Corona, Lebaran, Mudik, dan Idul Fitri
Oleh: Dr. Hendra Alfani
(Dosen FISIP Universitas Baturaja, Sumatera Selatan)
KEMPALAN: K.H. Zainuddin MZ, dalam salah satu ceramahnya pernah mengatakan: bahwa setiap orang boleh ikut lebaran. Puasa atau tidak puasa, beribadah selama Ramadhan atau tidak, boleh ikut lebaran! Tidak ada yang melarangnya. Karena lebaran indentik dengan tradisi baju baru, makanan dan mudik.
Lebaran berbeda dengan Idul Fitri. Lebaran adalah adalah tradisi yang setiap kita boleh ikutan. Siapa saja boleh ikut lebaran. Tapi tidak setiap orang bisa ikut merayakan Idul Fitri. Mengapa? Karena semua selalu ada cost-nya. Ada “ongkos” dari apa saja yang kita lakukan, tegas KH Zainuddin MZ.
Sekarang “musim” pandemi. Virus Corona atau yang kemudian tenar dengan sebutan Covid-19, masih menjadi momok yang menyeramkan, menakutkan! Apa soalnya memang di buat seram, atau dibuat agar kita takut? Itu bukan wilayah orang awam seperti kita untuk membahasanya. Mari kita tumakninah saja menjaga kesehatan diri dan keluarga.
Lebaran 2020 dan lebaran 2021, masih dalam hiruk-pikuk pandemi Covid-19. Wabah non alam ini, kemudian menjadikan mudik sebagai “isu sentral” yang “dipertentangkan” oleh banyak pihak. Utamanya pertentangan diametral antara para “Pejuang Mudik” dengan pemerintah yang melarang mudik lebaran, dengan argumentasi mencegah penyebaran wabah Covid-19.
Kita maklumi! Kalaupun katanya sudah ada 18 juta saudara-saudara kita sudah curi start mudik duluan sebelum dilarang, yah sudah selamat lebaran di kampung halaman. Jangan lupa tetap patuhi protokol kesehatan. Agar semua aman, sehat dan selamat!
Bagi yang masih di jalan dan sedang “berjuang” menembus barikade larangan mudik yang dipasang aparat kepolisian, bersabarlah, jangan memaksakan diri. Ikhlaslah putar balik kalau masih memungkinkan.
Bagi yang sudah memutuskan lebaran di rumah masing-masing, juga bersabarlah sekaligus senantiasa mampu menjaga rasa syukur atas segala nikmat-Nya. Simpan dulu semua rindu kepada orang tua dan sanak keluarga-handai taulan, di kampung halaman. Semoga masih ada esok dapat bersua dalam sukacita yang lain.
Sesungguhnya, ada yang lebih penting ketimbang lebaran, yang kata KH Zainuddin tadi hanyalah tradisi. Esensi yang paling penting pasca Ramadhan, menurut beliau adalah, renungan atas kuantitas-kualitas ibadah kita selama bulan suci itu. Sehingga kita, paling tidak “merasa layak” untuk menyambut hari kemenangan nan suci, Idul Fitri 1442 H. Tapi jangan larang juga yang mau ikut berlebaran.
Malam di ujung Ramadhan, yang menyulut kesunyian jadi renungan. Bersukacitlah dalam redam berkuntum rindu. Walau mudik (masih) tiada. Semoga angin malam ini, menerbangkan kuntum-kuntum rindu kita. Hingga ke perigi kampung halaman nun jauh, menyentuh relung di hari nan fitri nanti. Bersama lantunan doa terbaik orang tua, sanak saudara, handai taulan dan para sahabat.
Corona berlalulah! Selamat Selamat menuntaskan akhir Ramadhan 1442 H. Selamat menyambut hari kemenangan, Idul Fitri 1442 H. Juga selamat lebaran. Semoga Allah SWT mengampuni dosa-dosa kita dan menerima segala amal dan ibadah kita. Aamiin YRA., Mohon maaf lahir dan batin atas segala salah dan khilaf. (*)
