ChatGPT dan Masa Depan Manusia

waktu baca 6 menit
Foto: magdalene.co

KEMPALAN: Apakah teknologi akan menggeser peran manusia dan membuat manusia menganggur? Pertanyaan klasik itu muncul setiap kali muncul teknologi baru. Saat ini publik tengah memperbincangkan kemunculan teknologi baru ChatGPT yang disebut-sbut bakal mengambil alih banyak peran manusia.

Chat GPT adalah tools Chatbot berbasis kecerdasan buatan, artifial intelligence (AI) dari OpenAI. Belakangan ini, Chat GPT tengah naik daun. Chat GPT kini banyak digunakan orang karena chatbot AI gratis ini bisa menjawab berbagai pertanyaan secara luwes, tidak kaku seperti robot. Alat ini juga bisa menulis narasi dengan bagus, dan bahkan bisa menghasilkan larik-larik kalimat puisi.

Chat GPTyang berbasis teknologi AI ini bisa melakukan berbagai hal dengan cepat dan ringkas. Pekerjaan yang selama ini dilakukan manusia dan memakan waktu lama bisa diambil alih alat ini dengan lebih cepat dan akurat.

Pekerjaan kantor seperti analisa perilaku konsumen, biasanya membutuhkan waktu untuk riset. Tetapi dengan Chatbot ini analisa perilaku konsumen dapat dilakukan dengan mudah dan cepat. Pekerjaan layanan seperti customer service yang biasanya dilakukan manusia akan diambil alih oleh Chat GPTkarena lebih efektif dan efisien.

Chat GPTjuga dapat membantu mengoptimalkan dan meningkatkan efisiensi di berbagai sektor industri, seperti manufaktur, keuangan, dan transportasi. Keahliannya menjawab pertanyaan terkait berbagai macam ide membuat pekerjaan seperti content writing dan copywriting akan diambil alih oleh mesin dari manusia.

Chatbot ini dapat digunakan untuk melakukan berbagai tugas yang berkaitan dengan bahasa, seperti menerjemahkan bahasa, memahami bahasa alami, dan menghasilkan teks baru dengan gaya dan topik yang diinginkan. Saat ini, penggunaan Chat GPToleh kalangan praktisi informatika masih relatif baru dan terbatas. Namun, perkembangan dari teknologi ini akan semakin luas di masa depan
Chat GPTsering dipakai pelaku industri kreatif untuk mencari konsep. Hal ini dapat menciptakan layanan yang lebih baik, cepat, dan murah. Perusahaan-perusahaan besar akan mengadopsi teknologi untuk menggantikan manusia karena efisiensi akan menghasilkan produktifitas yang lebih tinggi.

BACA JUGA: Pajak dan Demokrasi

Manusia mulai menyadari segala sesuatu sebagai sebuah algoritma. Algoritma merupakan rangkaian kode yang diperlukan untuk mencapai tujuan. Misalnya jika ingin membuat kue, maka algoritmanya memerlukan rangkaian langkah-langkah seperti mencampur bahan, mengaduk, mencetak dan memanggang. Dunia kemudian dianggap sebagai sebuah algoritma yang bisa dikuasai manusia dengan mengembangkan ilmu pengetahuan untuk menaklukannya.

Pekerjaan koki atau chef yang dulu hanya bisa dilakukan oleh manusia akan diambil alih oleh Chatbot. Pekerjaan jurnalis dan sastrawan yang dulu hanya bisa dilakukan oleh manusia yang punya keterampilan khusus, sekarang terancam akan diambil alih oleh mesin berbasis algoritma dan kecerdasan buatan.

Ilmu kedokteran yang dulu dikuasai manusia, sekarang pelan-pelan sudah diambil alih oleh mesin. Operasi berbagai macam penyakit akan diambil alih oleh mesin, karena akurasinya jauh lebih tinggi ketimbang dokter spesialis.

Kemajuan teknologi memungkinkan manusia melakukan apa saja. Banyak manusia yang kemudian merasa bahwa teknologi akan menggantikan peran Tuhan. Ahli filsafat sejarah Prof. Yuval Noah Harari mengatakan bahwa kemajuan teknologi sekarang membuat manusia ingin mengambil alih peran tuhan.

Dalam bukunya ‘’Homo Deus’’ Harari mengatakan teknologi telah menggeser peran agama. Ketika doa dan puja-puji dianggap belum tentu memberikan secara nyata dalam wujud material apa yang diinginkan manusia, ilmu pengetahuan dan teknologi menjanjikan suatu kepastian hasil.

BACA JUGA: Aib Pajak Sri Mulyani

Menurut Harari, ketika belum menemukan ilmu pengetahuan, manusia menyembah alam. Setelah itu muncul ide mengenai agama yang memperkenalkan konsep Tuhan. Tetapi, kemudian manusia menemukan pencerahan dan bisa memaksimalkan peran otaknya untuk menciptakan ilmu pengetahuan.

Manusia yang merasa tercerahkan menemukan bahwa nasib manusia tergantung kepada manusia sendiri, bukan yang lain. Kalau manusia bisa menundukkan alam, maka ia akan menjadi penguasa alam.

Ketika manusia masih berpikiran kuno mereka menyembah Firaun. Setelah menemukan ilmu pengetahuan mereka tidak lagi menyembag Firaun. Sebagai gantinya mereka menyembah Tuhan baru, misalnya Elvis Presley.

Manusia dulu memuja Firaun bagai Tuhan, melakukan apa yang disuruh olehnya, bahkan memujanya ketika dia sudah mati. Ternyata ribuan tahun setelah Firaun, manusia masih melakukan hal yang kurang lebih sama dengan pemujaan terhadap bintang pop, idola, atau tokoh politik kesayangan. Teknologi dan media sosial saat ini bahkan memungkinkan manusia untuk mengikuti gerak-gerik idolanya tiap saat, dan kecenderungan pemujaan dan pemaknaan terhadap idola mereka pun meningkat seiring aktivitas pemujaan tersebutt.

Harari yang punya latar belakang Yahudi-liberal—ia menikah dengan sesama laki-laki—terkesan melecehkan peran agama dalam masyarakat modern. Ia melihat agama hanyalah sebuah fiksi yang dipercayai orang banyak, sehingga menjadi penuntun hidup, walaupun manfaat agama tidak dapat dirasakan secara riil. Berbeda dengan pertumbuhan ekonomi, kapitalisme, dan materialisme yang dianggap bisa menyelesaikan masalah secara nyata.

BACA JUGA: Ronaldo, Muhammadiyah, dan Ka’bah Baru

Teknologi yang melahirkan kemajuan kedokteran dan farmasi juga dianggap menggantikan peran agama. Harari memberi contoh bagaimana antibiotik dapat lebih nyata menyembuhkan manusia jika dibandingkan dengan doa.

Sebenarnya sudah bisa diduga, ketika manusia memilih mengedepankan teknologi dan mengesampingkan norma dan etika, maka kekacauan lah yang akan terjadi. Kedokteran abad ke-20 bertujuan untuk menyembuhkan orang sakit, sedangkan kedokteran abad ke-21 bertujuan untuk memperbarui orang sehat.

Orang tua bisa saja memiliki prinsip dan menolak memberikan suplemen untuk membuat anak menjadi lebih pintar bahkan jenius, namun apa yang terjadi ketika anak-anak lain menjadi jenius karena diberikan suplemen itu dan anak Anda tertinggal? Tidakkah pada akhirnya kita ikut memanfaatkan temuan kedokteran canggih itu?

Harari menjabarkan bahwa gambaran hipotesis situasi tersebut mungkin tidak lama lagi bisa terjadi di dunia kita sekarang. Intinya, manusia berlomba-lomba menjadi yang terbaik, terhebat, teratas, terdepan, bagaimanapun caranya.

BACA JUGA: Zainudin Amali Membuka Pintu Resafel

Selain pembaruan terhadap manusia, teknologi juga memberikan kemungkinan tak terbatas pada pengembangan kecerdasan buatan. AI digambarkan sebagai pedang bermata dua. Manusia diharapkan untuk tetap bijaksana dalam menghadapi segala sesuatu. Namun, dari hari ke hari hal ini akan terasa makin sulit untuk dilakukan.

Di saat manusia makin terlena karena kemudahan teknologi, robot dan algoritma akan mengambil alih peran manusia. Manusia akan menjadi budak teknplogi karena manusia dengan sukarela menyerahkan semua data kepada mesin.

Manusia dengan senang hati menyerahkan data kepada komputer, tablet, smartphone, yang secara global terhubung melalui keajaiban internet. Semua data itu menjadi big data yang tersimpan di cloud atau awan data. Dengan data itu lahirlah mesin pintar yang bisa menjawab nyaris semua pertanyaan dan kebutuhan manusia.

Sejumlah ilmuwan yang berkumpul di Eropa mendiskusikan kemungkinan munculnya teknologi yang bisa melahirkan manusia super dengan otot kawat tulang besi ala Gatotkaca, dan kecerdasan super jenius melebihi Einstein. Ketika bayi masih menjadi embrio, ilmu kedokteran bisa mendeteksi semua kelemahan otak dan mengantisipasi berbagai macam penyakit berbahaya. Kelemahan-kelemahan itu kemudian bisa diantisipasi lebih awal untuk menghasilkan manusia super.

BACA JUGA: Profesor Joki

Dengan kemajuan teknologi secanggih itu bagaimana masa depan Tuhan dan agama? Firaun sudah menemukan kehancurannya sendiri akibat bermain sebagai Tuhan. Humanisme kolektif mewujud dalam komunisme yang akhirnya hancur. Humanisme individual dalam bentuk Nazisme Hitler juga menemui kehancuran. Kapitalisme-liberal pun akan menemui nasib yang sama ketika bermain sebagai Tuhan dan mengambil alih peran agama.

Ilmu pengetahuan dan teknologi bisa menghasilkan apa saja. Tetapi, teknologi tidak bisa memproduksi aqal, qalbu, dan ruh. Disitulah peran Agama dan Tuhan yang tidak bisa digantikan oleh teknologi. (*)

Editor: DAD

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *