Jalan Tasawuf KH. Syaiful Ulum Nawawi (11)
KEMPALAN : Dalam salah satu wawancara dengan KH. Syaiful Ulum Nawawi, saya pernah bertanya soal mangkel — orang yang sulit menahan diri untuk tidak ‘jengkel’. Padahal orang sudah banyak tahu kalau jengkel itu erat hubungannya dengan “penyakit hati”.
Beliau lantas menjawab begini : “Mangkel itu kan endapan emosi yang gak hilang. Hubungannya dekat dengan kebencian. Makanya banyak yang bilang ‘janganlah merawat kebencian’. Ada dendam bercokol di situ. Dampaknya akan dahsyat ke ‘persoalan hati’. Dan harap hati-hati dengan kosakata ini.”
Lebih lanjut dikatakan bahwa mangkel itu menunjukkan nafsu yang kuat, yang sulit dikendalikan.
Mangkel beda lho dengan ‘marah’. Orang berhak marah manakala marah itu menyangkut sesuatu yang ada hubungannya dengan : jika tidak marah bakal membahayakan keselamatan banyak orang.
Atau dalam konteks yang lebih mikro, dapat merusak struktur relasi keluarga.
Dalam narasi beliau, bayangkan kalau misalnya seorang anak yang sudah dibilangin berkali-kali jangan dekat-dekat dengan lingkungan toxic (narkoboy, minum-minuman keras, misalnya) masih saja tidak diindahkan, maka seorang ayah wajib marah ke dalam situasi demikian yang sedang melanda anaknya.
Memang ‘marah’ itu ada yang wajib marah dikeluarkan dalam tindakan yang benar-benar terlihat. Atau marah pada subtitusi diam. Yang disebut terakhir itu menyangkut marah yang terkonteks sefrekuensi pemahaman intelekualitas.
Apa hubungannya dengan tasawuf?
Menurut KH. Syaiful Ulum Nawawi ketika seseorang tengah menjalani laku tasawuf, ya gak mungkinlah mangkelan.
Dalam beberapa kali pertemuan dengan KH. Syaful Ulum Nawawi, dijelaskan bahwa tasawuf itu muaranya adalah kasih sayang, welas asih .
Bagaimana mungkin orang yang dekat dengan ranah welas asih tiba-tiba jadi mangkelan.
Dalam pespektif yang lebih menukik, beliau menajamkan pengertian tasawuf begini:
Tasawuf adalah suatu aliran spiritual dalam Islam yang menekankan pentingnya pengalaman spiritual langsung dalam hubungan yang diharapkan akan lebih dekat dengan Allah, dan yang diharapkan berkembang ke akhlak yang mulia.
Sedangkan aspek-aspek utama tasawuf, antara lain meliputi :
Aspek pengalaman spiritual langsung, yaitu mencari kebenaran spiritual melalui pengalaman pribadi.
Selain itu, menyangkut kesadaran diri dengan mengenal diri sendiri dan berusaha melepaskan keterikatan pada hal-hal duniawi.
Sedangkan aspek lain, berusaha terkoneksi dengan Allah, dengan mencoba terus merasakan kehadiran Allah dalam kehidupan sehari-hari.
Lantas bagaimana bentuk praktik-praktik spiritualitas itu?
Di antaranya dengan meditasi : fokus pada pikiran dan hati untuk mendekatkan diri pada Allah; dzikir : mengulangi kalimat-kalimat spiritual untuk memperkuat hubungan dengan Allah; dan
puasa : membersihkan jiwa dan mendekatkan diri pada Allah.
Inti utama tasawuf selain menyebarkan nilai-nilai kasih sayang dengan mencintai semua makhluk, juga yang menyangkut
menerima cobaan dengan sabar dan berusaha hidup sederhana.
Semua itu dilakukan dengan tujuan untuk menjadi manusia yang lebih baik. (Amang Mawardi – Bersambung).
