Kerusuhan di Inggris: Misinformasi, Islamofobia, dan Rasisme yang Menakutkan

waktu baca 3 menit
Demonstran sayap kanan di Liverpool (03/08) (Wikimedia Commons)

Oleh: Rizky Bangun Wibisono (Peneliti bidang Demokrasi & Hak Asasi Manusia di Nusantara Center of Social Research)

KEMPALAN – Kerusuhan besar yang saat ini melanda Inggris bermula dari insiden penusukan tragis di Southport, di wilayah utara Inggris. Seorang remaja berusia 17 tahun secara acak menyerang 13 anak perempuan berusia 6-11 tahun yang sedang latihan menari. Tragisnya, tiga dari mereka meninggal dunia. Pelaku segera ditangkap, namun identitasnya tidak diungkapkan ke publik karena usianya masih di bawah 18 tahun, sesuai dengan hukum Inggris yang melindungi identitas anak di bawah umur. Informasi yang dirilis hanya menyebutkan bahwa pelaku adalah seorang remaja berusia 17 tahun dari Banks, lahir di Cardiff.

Mengapa Kerusuhan Terjadi?

Misinformasi cepat menyebar di media sosial, terutama di kalangan kelompok ekstrem kanan yang anti-imigran. Mereka dengan cepat menuduh pelaku adalah seorang imigran muslim. Salah satu pemicu utama adalah akun Twitter milik Tommy Robinson yang sering menyebarkan propaganda anti-muslim. Akibatnya, terjadi kerusuhan di mana-mana. Kelompok muslim dan masjid menjadi sasaran utama para perusuh. Para perusuh juga menargetkan hotel-hotel yang digunakan sebagai penampungan sementara bagi pencari suaka.

Fakta di Balik Misinformasi

Kerusuhan yang cenderung anti-muslim ini sebenarnya dipicu oleh misinformasi bahwa pelaku adalah “imigran muslim”. Dua hari setelah kejadian penusukan, pelaku merayakan ulang tahunnya yang ke-18, sehingga identitasnya boleh dibuka ke publik. Ternyata, pelaku adalah seorang imigran dari Rwanda dan tidak ada hubungannya dengan kelompok Islam. Meski isu bahwa pelakunya bukan muslim sudah jelas, kelompok ekstrem kanan yang memang anti-imigran tidak peduli. Mereka tetap menganggap ini sebagai kesalahan imigran dan menggunakan kesempatan ini untuk mempersekusi semua imigran tanpa memandang agama.

Tanggapan Pemerintah dan Dampaknya

Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer, telah memberikan tanggapan keras terhadap situasi ini. Dalam konferensi pers, ia menyebut bahwa ini bukan protes, tetapi tindakan kekerasan oleh kelompok ekstrem kanan. Ia memberikan jaminan keamanan kepada komunitas Islam karena jelas target kekerasan ini adalah orang Islam dan orang kulit berwarna (people of colour). Starmer juga memastikan bahwa semua yang terlibat akan diproses hukum dengan cepat. Pemerintah Indonesia melalui Kedutaan Besar Inggris Raya dan Irlandia juga telah memberikan pernyataan dan peringatan untuk berhati-hati dan waspada dalam beraktivitas.

Isu yang Lebih Dalam

Kekerasan yang kita saksikan di Inggris ini jelas bersifat rasis dan Islamofobik. Serangan-serangan ini terhadap komunitas muslim dan minoritas etnis harus diidentifikasi dengan jelas dan dikutuk. Jika tidak, kelompok ekstrem kanan dan kekerasan mereka hanya akan semakin berani dan meningkat. Solidaritas dengan semua people of colour yang merasa tidak aman di negara ini sangat penting. Inggris memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga keselamatan warganya.

Saat ini, kita melihat kurangnya urgensi dalam menangani pawai kebencian rasis dibandingkan dengan tindakan berlebihan terhadap isu-isu lainnya. Ini adalah momen yang sangat berbahaya bagi politik Inggris. Isu kelompok ekstrem kanan ini sudah semakin memprihatinkan dan mereka terus mencari-cari alasan untuk meluapkan agenda kebencian mereka. Saat ini, targetnya adalah kelompok muslim.

Hal ini juga mengingatkan kita bagaimana media Inggris yang begitu keras mengejar Jeremy Corbyn karena tuduhan antisemitisme, tetapi membiarkan Liz Truss, Lee Anderson, dan Suella Braverman lolos dari retorika Islamofobik dan sekutu-sekutu mereka yang fasis. Kita harus waspada dan kritis terhadap ketidakadilan ini.

Kesimpulan

Dalam menghadapi situasi yang memanas ini, para pemimpin dan masyarakat harus bersatu melawan kebencian dan kekerasan yang didorong oleh misinformasi dan prasangka. Kejadian seperti ini bisa terjadi di mana saja. Saran kami, ketika kondisi memburuk, tinggalkan media sosial dan coba bicara langsung dengan teman-teman muslim di sekitar Anda. Lihat betapa mereka menghargai hidup berdampingan bersama. Hanya dengan demikian kita dapat menjaga keamanan dan keadilan bagi semua warga negara, tanpa memandang latar belakang mereka. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *