Tekan Akademisi yang Kaji Islamofobia, Austria Mulai Tunjukkan Politik Kanan-Jauh
WINA-KEMPALAN: Pihak berwenang di Austria menyasar Farid Hafez, seorang akademisi Muslim Austria karena karyanya yang bertujuan untuk melawan ujaran kebencian. Hal ini berkaitan dengan kritis Hafez terhadap kebijakan pemerintah Austria yang bernuansa Islamofobik.
Dalam sebuah rekaman yang dikeluarkan pada Senin (1/3), ia menceritakan pengamalannya dimana senjata api diarahkan ke dadanya oleh petugas kepolisian yang menggunakan masker ketika mendobrak masuk rumahnya pada 9 November 2020 silam. Penggerebekan terjadi pada jam lima pagi di rumahnya dengan polisi yang membawa senjata api. Hal ini terjadi setelah pengawasan selama 20.000 jam, pemerintah Austria menuding bahwa ia mendukung terorisme, tudingan yang ditolak Hafez.
“Itu tidak terpikirkan. Saya tidak pernah membayangkan hal seperti itu terjadi pada saya di sini,” ujar Hafez kepada Al Jazeera melalui Zoom yang dikutip oleh Kempalan. Ia menambahkan bahwa situasi kala itu layaknya dalam film Hollywood. Penggerebekan ini disebut sebagai “Operasi Luxor” oleh Menteri Dalam Negeri Austria. Pada penggerebekan ini, telepon Hafez termasuk dalam barang-barang yang disita oleh kepolisian.
Selain penggerebekan itu, rekening bank akademisi itu juga dibekukan oleh pemerintah Austria. Pemerintah Austria juga memiliki hak untuk menjaga penyelidikan tetap terbuka hingga tiga tahun tanpa memberikan bukti apa pun dan tanpa mengajukan tuntutan sambil mempertahankan pembatasan pada rekening bank Hafez, hal ini akan mengganggu penghidupan keluarga Hafez.
“Alasan saya menjadi tertarik (melawan) Islamofobia adalah karena saya merasa tidak ada yang membicarakannya,” kata Hafez dalam video tersebut yang dikutip Kempalan dari Daily Sabah. Ia menyampaikan bahwa pengikut gerakan politik berhaluan Kanan-Jauh sedang berkembang dan menyasar umat Islam.
Hafez tidak didakwa atas kejahatan apapun oleh pemerintah Austria yang membuat orang percara bahwa pemerintah memang dengan sengaja melakukan gangguan pada akademisi tersebut guna membungkam penelitiannya mengenai Islamofobia.
Menurut TRT World, permasalahan Islamofobia di Austria ini baru saja muncul pada 2016 ketika pemerintah berhaluan Kanan-Jauh mengubah aturan yang membuat masjid tidak bisa mendapatkan pendanaan dari luar negeri sementara memperbolehkan hal itu kepada gereja dan sinagog.
Pada tahun 2017, Austria melarang penggunaan cadar di tempat umum, tahun 2019 hampir saja ada pelarangan menggunakan hijad di sekolah setelah Pengadilan Tinggi Austria memutuskan bahwa pelarangan semacam itu adalah pelanggaran hak-hak Muslim.
Sebastian Kurz selaku Kanselir Austria berusaha untuk memasukkan istilah “Islam politik” ke dalam pelanggaran yang dapat dipidana. Ia juga memperingatkan penduduk Muslinya bahwa masjid dapat ditutup dan Austria dapat membuat daftar imam dalam upayanya untuk melacak umat Islam di sana.
“Ini adalah langkah terbaru pemerintah untuk menghancurkan masyarakat sipil Muslim dan mengirimkan pesan bahwa tidak ada yang aman,” ujar Hafez kepada TRT World. (Daily Sabah/TRT World, Reza Maulana Hikam)
