Antara Memiliki dan Menguasai

waktu baca 4 menit
Ilustrasi. (Evelyn Chong-Pexels)

Lalu amat defensif dalam memandang siapapun diluar diri dan kelompoknya, untuk itu mereka menciptakan jaring pengaman dengan tak mentolerir siapapun diluar kelompoknya, perlahan tapi pasti proses perekrutan akan semakin menjauh dari profesionalitas.

Kewenangan itu lahir dan diberikan oleh sebuah aturan, dengan terminologi lain, semua hak dan kewajiban yang melekat padanya dalam hal mengelola sebuah institusi itu terukur dan tidak serta-merta.

Ada mekanisme pengelolaan dan pertanggungjawaban, jadi lalu teramat naif jika kemudian apa yang dinyatakan eksplisit, seolah yang ada dalam pengelolaannya adalah miliknya. Kecenderungan ini boleh jadi muncul dari apa yang dalam ilmu kejiwaan diistilahkan sebagai ‘superiotiy complex’.

Sesuai namanya, superiority complex adalah perilaku seseorang dimana ia percaya bahwa ia lebih baik dan hebat dari orang lain. Orang-orang dengan sifat superior ini sering memiliki opini berlebih mengenai diri mereka. Mereka yakin bahwa kemampuan dan prestasi yang dimiliki melebihi orang lain.

Perilaku superior ini sebenarnya merupakan mekanisme bela diri di balik perasaan inferior seseorang.

Artinya, superiority complex merupakan perilaku yang membuat seseorang merasa ‘lebih’ dari orang lain. Namun, keangkuhan tersebut boleh jadi cara mereka untuk menyembunyikan kelemahan atau kegagalan yang sudah pernah dialami.

Indonesia harus segera bangkit dan lepas dari keterpurukan akibat krisis ekonomi berkepanjangan, untuk itu seluruh komponen bangsa, terutama para pejabatnya harus bisa menciptakan suasana yang kondusif, jauh dari hiruk-pikuk dan perasaan tersisih dan disisihkan.

Kebersamaan (togetherness) akan mewujud jika Pemerintah mampu meyakinkan rakyat bahwa problem bangsa ini akan terlewati dengan semangat Persatuan dan Kesatuan.

Narasi tentang ketidakmampuan yang lain, atau bahkan bahwa yang lain akan berpotensi salah urus amat kontra produktif, dan jauh dari pertanda kelembutan jiwa seorang Pemimpin.

Bangsa ini sudah tak membutuhkan lagi ungkapan-ungkapan retoris, apalagi cuma sekedar bernuansa melindungi kepentingan kelompok.

Mungkin kita tak mampu melahirkan Pahlawan baru, tetapi setidaknya kita tak sedang membidani lahirnya mereka yang alih-alih menawarkan madu, malah menuang dan menaburkan racun, mengeruhkan kolam dan memperkusut benang yang mulai terurai dalam Ukhuwwah Warga Bangsa. (*)

Editor: Reza Maulana Hikam

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *