Euro 2020 dan Mimpi Pan-Eropa
KEMPALAN: Upaya untuk menyatukan Eropa menjadi satu entitas politik yang utuh sudah sering dilakukan dengan berbagai cara. Tapi, sangat tidak mudah, kalau bukan mustahil, menyatukan Benua Biru menjadi satu satu kesatuan dalam Pan-Eropa.
Gerakan penyatuan semacam itu sudah banyak dilakukan di berbagai wilayah dan selalu gagal. Pan-Islamisme selalu gagal. Pan-Arabisme hanya menjadi impian dan berantakan di tengah jalan.
Orang-orang kuat pada zamannya, seperti Gamal Abdel Naser dari Mesir menggagas persatuan negara-negara Arab berdasarkan nasionalisme Arab, tapi gagal total.
Seluruh jazirah Arab relatif homogen karena mayoritas Islam dan berbicara dengan bahasa yang sama, Bahasa Arab. Toh mereka enggan bersatu dalam sebuah serikat berdasarkan identitas nasionalisme Arab.
Kemudian muncul gagasan menyatukan seluruh Arab berdasarkan identitas Islam, Pan-Islamisme. Ide ini diawali oleh gerakan Ikhwanul Muslimin di Mesir oleh Hasan Al Banna yang kemudian meluas ke banyak negara Arab. Pemerintahan diktatorial di negara-negara Arab menolak, dan ide itu pun layu sebelum berkembang.
Gagasan yang sama muncul di tempat lain, termasuk Eropa. Penyatuan pernah dilakukan penyatuan paksa melalui kekerasan dan ideologi. Tetapi eksperiman politik itu pun ambruk dan tidak bisa bertahan lebih dari setengah abad.
Komunisme di Uni Soviet dan Yugoslavia terbentuk melalui teror dan pemaksaan. Tapi pada akhirnya pun ambruk pecah berkeping-keping menjadi negara-negara kecil.
Tidak mudah menyatukan Eropa. Dari dulu sampai sekarang Eropa terpecah-pecah-pecah oleh suku-suku bangsa kecil-kecil dengan ratusan Bahasa yang berbeda.
Menjadikan Eropa sebagai entitas yang bersatu di bawah Pan-Eropa adalah impian lama yang sulit terealisasi.
Di panggung sejarah Eropa telah muncul orang-orang kuat yang ingin menyatukan Eropa menjadi satu. Tidak cukup dengan negosiasi politik yang damai tapi dengan kekerasan dan peperangan.

Seperti ungkapan Carl von Clausewitz dalam “On War” (1832) perang adalah diplomasi dengan cara berbeda. Maka muncullah orang-orang kuat yang menyulut Perang Eropa. Napoleon dari Prancis dan Hitler dari Jerman. Mereka berambisi menyatukan Eropa di bawah kepemimpinan diktatorial mereka.
Keduanya gagal dengan akibat yang mengerikan. Perang sudah tidak ada lagi. Eropa modern sudah bersatu dalam Uni Eropa, tapi penyatuan dalam arti Pan-Eropa dalam satu pemerintahan yang utuh tidak bisa terwujud.
Persaingan dan rasa saling curiga masih kental di antara raksasa-raksasa Eropa. Karena itu Inggris kemudian keluar dari Uni Eropa melalui gerakan Brexit yang bikin gempar.
Perang Eropa sekarang berkobar lagi. Bukan di medan perang tapi di stadion sepakbola. Eruro 2020. Piala Eropa adalah ajang perang lanjutan antara negara-negara kuat Eropa.
Piala Eropa 2020 dimulai 11 Juni sampai 12 Juni. Partai pertama Turki vs Italia di Stadion Olimpico, Roma. Turki dihajar tiga gol tanpa balas.
Turki tidak diakui sepenuhnya sebagai anggota Eropa. Secara geografis posisi Turki tanggung antara Eropa dan Mediterania. Sejarah masa silam Kesultanan Otoman yang menjadi kekuasaan ekspansif sampai ke Eropa masih menyisakan dendam sampai sekarang.
Ajang Euro akan menjadi ajang persaingan keras kekuatan-kekuatan lama Eropa dengan kekuatan baru.
Terdapat enam grup yang bertanding di 11 negara berbeda. Tuan rumah edisi kali ini adalah Italia (Roma), Azerbaijan (Baku), Denmark (Kopenhagen), Rusia (St. Petersburg), Belanda (Amsterdam), Rumania (Bukares), Inggris (London), Skotlandia (Glasgow), Spanyol (Seville), Jerman (Muenchen), dan Hungaria (Budapest). Menyusul dicoretnya Irlandia, Rusia akan menjadi tuan rumah dua grup. Tiap grup dijadwalkan melangsungkan pertandingan di dua stadion yang berbeda.
Sementara untuk fase gugur, babak 16 Besar digelar di tujuh kota berbeda, yakni Amsterdam, London, Budapest, Seville, Kopenhagen, Bukares, dan Glasgow. Babak perempat final akan digelar di St. Petersburg, Baku, Muenchen, dan Roma. Mulai semifinal, semua pertandingan dilangsungkan di Stadion Wembley.
Akibat pandemi, stadion gelaran Piala Eropa tidak bisa terisi penuh. Masing-masing negara menjamin izin kapasitas minimal dengan jumlah berbeda-beda.
Ini adalah turnamen Piala Eropa edisi ke-16. Untuk memperingati 60 tahun eksistensi turnamen, UEFA menggelar edisi kali ini secara istimewa. Format kompetisi dan jumlah peserta (24) masih sama, namun yang berbeda adalah bagaimana turnamen akan digelar. Jika tadinya Piala Eropa dihelat di satu atau dua negara, maka edisi 2020 dijadikan turnamen Pan-Eropa
Awalnya, terdapat 12 negara yang berstatus tuan rumah Piala Eropa 2020. Namun, Republik Irlandia kemudian dicoret dan jumlah tuan rumah menyusut menjadi 11. Tak seperti edisi-edisi sebelumnya, masing-masing tuan rumah harus berjuang via kualifikasi untuk bertanding di putaran final
Selain unik dari segi tempat penyelenggaraan, Piala Eropa 2020 juga mengenalkan sejumlah hal. Di antaranya adalah penyesuaian peraturan akibat pandemi dan sistem kualifikasi play-off yang baru.
Format unik Piala Eropa 2020 dimaksudkan sebagai ajang memperingati ulang tahun ke-60 ajang empat tahunan tersebut. Pada 1960, edisi pertama Piala Eropa digelar dengan Prancis sebagai tuan rumah.
Awalnya Turki difavoritkan menjadi tuan rumah. Namun, negara ini berencana menggelar Olimpiade pada tahun bersamaan. UEFA pun meragukan kesiapan tuan rumah apabila harus menggelar Olimpiade dan Piala Eropa pada tahun yang sama.

Terdapat 19 negara yang mengajukan diri sebagai tuan rumah pada 2014. UEFA kemudian menyetujui proposal 13 negara. Enam negara dicoret, yakni Belarusia, Bulgaria, Israel, Makedonia Utara, Swedia, dan Wales. Belgia tadinya lolos, tetapi kemudian dicoret pada 2017 karena UEFA meragukan kesiapan mereka
UEFA menetapkan 12 arena untuk menggelar Piala Eropa. Jumlah itu menyusut lagi usai Republik Irlandia dicoret karena tidak bisa menjamin izin kehadiran suporter ke stadion dalam jumlah minimum yang ditentukan. Tiga pertandingan Grup E yang semula digelar di Dublin dialihkan ke St. Petersburg, Rusia.
Piala Eropa 2020 pun tinggal menyisakan 11 tuan rumah, yakni Azerbaijan, Belanda, Denmark, Inggris, Jerman, Hungaria, Italia, Rumania, Rusia, Skotlandia, dan Spanyol. Karena semua tim wajib melalui kualifikasi, terdapat tuan rumah yang tak lolos ke putaran final, yaitu Azerbaijan dan Rumania. Irlandia, sebelum dicoret dari daftar tuan rumah, juga gagal lolos ke putaran final.
Politik tidak bisa menyatukan Eropa. Tapi perhelatan sepakbola empat tahun sekali terbukti bisa menyatukan mereka. Parlemen Eropa yang paling kuat pun sulit menyatukan mencapai keputusan yang bulat.
Tapi, otoritas sepakbola Eropa, UEFA, terbukti powerful, dan setiap negara tunduk kepada aturan UEFA. (*)
