Hartawan

waktu baca 2 menit
M. Djupri dan istri (*)

KEMPALAN: “Kamu sekarang sudah kaya ya, Mang,” ujar M. Djupri (Al Fatihah) yang lantas menambahi dengan senyum kecil.

Saat itu M. Djupri bersama teman-teman seniman muda dari Grup Diskusi Sastra ‘Sanggar 6 Januari 73 Art’, seperti Toto Sonata, Ismoe Rianto, Suharmono K, Sam Rachmat, DS Yono (Al Fatihah), Herry Susanto, Bambang Indrianto, Samiran, dan sejumlah sosok lagi, baru saja tiba di kamar kontrakan saya di kawasan Karang Asem, Surabaya, untuk menjenguk saya yang sedang sakit, yang lantas dibuka dengan pernyataan Djupri itu.

Mendengar kata-kata M. Djupri, saya agak heran bahwa Djupri yang dikenal pendiam, ternyata bisa juga membuat guyonan.

“Wah kamu, ternyata bisa juga guyon…,” kata saya yang lantas saya balas dengan senyum pula.

“Ndak, ini ndak guyon. Ini serius …,” kata Djupri.

(M. Djupri selain dikenal sebagai wartawan juga penyair dan cerpenis. Karier kewartawanannya dimulai sebagai redaktur di Tabloid Mingguan Mahasiswa yang lantas menjelma menjadi Harian Memorandum. Setelah itu Djupri yang istrinya Hardini Irawati yang juga berkarier di Harian Memorandum, pindah ke Malang menjadi redaktur Harian Suara Indonesia. Sebelum berpulang pada tahun 2013, Djupri adalah redaktur pelaksana Tabloid Teduh). 

Saya masih memendam rasa heran sambil berpikir, pasti teman-teman sedang ngerjain saya yang maksudnya dalam rangka menghibur supaya saya cepat sembuh.

Rupanya Toto Sonata yang tidak tega melihat saya penasaran, menjelaskan: “Tadi sekitar 30 meter dari rumah Anda, kami tanya posisi persisnya rumah Anda kepada seorang wanita sepuh. Lantas beliau menjawab: Rumah mas Amang yang hartawan itu ya. Terus saja, kira-kira 20 meter belok kiri, masuk gang. Di pojokan itu rumah Mas Amang — sambil tangan ibu sepuh itu menunjuk arah rumah Anda”.

Semua teman-teman tertawa mendengar penjelasan Toto tentang ibu itu, yang maksudnya ‘wartawan’ tapi diucapkan ‘hartawan’. 

Lantas peristiwa besuk sekitar 45 tahun itu dilanjutkan ngobrol ngalor-ngidul dengan gayeng, yang ajaib kepala saya yang sebelumnya pusing berat seperti ditindih kantong  beras sepuluh kilogram, jadi terasa seringan kapas …

Amang Mawardi – penulis, tinggal di Surabaya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *