Anies Dalam Kisaran Simbol Filosofis: Udan Liris

waktu baca 3 menit
Sambutan Anies Baswedan, Gubernur DKI Jakarta, saat sholat Idul Fitri 1443, di Jakarta International Stadium (JIS), 2 Mei 2022

KEMPALAN: Anies pastilah bukan dari kalangan yang langkahnya selalu diatur dengan simbol-simbol. Siapa yang mengenalnya, dan tahu latar belakang sosialnya, pastilah menolak jika apa yang dipakai Anies selalu ditarik pada simbol-simbol penuh makna.

Jika saja ada yang menyimbol-nyimbolkan apa yang dipakainya, itu sah-sah saja. Tidak masalah. Tapi terkadang simbol ditarik pada makna berlebihan. Penerjemah simbol leluasa memaknainya, seolah itu hal sebenarnya. Anies acap disimbol-simbolkan, itu pada pakaian yang dipakainya, padahal itu tidak ia maksudkan.

Saat awal ia menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, dan saat ketegangan dengan pengembang 13 pulau reklamasi–orang menyebut Anies tengah berhadap-hadapan dengan 9 naga–dan itu simbol perlawanan saat ia pada suatu acara memakai baju batik dengan motif naga.

Padahal bisa jadi Anies tidak berpikir demikian, tidak sedang membuat simbol perlawanan. Ia hanya memakai pakaian batik lengan panjang bermotif naga. Baju yang dipakai itu bisa jadi dibeli sang istri di Pasar Baru, karena dirasanya menawan dan cocok jika dikenakan suaminya. Jadi tentu jauh dari makna simbol perlawanan. Apalagi dimaknai siap perang dengan kelompok 9 Naga.

Para penafsir simbol-simbol hadir disekitar Anies–juga pada para tokoh yang kebetulan sedang bersinggungan dengan masalah–menafsir simbol apa saja yang dipakai dengan makna yang disesuaikan. Digatuk-gatukan supaya pas dengan suasana yang ada. Anies yang bukan berlatar belakang selalu mengatur setiap langkahnya dengan simbol-simbol pun jadi obyek untuk ditafsir.

Simbol memang bisa muncul dari corak seni yang lalu disepakati maknanya. Makna yang disepakati itu lalu jadi konvensi. Karenanya, bisa jadi pakaian yang dikenakan Anies itu bukan simbol, tapi lebih pada makna filosofis. Pada seni batik, filosofi corak tertentu itu punya makna yang sudah jadi kesepakatan. Maka, corak batik tertentu senantiasa dipakai disesuaikan oleh waktu, situasi yang ada, dan tempat.

Maka, saat Anies Baswedan melakukan sholat Idul Fitri 1443 H di Jakarta International Stadium (JIS), 2 Mei 2022, dengan memakai kain sarung bermotif Udan Liris, pun lalu dimaknai sesuai dengan filosofinya. Udan Liris itu corak yang bermakna “ketabahan dan tahan banting dalam meraih cita, dengan tetap bersandar pada Sang Pencipta”.

Filosofi Udan Liris itu serasa benar-benar seorang Anies. Atau karakter Anies yang sebenarnya. Jika melihat sikap Anies, itu ya Udan Liris. Karenanya, Udan Liris bukanlah bahasa simbol biasa, tapi bermakna filosofis yang pas buat seorang Anies Baswedan. Setidaknya itulah sikap yang tampak yang dipunyainya: tabah, tahan banting, dan religius.

Tidak persis tahu, apakah memakai sarung corak Udan Liris, itu memang diniatkannya, dan itu untuk menyampaikan pesan tertentu yang entah ingin ditujukan pada siapa. Satu hal yang pasti, sarung corak Udan Liris itu memang tampak cocok dipakainya. Terserah saja jika lalu orang menyimbol-nyimbolkan makna filosofis yang maknanya sudah jadi konvensi. Satu hal, Anies memakai apapun akan terus disimbol-simbolkan, dan sepertinya itu tidak akan disudahi sebelum tahun 2024 nanti… Wallahu’alam. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *