Antara Idul Fitri, Mudik, Ekonomi, dan Pandemi

waktu baca 3 menit

KEMPALAN: Tidak sampai dua minggu ke depan,  Puasa Ramadhan sudah datang,  dan setelahnya Idul Fitri hadir menandai kemenangan orang-orang beriman telah mengalahkan hawa nafsu. Tidak sekadar kemenangan mengalahkan rasa haus dan lapar.  Kembali ke fitrah, bisa dipahami  terbebas dari dosa dan kembali memiliki aqidah yang lurus.

Kembali ke fitrah berkaitan dengan aqidah yang bersih, kembali pada masa seperti saat-saat belum ada yang mempengaruhi, layaknya bayi yang baru saja terlahirkan. Saat itu aqidah seseorang masih lurus dan bersih, sampai nantinya muncul lingkungan-lingkungan eksternal datang mempengaruhi.

Berangkat dari pemahaman yang demikian, dalam situasi pandemi Covid-19 seperti saat sekarang ini,  coba memaknai ‘kembali ke fitrah’ dalam arti yang lebih luas lagi.

Yaitu kembali dalam suasana bersih tidak hanya di hati,  tapi bersih dalam makna sebenarnya. Bersih lingkungan alam sekitar juga bersih dalam tata cara ber-aktivitas. Kembali ke fitri,  kembali dalam hidup dengan budaya bersih dengan menerapkan 3M;  mencuci tangan,  memakai masker,  dan menjaga jarak. Harapannya tentu saja adalah pandemi Covid-19 bisa segera berakhir.

Keberadaan Idul Fitri yang diikuti dengan budaya mudik, dipahami sangat rentan menjadi media penularan Covid-19, oleh karenanya pemerintah pada 2020 membuat larangan mudik. Tentu saja larangan mudik ini melemahkan sektor-sektor strategis penopang ekonomi bersama.

Idealnya,  setelah ada larangan mudik kondisi kemasyarakatan sudah menjadi lebih baik.  Sudah kembali fitri, sudah bersih,  sudah sehat, pandemi covid-19 hilang.  Tapi ternyata tidak.  Pandemi Covid-19 masih terus berlanjut, fitri yang kita harapkan datang ternyata tidak kunjung kelihatan sampai akhirnya kita ketemu lagi larangan mudik 2021.

Keputusan sudah dibuat,  melalui rakor yang dipimpin  Menko PMK Muhadjir Effendy bersama sejumlah menteri dan lembaga negara pada 26 Maret 2021 diputuskan bahwa mudik dilarang. Dan menjerit lagi lah para pelaku usaha di beberapa sektor terkait.

Dan menjerit lagi lah masyarakat karena harus kembali menahan rindu untuk dapat silaturahmi. Tujuan larangan mudik satu,  menghindari lonjakan kasus Covid-19 akibat mobilitas masyarakat yang terjadi saat mudik.

Artinya tujuan larangan mudik adalah kembali fitri,  kembali bersih. Hal demikian dimungkinan  dapat terjadi, didukung fakta program vaksinasi juga telah berjalan signifikan dan kesadaran masyarakat hidup bersih juga semakin tinggi.

Cut off-nya adalah Idul Fitri. Mencermati angka-angka penurunan penularan Covid-19 dan mulai berubah dan hilangnya tanda merah wilayah zona pandemi, momen Idul Fitri 2021 ini seperti sebuah pertaruhan atas segala upaya pemerintah untuk keluar dari pandemi.

Artinya,  jika pasca Idul Fitri yang diiringi dengan kebijakan larangan mudik ternyata tidak terjadi lonjakan penularan, berarti ke depannya penanganan pandemi semakin menunjukkan hasilnya.

Sebaliknya jika pasca Idul Fitri ternyata angka lonjakan Covid-19 tetap tinggi, berarti mimpi pandemi segera pergi rasanya masih jauh.  Mencermati hal yang demikian rasanya dapat dipahami langkah pemerintah membuat larangan mudik ini.

Namun yang perlu dipikirkan adalah para pelaku usaha dan pekerja transportasi,  perhotelan,  pariwisata,  termasuk juga para pelaku UMKM serta para pelaku usaha terkait lainnya.  Semoga pasca Idul Fitri yang sudah disertai larangan mudik ini akan benar-benar mampu tidak saja kembali fitri,  suci hati suci pikiran.

Tapi juga kembali fitri, kembali bersih secara lahiriah yang pada gilirannya akan mampu membawa kita semua meninggalkan kebiasaan-kebiasaan kurang bersih dalam segala hal. Memakai masker dan tetap menjaga jarak.  Harapannya,  fitrah secara lahiriah segera datang kembali pulang dan pandemi Covid-19 segera hilang. (Bambang Budiarto-Pengamat Ekonomi ISEI Surabaya)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *