Fakultas Kedokteran Ubaya Gelar Seminar untuk Tingkatkan Kualitas Layanan bagi Pasien
SURABAYA –KEMPALAN: Fakultas Kedokteran Universitas Surabaya (FK Ubaya) mengadakan Seminar Etika dan Hukum Kesehatan bertema “Professionalism and Informed Consent, a Barrier for Medical Conflict”. Kegiatan ini turut menghadirkan Ketua Pengurus Pusat AIPKI (Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia), Prof. Dr. dr. Budi Santoso, Sp.OG (K) dan Ketua APKESI (Asosiasi Peneliti Kesehatan Indonesia), Prof. Dr. dr. Agus Purwadianto, DFM., S.H., M.Si., Sp.F (K) sebagai narasumber. Seminar dilaksanakan hybrid secara online melalui Zoom Meeting dan offline di Gedung Perpustakaan lantai 5 Kampus Ubaya Tenggilis, Jl. Raya Kalirungkut.
Digelarnya seminar nasional ini dilatarbelakangi oleh adanya tuntutan pasien untuk mendapat layanan yang baik dari dokter. Agar ekspektasi ini tercapai, ketua penyelenggara seminar, dr. Ervin Dyah Ayu M. D., M.Sc., mengatakan dokter perlu memiliki pemahaman tentang informed consent sesuai kaidah etik dan hukum kesehatan. Informed consent adalah persetujuan tindakan medis yang diberikan oleh pasien setelah mendapatkan penjelaskan dari dokter. “Kecakapan ini akan membantu dokter memiliki hubungan yang baik dengan pasien. Pemahaman seperti ini sering tidak didapatkan melalui pendidikan formal kedokteran. Sehingga, perlu ditambahkan melalui seminar atau pertemuan ilmiah,” ujarnya.
Dosen FK Ubaya itu juga menjadi pembicara pada salah satu sesi seminar dengan membahas topik “Indonesian Cultural Challenges in Doctor-Patient Communication”. Menurutnya, dokter harus memiliki pengetahuan yang luas tentang budaya masyarakat, memiliki empati dan memahami kondisi pasien, meningkatkan keterampilan komunikasi dan pemecahan masalah etis, serta melakukan sinergi.
Pembahasan dilanjut dengan materi “Intellectual Studies about Medical Ethics for the Future of Indonesia” yang dibawakan oleh Prof. Dr. dr. Budi Santoso, Sp.OG (K). Ia menjelaskan praktik kedokteran yang baik adalah berlandaskan etika kedokteran, tidak melanggar aturan hukum yang berlaku, dan bersikap profesional.
“Dokter wajib mengikuti perkembangan ilmu dan menerapkan 4K. Kesejawatan, kesantunan, kebersamaan, dan keprofesionalan. Dengan 4K ini akan jadi dokter yang baik dan sukses,” ungkap Prof. Budi pada seluruh peserta yang hadir secara offline dan online.
Sedangkan, Prof. Dr. dr. Agus Purwadianto, DFM., S.H., M.Si., Sp.F (K) dalam pembahasannya mengenai topik “Informed Consent and Strategies to Prevent Doctor-Patient Conflict” mengatakan syarat informasi komunikasi dalam proses informed consent terdiri dari kejelasan (understandability), kebenaran (truth), kejujuran (truthfulness), dan ketepatan (rightness). Keempat syarat ini penting untuk mencegah miskomunikasi.
“Hubungan dokter dan pasien adalah hubungan moral. Harus membangun kepercayaan, menjadi suatu tanggung jawab moral dokter untuk membina ini terus menerus. Dalam praktek kedokteran membina kepercayaan sangat penting,” terang Prof. Agus.
Dekan Fakultas Kedokteran Ubaya, Prof. Dr. dr. Rochmad Romdoni, Sp.PD., Sp.JP(K)., FIHA., FAsCC., FACC., mengungkapkan ke depannya FK Ubaya akan menggelar seminar serupa yang banyak memberikan informasi tentang penyakit yang ada di masyarakat. “Kami akan berkolaborasi dengan RS Ubaya sebagai rumah sakit pendidikan yang akan launching tahun 2023,” imbuhnya.
Ia berharap seminar nasional ini dapat menambah pengetahuan untuk menemukan stategi yang tepat dalam praktik kedokteran sehari-hari. Selain itu, dapat memotivasi para pendidik, pemimpin institusi pendidikan, sekaligus mahasiswa dalam pendidikan etika dan hukum kesehatan. “Kami ingin pelayanan kesehatan Indonesia semakin profesional, beretika, dan berkualitas. Agar dapat senantiasa memberi manfaat bagi masyarakat,” pungkasnya. (Zha Zha Elenita Santoso)
Editor: Freddy Mutiara