Mimpi Besar

waktu baca 5 menit
Prabowo (*)

KEMPALAN: Setiap kepala negara di dunia memiliki ambisi besar untuk menjadikan bangsanya kuat, maju, dan sejahtera.

Mereka berjanji kepada rakyat untuk meningkatkan kesejahteraan, membangun infrastruktur, memperbaiki pendidikan, serta menegakkan keadilan sosial.

Namun, realitas berkata lain: banyak pemimpin gagal merealisasikan visi mereka, dan salah satu penyebab terbesar adalah korupsi yang mengakar dalam sistem pemerintahan.

Korupsi bukan sekadar praktik ilegal; ia adalah kanker yang merusak kepercayaan rakyat terhadap pemerintah, menghambat pertumbuhan ekonomi, dan memperburuk ketimpangan sosial.

Bahkan negara dengan sumber daya melimpah pun kerap terjebak dalam jerat korupsi, membuat kesejahteraan rakyat hanya menjadi mimpi kosong.

Sulit Diberantas ?

Profesor Francis Fukuyama, pakar tata negara dari Stanford University, dalam bukunya Political Order and Political Decay menyoroti bahwa kelemahan institusi negara merupakan penyebab utama sulitnya pemberantasan korupsi.

“Banyak pemimpin datang dengan niat baik, tetapi mereka menghadapi birokrasi yang telah lama terbiasa dengan budaya koruptif,” tulis Fukuyama.

Fukuyama menekankan bahwa tanpa reformasi kelembagaan yang kuat, pemberantasan korupsi hanya akan menjadi slogan politik tanpa implementasi nyata.

Korupsi sering kali dilanggengkan oleh sistem politik yang memungkinkan pejabat tinggi untuk menyalahgunakan kekuasaan. Sistem patronase dan oligarki membuat para elite politik saling melindungi, sehingga sulit bagi aparat penegak hukum untuk bertindak tegas terhadap pelaku korupsi di level atas.

Negara Gagal Perangi Korupsi

Beberapa negara yang memiliki pemimpin dengan visi besar namun gagal dalam memberantas korupsi dapat menjadi contoh nyata.

  1. Brasil di Bawah Dilma Rousseff Dilma Rousseff memimpin Brasil dengan ambisi membawa pertumbuhan ekonomi yang pesat. Namun, skandal korupsi yang melibatkan perusahaan minyak negara, Petrobras, membuat pemerintahan Rousseff runtuh. Korupsi yang melibatkan miliaran dolar ini membuktikan bahwa tanpa sistem pengawasan yang kuat, bahkan negara dengan ekonomi terbesar di Amerika Latin pun bisa terpuruk.
  2. Nigeria dan Janji Anti-Korupsi Muhammadu Buhari Presiden Nigeria, Muhammadu Buhari, menjabat dengan janji utama untuk memberantas korupsi di negara kaya minyak ini. Namun, setelah bertahun-tahun berkuasa, Nigeria tetap terjebak dalam budaya korupsi yang menghambat pembangunan. Laporan dari Transparency International menunjukkan bahwa indeks persepsi korupsi Nigeria tidak mengalami perbaikan signifikan selama kepemimpinan Buhari.
  3. Indonesia di Masa Orde Baru dan Reformasi Presiden Soeharto membawa Indonesia menuju pertumbuhan ekonomi yang pesat, tetapi di saat yang sama, korupsi menjadi hal yang lumrah di kalangan pejabat negara. Setelah reformasi, meskipun berbagai lembaga anti-korupsi dibentuk, praktik suap dan penyalahgunaan kekuasaan tetap sulit diberantas.

Negara-Negara Berhasil Perangi Korupsi

Sebaliknya, ada beberapa negara yang berhasil keluar dari jerat korupsi dan membangun pemerintahan yang lebih bersih.

Profesor Robert Klitgaard, seorang ahli tata negara dan pemberantasan korupsi, memberikan formula sederhana dalam bukunya Controlling Corruption:
Korupsi = Monopoli + Diskresi – Akuntabilitas

Ia menegaskan bahwa untuk mengurangi korupsi, sebuah negara harus menghilangkan monopoli dalam pengambilan keputusan, membatasi diskresi pejabat dalam kebijakan publik, dan meningkatkan akuntabilitas melalui transparansi serta partisipasi publik.

Beberapa negara yang berhasil menerapkan ini adalah:

  1. Singapura di Bawah Lee Kuan Yew Singapura dulunya adalah negara kecil dengan sumber daya terbatas dan tingkat korupsi yang tinggi. Namun, di bawah kepemimpinan Lee Kuan Yew, pemerintah melakukan reformasi besar-besaran terhadap birokrasi dan menerapkan hukuman berat bagi pelaku korupsi. Akibatnya, Singapura kini menjadi salah satu negara dengan pemerintahan paling bersih di dunia.
  2. Georgia dan Revolusi Mawar Georgia pernah menjadi negara dengan tingkat korupsi tinggi di era Soviet. Namun, setelah Revolusi Mawar pada 2003, Presiden Mikheil Saakashvili melakukan pembersihan besar-besaran di kepolisian dan birokrasi. Banyak pejabat korup dipecat, dan layanan publik diperbaiki dengan menerapkan sistem digitalisasi untuk mengurangi peluang suap.
  3. Skandinavia dan Budaya Transparansi Negara-negara seperti Denmark, Norwegia, dan Swedia dikenal dengan indeks korupsi yang sangat rendah. Hal ini karena mereka memiliki budaya transparansi yang kuat, sistem hukum yang independen, serta kebijakan yang melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan.

Dunia Bebas Korupsi ?

Profesor Daniel Treisman, seorang pakar politik dari University of California, Los Angeles (UCLA), berpendapat bahwa pemberantasan korupsi bukanlah sesuatu yang bisa dilakukan dalam satu generasi.

“Dibutuhkan kombinasi reformasi politik, perbaikan ekonomi, dan tekanan publik yang terus-menerus agar sebuah negara bisa keluar dari jerat korupsi,” kata Treisman dalam salah satu penelitiannya.

Ia menyoroti bahwa di era digital saat ini, teknologi bisa menjadi alat efektif dalam melawan korupsi. Digitalisasi layanan publik, sistem pemilu yang transparan, serta keterbukaan data bisa mengurangi celah bagi pejabat untuk melakukan penyimpangan.

Namun, tantangan terbesar tetap pada komitmen para pemimpin itu sendiri. Banyak kepala negara berbicara lantang soal anti-korupsi, tetapi di belakang layar, mereka justru melindungi kepentingan kelompoknya sendiri.

Mimpi besar setiap kepala negara untuk menjadikan bangsanya maju dan rakyatnya sejahtera sering kali kandas karena korupsi yang tak terkendali.

Negara yang gagal memberantas korupsi akan sulit berkembang, bahkan bisa terjebak dalam kemiskinan dan ketidakstabilan politik.

Namun, negara yang berani melakukan reformasi struktural, memperkuat hukum, serta meningkatkan transparansi memiliki peluang besar untuk keluar dari jerat korupsi.

Contoh sukses seperti Singapura, Georgia, dan negara-negara Skandinavia menunjukkan bahwa korupsi bisa dikendalikan jika ada kemauan politik yang kuat.

Pada akhirnya, dunia tanpa korupsi mungkin masih menjadi mimpi. Tetapi dengan upaya yang konsisten, harapan itu bisa semakin mendekati kenyataan.

Rakyat pun memiliki peran besar dalam memastikan bahwa pemimpin yang dipilih benar-benar memiliki integritas, bukan sekadar bermimpi besar dan hanya sebatas omon omon belaka
***

Oleh Bambang Eko Mei

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *