Baliho Ganjar, Buku Anies

waktu baca 5 menit
Anies mengunggah foto sedang membaca buku: Principle for Navigating Big Debt Crisis.

KEMPALAN: Baliho dan billboard bergambar Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo ada dimana-mana. Ganjar juga bergerak cepat melakukan perjalanan ke beberapa daerah untuk menemui pendukungnya. Praktis, sejak diumumkan sebagai calon presiden dari PDIP pada 21 April yang lalu Ganjar mendominasi pemberitaan media massa mainstream maupun media sosial.

Selama liburan Lebaran Ganjar seperti mengebut memaksimalkan waktu. Ia mengadakan pertemuan halal bihalal dengan banyak kalangan. Ia ke Jakarta dan lari pagi di kompleks Gelora Bung Karno. Baliho Ganjar ada dimana-mana di seluruh pelosok Indonesia.

Kemana Anies? Kelihatannya Anies Baswedan santai-santai saja. Ia berkomentar singkat mengenai nominasi Ganjar. Beberapa hari kemudian Anies mengunggah foto dirinya sedang bersantai dengan latar belakang matahari senja yang sedang tenggelam. Kakinya berselonjor dan di tangannya ada sebuah buku yang terlihat jelas cover dan judulnya.

Pada unggahan itu tertulis ‘’Matahari yang terang itu kini mulai meredup terbenam. Teduh, semilir, dan tenang untuk membaca dan bersiap, menyambut hari esok yang baru dan lebih baik’’.

Buku yang sedang dibaca Anies berjudul ‘’Principles for Navigating Big Debt Crises’’ yang ditulis oleh Ray Dalio. Isinya tentang kiat menghadapi kebangkrutan suatu negara.
Ini bukan buku baru, karena sudah terbit pada 2018 lalu. Buku ini diluncurkan sekaligus memperingati satu dekade krisis keuangan Amerika Serikat yang dipicu kejatuhan bank investasi Lehman Brothers pada 2008 silam.

Ray Dalio adalah investor kenamaan sekaligus pendiri Bridgewater Associates, perusahaan manajemen investasi yang berbasis di AS. Ia juga dikenal dengan sejumlah buku yang laku hingga jutaan eksemplar.

Dalio menuliskan buku tersebut dengan tujuan mengantisipasi krisis keuangan AS pada 2008 terulang kembali. Oleh karena itu, ia menyiapkan semacam panduan agar negara-negara tidak kembali jatuh ke lubang yang sama.
Pada 2004 terbit buku John Perkins ‘’The Confession of Economic Hitman’’ bercerita bagaimana Perkins sebagai agen rahasia melakukan operasi untuk membujuk dan menyuap pemimpin negara-negara dunia ketiga supaya mau menerima utang dari negara-negara kaya. Utang itu ternyata perangkap yang bisa membuat negara pengutang bangkrut.

Kali ini Dalio beda dengan Perkins. Kalau Perkins bercerita mengenai operasi intelijen yang menjebak negara-negara penerima utang, Dalio justru bertindak sebagai orang baik yang mengingatkan para pemimpin supaya terhindar dari jebakan utang.

Dalio percaya hampir semua hal terjadi berulang kali, sehingga dengan mempelajari pola, seseorang dapat memahami hubungan sebab-akibat di balik peristiwa dan mengembangkan prinsip untuk menghadapinya dengan baik.

Dalio membagi dalam tiga bagian cara-cara mengantisipasi krisis. Pertama, The Archetypal Big Debt Cycle. Kedua, Three Detailed Cases. Di dalam bagian kedua ini, Dalio mengkaji secara mendalam krisis keuangan 2008, depresi besar pada 1930-an, dan hiperinflasi di Republik Weimar Jerman pada 1920-an.

Di bagian ketiga, Dalio membagi penjelasan buku tersebut dalam Compendium of 48 Cases. Ini merupakan rangkuman grafik dan uraian singkat tentang krisis utang terburuk dalam 100 tahun terakhir.

Menurut Dalio, krisis utang besar terjadi ketika skala utang mencapai tingkat di mana pemotongan suku bunga saja tidak cukup untuk mencegah depresi. Dalio mengkategorikan krisis utang besar menjadi dua jenis — deflasi dan inflasi — dan menyediakan data ekonomi dan pasar untuk keduanya.

Siklus utang deflasi biasanya terjadi ketika sebagian besar utang didenominasi dalam mata uang negara itu sendiri. Dalio percaya bahwa pembuat kebijakan dapat mengelola krisis ini dengan baik, tetapi bahkan hasil yang baik pun akan sangat mahal bagi sebagian orang.

Sementara, siklus utang inflasi terjadi ketika sebagian besar utang didenominasi dalam mata uang asing. Situasi ini mempersulit pembuat kebijakan suatu negara untuk “menyebarkan konsekuensi berbahaya”, bagian penting dari penyelesaian krisis.
Dalio melihat bagaimana mekanisme bekerja untuk menghasilkan siklus uang-kredit-utang-pasar-ekonomi. Konsep itulah yang menurutnya sangat membantu dirinya dalam menentukan keputusan investasi di Brigdewater, termasuk saat menghadapi krisis besar di tahun 2008.

Bersama perusahaannya, ia sukses menjadi penyintas di masa-masa krisis itu dengan konsep yang telah ia pelajari. Model sederhana dari mesin ekonomi uang-kredit-pasar-hutang dijelaskan oleh Dalio dengan 5 bagian utama pembentuknya yakni barang/jasa/aset invetasi, uang, kredit, kewajiban utang, dan aset utang.

Buku setebal 471 halaman ini tentu bukan jenis buku yang bisa dibaca sambil bersantai menikmati sunset sambil minum kopi. Butuh konsentrasi serius untuk memahami buku ini. Tetapi, Anies menampilkan gambaran yang santai terhadap buku ini. Netizen lebih kepo terhadap narasi Anies ketimbang isi buku ini.

Banyak yang berpendapat bahwa Anies—sekali lagi—menyindir Jokowi. Matahari senja yang hampir tenggelam diasosiasikan dengan masa pemerintahan Jokowi yang sudah berada pada pengujung senja. Persiapan menyongsong hari esok yang baru dan lebih baik dianggap sebagai jabaran atas narasi perubahan yang selama ini menjadi jargon Anies.

Anies ingin menegaskan positioningnya terhadap Jokowi. Selama ini pendukung Anies berusaha mati-matian untuk menolak anggapan bahwa Anies ialah antitesa Jokowi. Tetapi, unggahan Anies itu seperti makin menegaskan positioning Anies sebagai antitesa Jokowi.

Jokowi mengatakan ia lebih suka membaca komik Sinchan. Sementara Anies membaca ‘’How Democracies Die’’ karya Prof. Levitsky dan Prof. Ziblatt dari Harvard University. Jokowi lebih suka film kartun, sementara Anies mengajak anaknya menonton film documenter ‘’The Edge of Democracy’’ mengenai biografi Presiden Brazil Lula da Silva.

Ganjar Pranowo secara sengaja menjadikan dirinya sebagai fotokopi Jokowi. Ganjar ialah cover version dari Jokowi. Ganjar Pranowo ialah seri terbaru dari Jokowi. Sementara Anies ialah produk baru yang beda dari Jokowi.

Beda Ganjar dengan Anies sama saja dengan perbedaan Anies dengan Jokowi. Ganjar tidak pernah mengunggah konten yang mengajak dan membuat orang berpikir. Konten yang diunggah Ganjar tidak jauh dari sepeda dan kuliner. Anies suka membuat orang berpikir dan berkerut.

Kualitas intelektualitas Anies lebih unggul dari Ganjar. Pendukung Anies pasti bersorak karena keunggulan ini. Pendukung Ganjar bangga karena capresnya merakyat dan rendah hati.

Yang harus diingat—terutama oleh pendukung Anies–adalah bahwa pemilihan presiden bukan lomba cerdas cermat, siapa yang pintar dia yang menang. Pilpres lebih mirip smack down, siapa yang kuat dia jadi juara. ()

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *