Jagong Budaya dan Mantu
KEMPALAN: Lelaki itu bernama Bagus Putu Parto, seorang alumni ISI Jogja ini, lahir di Blitar 2 Juni 1967. Kini bersama istrinya, Endang Kalimasada lebih banyak berkesenian di Rumah Budaya Kalimasada, dengan kredo “Gerakan Kebudayaan Dari Rumah Tangga”.
Rumah Budaya ini telah menerbitkan 15 judul buku, baik kumpulan puisi, cerpen atau esai. sebagai bukti saksi peradaban. Menandai masih ada denyut kesenian di rumah budaya ini.
Catatan saya, bahwa Rumah Budaya Kalimasada (RBK) di Gogodeso Blitar, telah berkali-kali terbitkan buku sastra, baik cerpen, esai, maupun puisi.
Jika mau catat kumpulan puisi yang pernah terbit, antara lain: Kata Cookies Pada Musim (2015), Menanam Ingatan (2016), GIR (2019), KM-0 (2020), Bio-grafi Tepung (2021), Perahu Perak (2021), dan berakhir Di Pelaminan Angin Berbisik/DPAB. (2023).
Hampir semua buku puisi itu biasanya dibacakan di RBK yang pemiliknya Bagus Putu Parto dan istrinya Endang Kalimasada, pada halaman rumah di bawah pohon rambutan yang sedang berbuah. Tajuknya “Pesta Puisi Musim Rambutan” yang biasanya diadakan setiap tahun, kecuali saat masa pandemi.
Pada terbitan DPAB kali ini, dibarengkan acara ngunduh mantu anaknya pertama bernama Kalimasada, sekaligus acara “Dialog Budaya & Baca Puisi Buku Anyar Di Pelaminan Angin Berbisik” tersebut.
Menariknya buku yang memuat tulisan puisi 57 penyair Jatim, Jateng, Jabar, DIY, dan Jakarta. Hampir semuanya bertemakan perkawinan, dan berisi banyak doa-doa terbaik bagi pengantin anaknya Bagus dan Endang.
Gelaran dialog budaya baca puisi buku itu, ada tiga doktor yang jadi narasumber atau tepatnya tausiah membedah karya-karya puisinya. Mereka adalah Dr. Tengsoe Tjahjono, Dr. Tjahjono Widianto, dan Dr. Sutejo; yang ketiganya bicara di panggung selepas acara baca puisi.
Pada jagong budaya itu tidak semuanya penyair hadir, dan yang menarik malam itu (9/7/2023), yang baca puisi malah istri para penyair: Istrinya Tengsoe Tjahjono, Aming Aminoedhin, Endang Kalimasada, Arif Affandi, lantas istrinya Tjahjono Widianto, dan istri penyair Ponorogo Sapta Arief.
Yang pasti ada sejarah baru, langkah baru acara “Jagong Budaya RB Kalimasada.” Kali ini agak lain. Ada semacam lomba baca puisi perempuan, termasuk istri para penyair tampil. Ampuh nian! Bagus memang selalu buat acara sastra, bahkan ketika ngunduh mantu, ada acara baca puisi.
Dalam buku Di Pelaminan Angin Berbisik ini, juga ada pengantar yang merupakan wejangan Endang Kalimasada kepada anak lelakinya Kalimasada tersebut, dengan judul Surat Kunti Untuk Puntadewa. Sedangkan Dr. Tengsoe Tjahjono pengantarnya “Menempuh Gelombang Cinta Meraih Impian di Pulau Jauh” yang mengurai puisi-puisi yang termuat dalam buku tersebut. Lantas epilog buku ditulis mantan Wakil Walikota Surabaya, Arif Affandi berjudul “Mantu, Etalase Capaian Orang Tua.”
Rumah Budaya Kalimasada-Blitar memang telah berkali-kali pentaskan sastra puisi, pamer lukisan, pentas teater, dan banyak lagi. Hal ini telah dilakukan sejak lebih dua dasawarsa yang lalu, dan itu digelar selalu sukses dalam gelarannya. Perhelatannya ditangani hanya berdua Bagus Putu Parto dan istrinya, Endang Kalimasada; sebagai komando utamanya.
Betapapun begitu, terkadang ia merasa bahwa “waktu” bisa mendewasakan dalam bingkai waktu, yang membuat saya sering tak berdaya. Maka lahirlah rindu akan kesunyian dan harapan-harapan yang indah di hari depan. Benarkah demikian? Baca catatan kecil dan puisinya di minggu ini.
*(Aming Aminoedhin).**