Joe Biden, di antara Ambisi Partai Politik dan Kekuasaan

waktu baca 4 menit
Joe Biden dalam debat perdana calon presiden (capres) Amerika (*)

WASHINGTON-KEMPALAN: Pilpres Amerika Serikat yang akan dilaksanakan pada November 2024 memunculkan banyak perdebatan dan kritik terhadap kemampuan Joe Biden dalam menjalankan pemerintahan lima tahun ke depan, setelah dunia luas menyaksikan sesi debat yang diselenggarakan oleh CNN pada 27/6/2024 di Atlanta, Georgia. 

Penampilan Biden dalam debat perdana calon presiden (capres) pada Kamis (27/6/24) waktu setempat sempat memicu kepanikan di kalangan anggota Partai Demokrat. Dalam debat tersebut, Biden nampak beberapa kali tersendat dalam berbicara dan kehilangan alur pikirannya. Hal tersebut memicu spekulasi tentang usia dan ketajaman mentalnya.

Pada hari Rabu, New York Times dan Washington Post merilis editorial bersama yang menyerukan Presiden Joe Biden untuk mempertimbangkan untuk mundur dari jabatannya, mengutip keprihatinan atas penurunan yang signifikan dalam kemampuan mental dan fisiknya.

Editorial tersebut mencatat bahwa sejak awal masa jabatannya, Biden telah dihadapkan pada serangkaian keputusan dan pernyataan publik yang menimbulkan pertanyaan serius tentang kejelasannya dan keputusannya. Para editor juga menyoroti penurunan yang terus-menerus dalam tingkat dukungan publik terhadap pemerintahannya, yang mereka anggap terkait erat dengan ketidakpastian yang disebabkan oleh kekhawatiran akan kepemimpinan yang efektif.

Meskipun memuji komitmen Biden terhadap kebijakan dan prinsip, editorial itu menyimpulkan bahwa tantangan-tantangan yang dihadapi oleh negara ini membutuhkan pemimpin yang dapat memberikan kejelasan dan keyakinan kepada publik Amerika. Dalam mengakhiri editorial tersebut, mereka menegaskan bahwa tindakan mempertimbangkan untuk mundur adalah langkah yang paling bijaksana dan bertanggung jawab bagi Biden untuk mempertimbangkan demi kebaikan bangsa. 

Reaksi terhadap editorial bersama ini telah menciptakan gelombang diskusi di antara para pengamat politik dan masyarakat luas, dengan beberapa mempertanyakan keputusan media besar untuk membuat pernyataan semacam itu, sementara yang lain menganggapnya sebagai refleksi dari kekhawatiran yang nyata atas arah pemerintahan saat ini.

Pembelaan diri dan istrinya

Atas kritik tajam dan desakan yang kuat agar dia mundur dari pencalonan  Presiden akhir bulan Juni kemarin, Presiden Joe Biden saat kampanye di Raleigh, N.C., Jumat, Juni. 28 Agustus 2024 menyatakan pembelannya lewat  pidato kampanye yang berapi-api. Biden berjanji untuk terus berjuang.

Dilansir dari VOA, Biden menyatakan, “Saya tidak berjalan semudah dulu. Saya tidak berbicara semulus dulu. Saya tidak berdebat sebaik dulu,” ujar Biden kepada para pendukungnya.

“Namun, saya tahu bagaimana mengatakan yang sebenarnya. Saya tahu bagaimana melakukan pekerjaan ini,” katanya yang disambut sorak sorai, sambil bersumpah “ketika Anda terjatuh, Anda akan bangkit kembali.”

Tim kampanye Biden mengakui bahwa debat perdana tidak memenuhi harapan mereka, tetapi menegaskan bahwa persaingan ketat dengan Trump belum berubah secara signifikan.

Jennifer O’Malley Dillon, ketua kampanye Biden, mengatakan dalam memo publik pada Sabtu bahwa jajak pendapat internal pasca-debat menunjukkan bahwa “opini pemilih tidak berubah.”

Dia menyatakan bahwa sebenarnya ada gelombang dukungan selama dan setelah debat, dengan berhasil mengumpulkan dana sebesar $27 juta pada Jumat malam.

Ibu Negara Jill Biden yang mendampingi Presiden dalam acara penggalangan dana di New York dan New Jersey, dengan semangatnya membela sang suami (Biden, 81 tahun) di tengah desakan agar ia mundur.

“Joe bukan hanya orang yang tepat untuk pekerjaan itu — dialah satu-satunya orang yang cocok untuk pekerjaan itu,” katanya pada salah satu penggalangan dana yang menampilkan aktor papan atas Sarah Jessica Parker dan Matthew Broderick, sebagai pembawa acara.

Biden berada di antara banyak kepentingan

Pencalonan presiden di sebuah negara membawa berbagai kepentingan politik dan kekuasaan yang signifikan, antara lain :

1. Pengaruh dan Kontrol : Presiden memiliki kekuasaan eksekutif yang luas, termasuk pengaruh atas kebijakan publik, anggaran negara, dan administrasi pemerintahan. Pencalonan presiden adalah cara untuk mengamankan kontrol atas sumber daya negara dan lembaga-lembaga penting.

2. Reputasi dan Legitimasi : Menjadi presiden memberikan pemimpin legitimasi konstitusional dan kekuatan simbolis. Pencalonan merupakan langkah penting untuk memperoleh dukungan publik, membangun citra positif, dan melekatkan identitas politik yang kuat.

3. Keamanan Politik : Mencalonkan presiden juga merupakan strategi untuk mempertahankan stabilitas politik dan keamanan di negara tersebut. Pemilihan presiden yang stabil dapat mencegah konflik internal dan menjaga kesatuan nasional.

4. Akses terhadap Sumber Daya : Pemimpin yang memegang jabatan presiden memiliki akses langsung terhadap sumber daya ekonomi, militer, dan diplomatik negara. Pencalonan merupakan jalan menuju kontrol terhadap kekayaan dan kekuatan nasional.

5. Pengaruh Luar Negeri : Sebuah negara dapat menggunakan pemilihan presiden untuk memperkuat posisi geopolitiknya di tingkat internasional. Kepentingan eksternal dan hubungan diplomatik sering kali dipertimbangkan dalam proses pencalonan presiden.

6. Keseimbangan Kekuasaan : Dalam sistem pemerintahan yang terbagi kekuasaan, seperti republik presidensial, pencalonan presiden memainkan peran penting dalam menjaga keseimbangan antara kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

7. Perubahan Sosial dan Ekonomi : Visi dan program presiden yang diusung selama kampanye bisa mempengaruhi arah perubahan sosial, ekonomi, dan budaya negara. Pencalonan merupakan kesempatan untuk mempromosikan agenda perubahan yang diinginkan.

Pada intinya, pencalonan presiden bukan hanya tentang memperebutkan jabatan tertinggi di negara, tetapi juga mengenai bagaimana kepentingan politik, kekuasaan, dan visi kepemimpinan dapat diwujudkan untuk kebaikan negara dan masyarakatnya. 

Itulah kenapa, walaupun banyak desakan mundur terhadap dirinya, namun karena banyak kepentingan di belakangnya, dia tetap ngotot maju. Posisi Biden sekarang ini tidak beda jauh dengan Jokowi pada saat perhelatan pilpres Indonesia sebelumnya. (Nur Izzat Anwari/berbagai sumber)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *