Lukisan ‘Old Master’ Digelar Galeri Filadelvia

waktu baca 2 menit
Karya Supar Pakis seakan menjadi penerima tamu Galeri Filadelvia saat menggelar karya-karya legendaris (*)

Betapa banyak karya peninggalan pelukis yang semasa hidupnya berjasa mengharumkan jagat senirupa. Karakteristik kekaryaan, obyek yang disajikan maupun tata warnanya begitu impresif membuat publik terus mengenangnya. Itulah kekuatan karya “old master” yang tak lekang di arus zaman.

Karya-karya old master umumnya dikoleksi oleh istana negara, museum, kolektor maupun penggemar lukisan yang beruntung bisa memiliki. Lukisan masterpiece bagi kolektor merupakan simbol prestise yang menghadirkan kebanggaan. Selain langka, nilai sejarahnya begitu tinggi serta nilai nominalnya tak terukur.

Dimana bisa menikmati lukisan old master di Surabaya, publik begitu rindu untuk menikmati lukisan yang melekat dalam ingatan. Kerinduan itu dijawab oleh Galeri Filadelvia. Selama Nopember galeri yang berlokasi di Citraland tengah memproses kerja besar untuk menggelar karya-karya legendaris. Menjelang Hari Natal gawe besar tersebut digelar.

Sebagai kota metropolitan keberadaan galeri seni rupa di Surabaya terbilang minim. Beberapa galeri pernah yang pernah dihadirkan namun tidak berumur panjang. Untuk itu perlu diapresiasi langkah Freddy Wijaya pecinta lukisan, yang memindahkan galerinya dari Jakarta ke Surabaya

“Materi yang dipamerkan merupakan karya para pelukis yang telah meninggal dunia. Sebagai pecinta lukisan saya bersyukur bisa mengoleksi karya-karya yang terbilang langka,” tutur Freddy, pebisnis mutiara.

Koleksi Filadelvia yang bakal disuguhkan ke publik antara lain karya Affandi, Hendra Gunawan, Mozes Misdy, Sochieb, S. Toyo, Ansori, S. Yadi, Amri Yahya, Maria Tjoei, Sukamto Dwisusanto, Wayan Sumantre, Ernest De Zyntje serta sederet nama yang pernah berjasa membesarkan jagad senirupa Indonesia.

Adagium menyatakan, macan mati meninggalkan belang, pelukis mati meninggalkan lukisan. Dengan melihat karya-karya yang dipersiapkan Filadelvia serasa menggugah ingatan pada para perupa yang selama hidupnya mengabdikan diri secara total berkesenian.

Melukis bagi mereka merupakan nadi kehidupan yang dirawat dengan segala pengorbanan. Setelah mereka wafat, publik disadarkan bahwa mereka merupakan seniman-seniman yang tangguh dan bertanggung jawab pada semesta dengan mendarmakan diri untuk terus berkarya, seberat apapun kondisi yang mereka alami.

Puluhan tahun telah berlalu, apa yang diproses oleh para pelukis dengan sepenuh hati semasa di dunia kini begitu berarti. Ini menjadi pengingat bagi yang melibati senirupa agar tidak lelah melakukan hal-hal penting sepanjang hidupnya agar dirinya menjadi penting di masa depan ketika mereka sudah tidak lagi di dunia.

Rokimdakas
Wartawan & Penulis
2 Desember 2024

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *