Gapasdap Desak Pemerintah Beri Perlakuan Setara bagi Angkutan Penyeberangan
Surabaya – Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (Gapasdap) mendesak pemerintah agar memberikan perlakuan setara bagi angkutan penyeberangan, khususnya dalam hal pemberian insentif, sebagaimana yang diterima oleh moda transportasi lainnya.
Kepala Bidang Usaha dan Pentarifan DPP Gapasdap, Rachmatika Ardiyanto, mengungkapkan bahwa tarif angkutan penyeberangan di Indonesia saat ini termasuk yang terendah di dunia. Menurutnya, tarif tersebut masih jauh di bawah biaya operasional yang dihitung berdasarkan Harga Pokok Penjualan (HPP) tahun 2019.
“Jika pemerintah memberikan insentif bagi sektor angkutan udara, maka angkutan penyeberangan juga layak mendapatkan perhatian yang sama,” ujarnya dalam keterangan resmi di Surabaya, Selasa (4/3).
Rachmatika menilai, kondisi tersebut tidak bisa dibiarkan mengingat angkutan penyeberangan memiliki peran strategis sebagai sarana transportasi sekaligus infrastruktur penghubung di wilayah kepulauan.
Berdasarkan catatan Gapasdap, tarif angkutan penyeberangan yang berlaku saat ini masih lebih rendah 31,8 persen dibandingkan HPP yang disepakati bersama Kementerian Perhubungan, PT ASDP, Jasa Raharja, serta perwakilan konsumen. Karena itu, Gapasdap mendorong pemerintah untuk memberikan insentif berupa keringanan biaya kepelabuhanan, pajak, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), bunga perbankan, hingga subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang berbeda dari moda transportasi lainnya.
Selain itu, Gapasdap juga menyoroti kebijakan penundaan kenaikan tarif angkutan penyeberangan yang semula direncanakan berlaku pada 1 November 2024 sebesar 5 persen. Kenaikan tersebut telah tertuang dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 131 Tahun 2024.
“Kami menilai penundaan ini bertentangan dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 66 Tahun 2019, yang menyatakan bahwa penetapan tarif merupakan kewenangan Menteri Perhubungan. Jika ada penundaan atau pembatalan, seharusnya melalui mekanisme yang sesuai dengan regulasi,” tegasnya.
Rachmatika juga menjelaskan bahwa dampak penyesuaian tarif terhadap konsumen sebenarnya sangat kecil. Sebagai contoh, untuk lintasan Ketapang-Gilimanuk, kenaikan tarif penumpang hanya sebesar Rp500. Sementara itu, untuk kendaraan barang, kenaikan tarif berkisar Rp23.000.
Ia memaparkan, jika kenaikan tersebut dihitung berdasarkan tonase barang, misalnya beras sebanyak 30 ton, maka pengaruhnya terhadap harga beras hanya sekitar Rp0,76 per kilogram atau setara 0,007 persen dari harga jual Rp10.000 per kilogram.
“Dengan kondisi transportasi penyeberangan yang baik, kita turut menjaga akses transportasi masyarakat kelas bawah yang sangat bergantung pada layanan ini sebagai infrastruktur utama di negara maritim seperti Indonesia,” ujarnya.
Gapasdap pun mendesak pemerintah segera merealisasikan pemberian insentif yang telah diajukan serta memberlakukan penyesuaian tarif yang sempat ditunda, setelah masa angkutan Lebaran berakhir.
