DOM dan DOI

waktu baca 6 menit

KEMPALAN: ACEH pernah dijadikan sebagai daerah operasi militer atau DOM pada 1990 sampai 1998. Operasi itu dilakukan oleh militer Indonesia untuk menghadapi perlawanan Gerakan Aceh Merdeka atau GAM yang mendapat dukungan luas dari rakyat Aceh.

Pelaksanaan DOM dihentikan, tapi luka yang ditinggalkan cukup dalam dan masih terasa sisanya. Sejarah perlawanan masyarakat Aceh terhadap pemerintah Indonesia membentang cukup panjang. Di awal kemerdekaan, Aceh menjadi penyokong kemerdekaan Indonesia yang paling kuat. Pemimpin Aceh Daud Beureueh memobilisasi rakyatnya untuk patungan membantu pemerintah Indonesia membei pesawat terbang. Dari patungan itulah bisa terbeli pesawat Seulawah yang menjadi pesawat kepresidenan pertama Indonesia.

Tetapi kemudian terjadi kesalahpahaman dan kekecewaan, yang akhirnya memunculkan gerakan untuk memerdekakan diri dari Indonesia dengan munculnya GAM. Pemerintah Indonesia merespons gerakan separatisme itu dengan menjadikan Aceh sebagai DOM dan melakukan operasi militer besar-besaran di wilayah itu.

BACA JUGA: Nasdrun

Sudah hampir seperempat abad status DOM dicabut, tapi luka sebenarnya belum benar-benar pulih 100 persen. Masih banyak sisa-sia pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang belum diusut tuntas, dan hal itu seolah menjadi luka yang belum kering sampai sekarang.

Selama DOM terdapat ribuan orang hilang serta ditangkap secara sewenang-wenang tanpa adanya prosedur hukum yang jelas, selain itu banyak yang dieksekusi di depan umum. Ratusan perempuan bahkan anak di bawah umur diduga mengalami tindak kekerasan seksual. Banyak yang kehilangan tempat tinggal dan menjadi pengungsi di negerinya sendiri karena rumah mereka dibakar.

Operasi militer tersebut kemudian berakhir setelah Presiden Soeharto jatuh. Pada 7 Agustus 1998 status DOM Aceh dicabut oleh Presiden B.J Habibie. Tetapi kekerasan belum benar-benar berhenti. Langkah ‘‘Jeda Kemanusiaan’’ pada 2000 sebagai kebijakan untuk menghentikan konflik berkepanjangan antara pemerintah Indonesia dan GAM tidak benar-benar menghasilkan perdamaian. Berbagai kekerasan dan pelanggaran HAM masih terus terjadi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *