Surat dari Honolulu (4): Mengenal Mormon, Agama Kreatif ala Amerika Serikat
Reza Maulana Hikam (Mahasiswa S2 Sejarah, University of Hawai’i at Manoa)
HONOLULU-KEMPALAN: Mata kuliah “Agama dan Konflik dalam Sejarah Amerika”, diampu oleh Prof. Kathleen M. Sands, mengajak mahasiswanya untuk melihat gesekan berbau agama di AS, salah satunya berkaitan dengan Mormon, atau dikenal juga dengan nama “The Church of Jesus Christ of Latter-Day Saints” (LDS Church).
Materi mata kuliah itu tidak berfokus kepada teologi supernatural yang diajarkan oleh agama-agama di Amerika Serikat, tapi lebih kepada peranan agama dalam kehidupan publik serta dampaknya kepada masyarakat. Konflik, dalam kelas ini, lebih menekankan juga kepada konflik wacana, walaupun juga menilik konflik fisik yang muncul akibat perbedaan pendapat terkait letak agama dalam kehidupan bermasyarakat.
Mormon sendiri adalah nama orang yang dianggap sebagai keturunan dari suku Israel yang bermigrasi ke Amerika Serikat di bawah bimbingan Lehi, salah satu nabi yang mereka percayai. Lehi memiliki dua anak, Nephi dan Laman. Jadi, penduduk asli Amerika Serikat dianggap sebagai keturunan dari suku Israel.
Nephi tumbuh menjadi anak yang berbakti dan cinta damai, memunculkan kelompok yang bernama Nephites. Sementara Laman, yang merupakan kakak tua dari Nephi, menjadi orang yang memberontak terhadap Lehi dan Nephi, keturunannya disebut Lamanites.
Pada suatu titik dari sejarah Nephites dan Lamanites, yang terakhir ini memenangkan pertarungan dan hampir membabat habis yang pertama. Mormon, beserta anaknya, Moroni, adalah garis terakhir dari para Nephites. Mormon membuat catatan yang nantinya menjadi kitab suci LDS Chuch, “The Book of Mormon”.
Kitab suci ini dikubur oleh Moroni yang selama beberapa abad, muncul di hadapan Joseph Smith (junior) untuk mengatakan bahwa Joseph adalah orang terpilih (nabi) untuk menyebarkan karya Mormon. Ia ditugaskan untuk menggali sebuah tempat di mana Moroni menguburkan buku tersebut. Joseph harus menerjemahkan dan menyebarkan ajaran Mormon.
Ketika menyebarkan agama barunya, Joseph Smith menghadapi banyak perlawanan, tapi juga penganut, bahkan pengikutnya dipersekusi. Hal ini menyebabkan dirinya memilih untuk migrasi ke Illinois dan membangun kota yang ia namanyan Nauvoo. Di sana, ia menjadi kepala pemerintahan maupun agama, bahkan juga menjadi jenderal milisi.
Smith yang merasa dirinya dan penganut agamanya tidak terlindungi oleh Amandemen Pertama Konstitusi Amerika Serikat, memilih untuk mencalonkan diri menjadi presiden. Nahasnya, sebelum pemilu AS dimulai, ia tewas terbunuh.
Akan tetapi, kisah Agama Mormon tidak berhenti di sana. Pengikut Joseph Smith sekarang mengikuti arahan dari Brigham Young yang bermigrasi lagi ke wilayah yang mereka beri nama Deseret. Pada saat migrasi, kawasan tersebut masuk ke dalam wilayah Kekaisaran Meksiko. Setelah Perang AS-Meksiko, wilayah itu masuk ke dalam kawasan AS di bawah pemerintah federal (berbeda dengan negara bagian yang bisa membuat aturan sendiri).
Brigham Young menjadi gubernur dan Deseret berubah menjadi Utah yang luas wilayahnya saat itu hampir dua kali lipat daripada sekarang. Di Utah, Mormon bisa bebas mempraktikkan agamanya tanpa terganggu, namun para senator AS menyerang praktik poligami yang pada saat itu masih dianut oleh Mormon yang disebut sebagai celestial marriage. Namun, Utah adalah salah satu dari sedikit kawasan/negara bagian AS yang memperbolehkan perempuan untuk memilih.
Kasus paling terkenal terkait poligami ini adalah persidangan George Reynolds yang menganggap bahwa poligami perlu dilindungi oleh konstitusi karena wujud dari praktik agama, dan Amandemen Pertama Konstitusi Amerika Serikat melindungi kebebasan beragama, termasuk praktiknya. Kasus ini selanjutnya akan dikenal sebagai Reynold v. the United States. Hasilnya adalah Mahkamah Agung AS melarang praktik poligami.
Mormon sendiri masuk ke Honolulu dengan kedatangan George Q. Cannon. Ia pernah menjadi anggota Kongres AS dan juga penganut Mormon. Cannon menjadi salah satu misionaris Gereja LDS untuk dikirim ke Kerajaan Hawaii yang pada saat itu belum menjadi bagian dari Amerika Serikat. Selain itu ada juga Orson Pratt, seorang pendeta Mormon yang membela poligami sebagai praktik keagamaan.(Reza Hikam)
![](https://kempalan.com/wp-content/uploads/2022/12/KEM-24x24.png)