Egoisme Yaqut, dan Narasi Radikal Jadi Olok-olok

waktu baca 5 menit
Ilustrasi (Kempalan)

Sepintas Sejarah Kemenag

Mohammad Yamin orang pertama yang mengusulkan terbentuknya sebuah Kementerian yang mengurus tentang Agama (Islam). Maka usulannya pada Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), pada 11 Juli 1945, yang ia namakan Kementerian Islamiyah. Usulannya itu tidak mendapat persetujuan dari anggota BPUPKI. Tak menyerah, pada rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada 19 Agustus 1945, Yamin menyatakan hal yang sama tapi lagi-lagi mayoritas menolak dan abstain atas usulannya.

Berlanjut di Sidang Pleno Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), perjuangan untuk membentuk Kementerian Agama bergaung kembali. KNIP merupakan cikal-bakal DPR di akhir tahun 1945.

Adalah Saleh Suaidy, tokoh Partai Masyumi, yang juga menjabat sebagai Kepala Sekolah Al-Irsyad Purwokerto, Karesidenan Banyumas, yang secara vokal menyatakan Indonesia butuh suatu Kementerian Agama.

“Mengusulkan supaya dalam negeri Indonesia yang sudah merdeka ini janganlah urusan agama hanya disambilkan kepada Kementerian Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan saja, tapi hendaklah kementerian yang khusus dan tersendiri,” kata Saleh Suaidy, yang pernah mengenyam pendidikan di Sekolah Al-Irsyad Surabaya. Lalu ke Jakarta belajar secara intensif pada Syekh Ahmad Surkati.

Kali ini, usulan Suaidy itu mendapat dukungan, di antaranya dari Wakil Presiden Mohammad Hatta, yang menyatakan bahwa pembentukan Kementerian Agama akan menjadi perhatian pemerintah.

Dan akhirnya pada tanggal 3 Januari 1946, Kementerian Agama resmi berdiri saat Kabinet dipimpin Perdana Menteri Sutan Sjahrir, yang mengangkat tokoh Partai Masjumi HM Rasjidi sebagai Menteri Agama RI pertama. Rasjidi pernah mengenyam pendidikan di Sekolah Al-Irsyad yang dipimpin Syekh Ahmad Surkati, di Lawang, Jawa Timur. Nama Rasjidi pun “pemberian” Syekh Surkati, yang tadinya bernama Saridi. Dalam sejarahnya HM Rasjidi dikenal sebagai tokoh Muhammadiyah dan Al-Irsyad, dan juga ikut membidani lahirnya Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia (DDII) bersama M. Natsir, Sjafroedin Prawiranegara, Anwar Haryono dan tokoh-tokoh eks Partai Masjumi lainnya.

Dalam pidato pertamanya, HM Rasjidi mengatakan, bahwa “Kementerian Agama menaungi semua agama yang diakui di Indonesia, dan bukan terbatas agama Islam”. Jadi apa yang kerap disampaikan Yaqut, bahwa Kementerian Agama bukan hanya mengurusi agama Islam saja, itu sudah disampaikan HM Rasjidi tujuh puluh lima tahun lalu. Jadi itu bukan hal baru, dan memang tupoksinya demikian.

Membaca sejarah hadirnya Kementerian Agama yang benar, dan itu tercatat dalam sejarahnya, tentu tidak bisa dilepaskan dari nama-nama yang tersebut di atas dengan latar belakang Partai Politik dan Organisasi di mana mereka berkhidmat. Pada pembentukan Kemenag saat itu, NU masih dalam bagian dari Partai Islam Masjumi.

Maka, klaim-klaim ala Yaqut, yang tanpa pijakan sejarah, itu tidak perlu dihadirkan kembali. Agar olok-olok menyakitkan tentangnya dan lalu menyasar NU, itu tidak perlu harus dimunculkan. (*)

Editor: Reza Maulana Hikam

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *