Menyala Timnasku! Gamsahamnida, Coach STY!
KEMPALAN: Saya belum pernah berdoa untuk kemenangan timnas sepak bola Indonesia, kecuali dini hari tadi. Untuk pertama kalinya dalam hidup saya.
Laga perempat final Piala Asia antara timnas Indonesia U23 melawan timnas Korea Selatan U23 di Doha, Qatar, ini memang menggedor jantung. Bayangkan, setelah 2 x 45 menit waktu normal usai ditambah 2 x 15 menit perpanjangan waktu, skor masih imbang 2-2. Penentuan pemenang ditentukan oleh adu penalti. Tak bisa lain.
Saya tengok jam: 3.25 WIB. Pikiran saya terbelah antara mengikuti adu penalti atau melakukan shalat tahajud. Saya putuskan melakukan yang terakhir dan berdoa, “Ya Allah, melihat perjuangan anak-anak U23 yang pantang menyerah, dan jika ada amal ibadahku yang Engkau ridhoi selama ini, mohon berikan kemenangan kepada Indonesia. Aamiin.”
Pukul 4.15 saat selesai tahajud dan melihat medsos, Indonesia ternyata menang dengan total skor 11-10 atas Korea! Alhamdulillah. Saya sujud syukur. Perjuangan Rizky Ridho, kapten timnas Indonesia U23 dan kawan-kawan, terbayar dengan mengesankan. Menjungkalkan Korea Selatan yang merupakan salah satu tim unggulan dan kandidat juara. Mission impossible, yang ternyata possible, Menyala timnasku.
Pukul 4.30 saya sampai di halaman Masjid Darussalam dekat rumah, berbarengan dengan seorang jamaah lain bernama Pak Indra. Seorang petugas sekuriti merangkap juru parkir menyapa. “Indonesia menang atas Korea, saya sempat nonton,” katanya gembira. “Menang satu gol.”
Saya tanggapi tak kalah senang. “Untuk menang memang cukup selisih 1 gol,” jawab saya kepada sang petugas. Pak Indra menganggukkan kepala dengan senyum lebar. “Iya. Deg-degan nontonnya.”
Usai obrolan singkat, saya dan Pak Indra masuk masjid. Menunggu jadwal subuh pada pukul 4.36 WIB di kawasan Cibubur dan sekitarnya.
Saya bukan tipe fans bola fanatik, apalagi seorang ultras yang selalu menonton langsung di stadion di mana pun timnas Indonesia berlaga.
Akan tetapi, untuk pertama kalinya juga, saya ikut dalam keriaan puluhan ribu netizen warga +62 yang ‘bersilaturahmi’ ke akun IG klub Heerenveen (@scheerenveenofficial) saat memohon agar klub Belanda itu mengizinkan Nathan Tjoe-A-On (yang tenaganya dibutuhkan melawan PSV), agar bisa kembali ke Qatar untuk membela Indonesia.
Pada laga melawan Australia dan Yordania yang dimenangkan Indonesia, peran Nathan memang sangat signifikan. Meski tak menciptakan gol, tetapi dia seperti ada di mana-mana di seluruh lapangan. Tidak ada capeknya.
Alhamdulillah, melalui lobi khusus Ketum PSSI Erick Thohir dan jajaran, Nathan akhirnya diizinkan kembali ke Qatar oleh manajemen Heerenveen. (Dan absennya Nathan membela Heerenveen membuat klub itu digebuk PSV dengan skor telak 0-8!)
Dalam pertandingan melawan Korea Selatan yang sangat sengit, peran Nathan terbukti ikut mendongkrak performa tim, membuat Rafael Struick mampu membuat brace (dua gol) ke gawang Korea Selatan.
Kendati kemenangan di lapangan sangat ditentukan oleh semangat pantang menyerah, kerjasama tim yang solid, dan kemampuan individu mengalami tekanan mental saat adu penalti (tak lupa kehebatan kiper Ernando Ari yang berhasil menepis dua penalti pemain Korea selain berhasil membuat gol saat menjadi penendang penalti ke-9 bagi Indonesia, puncak terima kasih harus disampaikan kepada Coach Shin Tae-yong. Gamsahamnida, Coach!
Pasti tak mudah berada di posisi Coach Shin pada pertandingan itu. Ibarat makan buah simalakama, dimakan atau tidak dimakan harus ada yang “mati”. Jika dimakan, negara kelahirannya (Korea Selatan, yang juga pernah dilatihnya pada Piala Dunia 2018 Rusia) kalah, maka tim Taeguk Warriors akan pulang kampung. Sebaliknya jika tak dimakan, negara yang sedang dilatihnya (Indonesia) keok, maka Garuda Muda harus pulang kandang juga secepatnya.
Tetapi Coach Shin adalah seorang pelatih profesional sejati. “Sekarang saya bertanggung jawab atas Indonesia. Saya harus melakukan yang terbaik untuk Indonesia,” ucapnya kepada media Korea Selatan Nate Sports.
Tak tanggung-tanggung, kekalahan Korea itu membuka rantai kemenangan mereka yang selalu tampil di ajang Olimpiade selama 9 kali berturut-turut dan sedang mencoba menorehkan rekor ke-10, akhirnya terputus untuk pertama kali! Dan yang menggagal ambisi mereka adalah: seorang pelatih berdarah Korea juga!
Sejak Coach Shin memoles tim Indonesia pada 2019, visi, misi, dan strateginya untuk membangun timnas Indonesia selalu dikritik haters.
Salah seorang pengecam paling vokal adalah, kita sebut saja Si Bung. Amunisi argumentasi Si Bung untuk menyudutkan Coach Shin seakan tak pernah ada habisnya. Bertubi-tubi.
Saya sebagai warga negara biasa, bukan fans fanatik timnas, selama ini hanya membaca dan menonton (potongan) video YouTube, TikTok, atau IG, di mana Si Bung selalu mengecam Coach Shin. Dan saya memilih diam, karena memang saya bukan kritikus sepak bola, selain beranggapan bahwa tradisi constructive criticism memang harus dibiasakan di semua lini kehidupan, termasuk di sepak bola yang merupakan olahraga terpopuler.
Akan tetapi, pada sehari sebelum pertandingan Indonesia vs Korea Selatan, Si Bung kembali menggoda Coach Shin di salah satu acara talkshow televisi swasta. Saya terhenyak mendengar alasan Si Bung yang konyol dan sumir.
Si Bung bilang Erick Thohir terlalu memanjakan Coach Shin sampai mau-maunya melobi SC Heerenveen untuk mengizinkan Nathan Tjoe-A-On kembali ke Qatar. “Seharusnya biarkan saja Shin Tae-yong menyusun tim dari materi pemain yang tersedia. Dari situ akan terlihat apakah dia seorang pelatih yang hebat atau tidak.”
Lebih jauh Si Bung mengatakan bahwa, “Target PSSI masuk 8 besar sudah tercapai. Indonesia sudah nothing to lose. Buat apa terus memanjakan Coach Shin dengan mengikuti kemauannya tentang pemain yang diinginkan?”
Tak hanya Coach Shin yang (terus menerus) dikritik Si Bung, pemain naturalisasi seperti Rafael Struick pun dikecamnya karena “sebagai striker belum pernah menciptakan gol ke gawang lain.” Intinya, dia menganggap Rafa sebagai pemain naturalisasi yang tak berkualitas.
Seandainya Indonesia kalah dari Korea, sikap pongah Si Bung pasti akan semakin menjadi-jadi. “Tuh, kan, apa saya bilang? Shin Tae-yong hanya jago omon-omon, ” Mungkin begitu yang akan dia ucapkan dengan jemawa.
Akan tetapi dengan kemenangan Garuda Muda yang jelas sangat terbantu oleh kehadiran Nathan Tjoe-A-On di lapangan, dan taji Rafael Struick yang tajam merobek jala gawang Korea Selatan dengan dua gol, seharusnya membuat Si Bung mulai merenungkan secara jujur dan rendah hati bahwa sebenarnya dirinyalah yang hanya jago omon-omon dengan semua argumen konyol selama ini.
Kendati warganet Indonesia sudah berulang kali mengingatkan Si Bung untuk mengerem komentar-komentarnya yang sangat anti-Shin Tae-yong, dia terus saja membombardir kritik dengan argumentasi yang kian nyeleneh dan menguji kesabaran masyarakat.
Pada akhirnya, kesuksesan Indonesia menekuk Korea dan melaju ke semifinal Piala Asia, dengan peluang semakin besar tampil di Olimpiade Paris 2024, menjadi bukti tak terbantahkan tentang ketajaman visi dan kemampuan Coach Shin dalam membangun timnas Indonesia dari berbagai kelompok umur (U19, U23, dan timnas senior) yang membuat nama Indonesia semakin moncer sebagai Raja Baru Sepakbola Asia Tenggara, bahkan Asia.
Maka, wahai Si Bung, jagalah mulut Anda, kembalilah pada nalar sehat. Jangan lupa cek rekam jejak Anda, karena di masa Anda menjadi Pengurus PSSI, tidak pernah timnas Indonesia mencapai prestasi sehebat ini. Pencapaian yang menjawab dahaga ratusan juta masyarakat Indonesia selama puluhan tahun paceklik prestasi global.
Untuk timnas U23, pusatkan perhatian pada semifinal, entah menghadapi Arab Saudi atau Uzbekistan. Dan jika Allah mengizinkan kalian menang lagi, tampillah di final Piala Asia dengan penuh martabat dan karisma (calon) juara yang memukau dan mempesona!
Menyala timnasku. Gamsahamnida, Coach Shin!
Oleh: Akmal Nasery Basral, Penulis novel Sabai Sunwoo/Sabai 선우 (MCL Publisher, 2022), peraih Anugerah Sastra Andalas 2022.