menuju 2 capres juga bukan perkara mudah,” keterangan Ali lebih detil.

Hasil pileg (pemilu legislatif) 2019 menempat 9 parpol (partai politik) di DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) dengan komposisi kursi sebagai berikut: Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) 128 kursi (27.503.961= 19,33 %), Partai Golkar 85 kursi (17.229.789 =12,31%), dan Partai Gerindra 78 kursi (17.596.839=12,57%) di urutan atas.

Sedangkan di urutan tengah ada Partai Nasdem 59 kursi (12.661.792=9,05%), PKB 58 kursi (13.570.970=9,69 %), Prtai Demokrat 54 kursi (10.876.057=7,77%), Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 50 kursi (11.493.663=8,21%), Partai Amanat Nasional (PAN) 44 kursi (9.572.623=6,84%), dan Partai Persatuan Pembangunan 19 kursi (6.323.147=4,525).

Menurut Ali PDIP paling leluasa untuk mengajukan capres. Dengan perolehan kursi besar PDIP bisa mengusung capres sendiri. Minimal hanya ditambah PPP sudah leluasa mengajukan capres dan cawapres.

“Problem PDIP jika kesepakatan Batutulis diberlakukan maka Prabowo-Puan akan diusung PDIP dan Gerindra. Jika Prabowo-Puan diusung PDIP dan Gerindra maka Ganjar Pranowo akan “terpental” dari PDIP, ulas Ali.

Pada 16 Mei 2009 antara Prabowo dan Megawati Soekarnoputri membuat kesepakatan yang dinamakan Batutulis. Kesepakatan itu terdiri dari tujuh butir. Di mana di butir terakhir dengan jelas disebutkan bahwa Megawati akan mendukung Prabowo sebagai calon presiden pada Pilpres 2014.

Tetapi Megawati ingkar. Pada Pilpres 2014, Megawati dan PDIP mengusung Joko Widodo. Begitu juga pada Pilpres 2019. Konon untuk mengusung Puan di 2024 maka Batutulis akan dihidupkan lagi. Berarti Prabowo-Puan akan didukung PDIP dan Gerindra.

Muncul Nama Andika dan BG

Belakangan muncul isu baru, kata Prof Kacung Marijan menimpali isu capres 2024. Mulai muncul peranan Andika Perkasa untuk capres 2024. Nama Andika tidak hanya untuk Panglima TNI (Tentara Nasional Indonesia) namun juga santer calon presiden atau cawapres.

“Kita lihat reshuffle akan datang dimana posisi baru Andika Perkasa dan Budi Gunawan. Jika Budi Gunawan (BG) masuk kabinet dan Andika berada di BIN atau Panglima TNI maka satu diantara mereka bakal mendampingi Puan,” keterangan guru besar ilmu politik dari Fisip Unair.

Menurut Marijan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *