Kanjuruhan dan Itaewon
KEMPALAN: KANJURUHAN dan Itaewon, dua tragedi yang sama-sama terjadi pada Oktober. Kanjuruhan tepat pada 1 Oktober dan Itaewon pada 30 Oktober. Dua-duanya menjadi perhatian dunia karena sama-sama mengakibatkan korban besar. Penyebabnya juga hampir sama, yaitu terjadi stampede, penumpukan manusia yang panik dan saling injak. Bedanya, di Itaewon tidak ada serangan gas air mata oleh polisi, sedangkan di Kanjuruhan ada puluhan tembakan gas air mata dari polisi yang menimbulkan kepanikan publik.
Tragedi Itaewon menewaskan 156 orang. Tragedi Kanjuruhan sejauh ini sudah menewaskan 135 orang. Perhatian dunia tertuju pada dua kasus itu, termasuk cara pemerintah masing-masing negara dalam menanganinya. Dari cara para pejabat mengatasi gragedi itu terlihat bagaimana etika publik para pejabat di masing-masing negara.
Bangsa Korea menunjukkan sikap sebagai bangsa yang bermartabat dan bertanggung jawab. Etika publik ditegakkan dengan mengakui kesalahan dan meminta maaf secara terbuka. Di Indonesia yang terjadi adalah saling lempar tanggung jawab dan tidak ada satu orang pun yang berdiri dan mengakui secara terbuka kesalahannya.
BACA JUGA: Ayat dan Mayat (Lagi)
Kalau hal ini dihubungkan dengan kualitas sebuah bangsa, maka terlihatlah bagaimana perbedaan kualitas pejabat publik di dua negara itu. Kepala Kepolisian Korea Selatan Yoon Hee-keun menyampaikan permohonan maaf terbuka atas tragedi itu. Tidak perlu didemo, tidak perlu didesak. Ia dengan tulus mengakui kesalahan.
Di hadapan wartawan Yoon membungkuk dan menyatakan dirinya bertanggung jawab atas tragedi paling mematikan bagi Korsel sejak 2014 itu. Yoon mengakui bahwa respons polisi dalam menangani tragedi Halloween Itaewon tidak memadai, dan dia sebagai kepala polisi mengambil tanggung jawab sepenuhnya.