Mobil Bodong Risma

waktu baca 4 menit
Tri Rismaharini

KEMPALAN: Orang Jawa punya istilah ‘’watak watuk’’ untuk menyebut seseorang yang punya tabiat kurang baik. Watuk atau penyakit batuk, bisa diobati. Tetapi, watak atau tabiat buruk dibawa sampai mati. Watak disandingkan dengan watuk karena dua-duanya dianggap sebagai penyakit. Watuk termasuk penyakit fisik, sedangkan watak masuk kelompok penyakit psikologis

Ungkapan itu, mungkin bisa menggambarkan kebiasaan Menteri Sosial Tri Rismaharani yang suka mengerjakan hal-hal remeh temeh diliuar tugasnya sebagai menteri. Sejak menjadi walikota Surabaya, Risma suka mengerjakan hal-hal kecil yang tidak biasa dilakukan oleh seorang pejabat.

Risma juga terkenal dengan temperamennya yang bersumbu pendek. Ia seringkali memarahi dengan keras anak buahnya yang dianggap tidak memberi pelayanan maksimal kepada warga. Risma pernah mendamprat anak buahnya yang mengobrol ketika ia memberi briefing dalam sebuah upacara.

Gaya kepemimpinan temperamental ala Risma ini banyak dipuji orang, karena terbukti bisa memotivasi anak buahnya supaya bekerja maksimal. Tetapi, gaya ini mendapat cibiran dan beberapa kalangan lain karena dianggap berlebihan. Banyak juga yang menilai gaya Risma ini tidak orisinal tetapi dibuat-buat seperti pencitraan.

Kebiasaan Risma mengerjakan hal-hal kecil juga menjadi trade mark tersendiri. Risma suka turun ke jalan mengatur lalulintas yang macet. Kebiasaan ini sering dilakukannya dalam perjalanan dari rumah pribadinya di daerah Wiyung, bagian selatan Surabaya, ke kantornya di Balaikota Surabaya. Dalam banyak kesempatan, Risma tiba-tiba turun dari mobil dinasnya dan berdiri di perempatan jalan mengatur lalulintas seperti layaknya polisi cepek.

Risma juga sering menanam sendiri berbagai jenis tanaman di taman dan menyiraminya. Dia juga sering turun ke jalan berbasah-basah mengecek daerah yang sedang dilanda banjir. Dia juga sering mengambil selang air dan menyemprot jalan yang kotor.

Kebiasaan ini menjadi ciri khas Risma yang membuatnya terkenal sebagai walikota yang sukses membenahi Surabaya. Kebiasaan ini oleh banyak kalangan dianggap baik karena memberi contoh bagaimana seorang pejabat tidak risih mengerjakan hal-hal yang kecil. Tetapi, bagi sebagian lainnya gaya Risma ini dianggap lebay karena tidak sesuai dengan tupoksinya. Mengatur lalu lintas, misalnya, sudah menjadi tupoksi polisi. Ketika ada orang lain yang mengambil alih tugas ini tentu bisa menimbulkan salah persepsi.

Karena sudah menjadi watak yang sukar diubah maka kebiasaan ini tetap dilakukan Risma setelah menjadi menteri sosial di Jakarta. Salah satu yang dilakukan oleh Risma adalah mencuci mobil dinas di kantornya. Foto Risma mencuci mobil dengan semprotan air viral di media sosial dan mendapat komentar ramai dari netizen.

Seperti biasanya, ada yang pro dan ada yang kontra. Yang pro menganggap Risma memberi contoh kepada anak buah supaya mengerjakan sendiri tugas yang bisa dikerjakan tanpa harus mengandalkan pembantu. Tapi yang kontra menganggapnya dramaturgi, bagian dari pencitraan.

Bukan kali ini saja Risma membuat heboh dengan watak semacam itu. Pada awal-awal menjadi menteri Risma tiba-tiba sidak dengan turun ke bantaran sungai di dekat kantornya. Risma juga melakukan sidak ke Jl Sudirman dan menemukan pemulung yang tinggal disitu. Usut punya usut ternyata pemulung itu settingan.

Risma membuat geger lagi ketika tiba-tiba melakukan sujud ke kaki seorang tunanetra yang berdialog dengannya di Bandung. Tunanetra itu menagih janji Risma untuk membangun fasilitas pendidikan bagi difabel di Bandung. Perdebatan antara Risma dan tunanatra itu makin panas. Tiba-tiba Risma bersujud di depan tunanetra itu.

Aksi sujud ini ternyata menjadi watak Risma yang sudah dibawanya dari Surabaya. Ketika berdialog dengan dokter yang menangani Covid-19 di Surabaya, Risma dikritik oleh seorang dokter karena ada miskoordinasi di jajarannya. Tiba-tiba Risma yang duduk di meja depan berdiri dari kursinya dan berlari kea rah dokter dan kemudian bersujud.

Itulah sederetan watak yang dilakukan Risma sejak dari Surabaya sampai ke Jakarta. Kali ini Risma terkena batunya. Aksi cuci mobil berbuntut panjang. Debat antar netizen yang pro dan kontra akhirnya membuka fakta, ternyata mobil yang dicuci Risma bodong alias belum melunasi pajak. Sebuah investigasi dari netizen yang bermata elang berhasil menulusuri mobil dinas berplat merah itu, dan menemukan bahwa pajak mobil itu belum terbayar.

Humas Kementerian Sosial mengatakan bahwa pajak mobil itu terlambat dibayar karena adanya restrukturisasi di Kementerian Sosial. Selama ini ada tiga direktorat jenderal yang dimampatkan menjadi dua direktorat saja. Akibatnya ada mobil dinas dirjen yang tidak terpakai. Mobil yang tidak terpakai itulah yang akhirnya menunggak pajak.
Peristiwa ini terjadi pada timing yang tidak tepat. Ketika masyarakat geger oleh pelanggaran pajak yang dilakukan oleh pejabat pajak dan beberapa pejabat di kementerian keuangan, ternyata ada pelanggaran pajak di kementerian lain. Ini memang persoalan kecil, karena hanya menyangkut pajak kendaraan bermotor. Tetapi, persoalannya adalah pada ketaatan membayar pajak.

Pemerintah mengampanyekan ketaatan membayar pajak secara masif. Masyarakat yang terlambat membayar pajak akan dikejar-kejar sampai ke lubang semut. Tetapi, ternyata ada institusi negara yang terlambat membayar pajak dan baru mengurus setelah diributkan oleh netizen.

Kasus Rafael Alun Sembodo terbongkar setelah KPK memeriksa laporan LHKPN (laporan harta kekayaan pejabat negara) yang ternyata banyak yang bodong. Mungkin kalau LHKPN pejabat di Kementerian Sosial diperiksa, akan terjadi juga kebodongan-kebodongan seperti kasus Rafael Alun Sembodo.

Kalau urusan pajak kecil saja teledor, apalagi urusan pajak yang lebih besar. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *