Jalan Tasawuf KH. Syaiful Ulum Nawawi (2)

waktu baca 2 menit
KH. Syaiful Ulum Nawawi, pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Darul Ibadah Al-Baiad, Pandugo, Surabaya.

KEMPALAN: Tentu saja jalan tasawuf yang sudah bertransformasi ke dalam diri Syaiful Ulum muda yang makin lama makin menebalkan sufiisme yang dijalankannya berdasarkan singgungan amali maupun ilmi, juga diajarkan di Pondok Pesantren Darul Ibadah Al-Baiad yang didirikan dan diasuhnya.

Kapan itu? “Sejak pondok pesantren ini didirikan, nilai-nilai tasawuf sudah diberikan,” tutur KH. Syaiful Ulum Nawawi.

Tahapan pembelajaran tasawuf tersebut melalui sejumlah kajian kitab, dari tingkat Awaliyah sampai Aliyah.

“Penanaman nilai-nilai tasawuf itu pada pembelajaran di pondok dilakukan dalam bentuk ngaji tasawuf dengan implementasi menelaah kitab-kitab tasawuf maupun belajar secara empiris mengamalkan nilai-nilai laku kasih sayang dalam kehidupan praktis,” jelas KH. Syaiful Ulum Nawawi lirih namun menyiratkan ketegasan.

Nah, dua elemen yang dinarasikan KH. Syaiful Ulum di atas, itulah sudut pandang ke-tasawuf-an yang disebut ilmi dan amali.

Begitulah, dalam dunia tasawuf nilai rasa menjadi acuannya. “Ini sepengerahuan saya. Lebih dari itu mungkin ada. Tapi tetap kembali kepada qolbu,” kata beliau menegaskan.

“Sebagaimana dunia jurnalistik yang memberi dasar pokok-pokok penulisan berita dengan rumus 5 W + 1 H (who, when, what, where, why — ditambah how),” kata KH. Syaiful Ulum Nawawi, “Dalam dunia tasawuf juga ada pokok-pokok, ‘rumus-rumus’ seperti itu,” tambahnya.

“Saat kuliah di Akademi Dakwah, saya juga diberikan sub-mata kuliah Dasar-Dasar Menulis Berita,” katanya lagi. “Dan itu domain aqliyah logika rasional.”

Namun dalam tasawuf resapan rasa mengimplikasikan pesan moral ajaran Tuhan (Alloh) yang begitu kuat melekat.

“Oleh sebab itu,” lanjutnya, “Sebaiknya logika rasional (akal) simetris dengan resapan qolbu (hati).”

Dalam pesan Alqur’an, sebut Pak Kyai yang sudah menjelajah hampir seluruh wilayah Tanah Air ini, diistilahkan dengan
sebutan ‘berfikir dan berdzikir’. Tapi dalam praktiknya berdzikir terus berfikir karena struktur ayat Alqur’an mengatakan BERDZIKIR terus BERFIKIR. Itulah predikat Ulul Albab (orang yang berakal) sehat.

Ketika disinggung bahwa puncak dari jurnalisme adalah ‘kemanusiaan’, KH. Syaiful Ulum Nawawi sependapat.

Kalau puncak dari tasawuf?

KH. Syaiful Ulum Nawawi menyatakan dengan pelan tapi tegas : Keselarasan dalam membangun kehidupan sebagai kholifah Alloh di bumi dengan “pemberatan” pada nilai-nilai welas asih. (Amang Mawardi – Bersambung).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *