Faktor Peningkatan Migrasi Haiti di Amerika Selatan melalui Teori Migrasi Lee
MIGRASI di Haiti memiliki permasalahan yang cukup kompleks dan perlu mempertimbangkan keterkaitan relasinya antara kerentanan multi-dimensi, yakni, ekonomi; ekologi; dan politik, dari penduduk lokal di negara asal.
Berdasarkan data Bank Dunia Haiti menjadi negara dengan tingkat migrasi tertinggi di Karibia, tercatat bahwa sekitar 1,3 juta orang tinggal di luar negeri dan mendekati 15 persen populasi di Haiti yang melakukan migrasi (Audebert, 2012).
Data Migration Policy Institute (MPI) dari PBB pada 2020 menunjukkan migran Haiti ke Chili sebanyak 237,000 orang, sementara migran Haiti ke Brazil sebanyak 143,000 orang.
Secara historis, migrasi Haiti juga terombang-ambing antara status legal dan ilegalnya. Pada tahun 2021, diketahui hampir 7.000 orang menyeberang, dan 99,7 persen migran bermigrasi secara ilegal (Yates, 2021).
Apabila dilihat dalam perekaman pengalaman migrasi Haiti, merefleksikan kemunculan kebijakan ketat negara-negara Utara yakni, Prancis; Amerika Serikat; dan Kanada; sebagai tujuan prioritas migrasi Haiti, dalam menerima migrasi dari Pulau Karibia (Chishti dan Sarah, 2016).
Akibatnya, migran Haiti membentuk rute migrasi baru di Amerika Selatan, khususnya Brasil dan Chili. Peningkatan migrasi Haiti ini kemudian menimbulkan permasalahan baru di kawasan Amerika Selatan.
Namun, diskriminasi dalam kebijakan dan sentimen anti-imigran serta rasisme yang diterima migrasi Haiti di Amerika Selatan membuka rute migrasi Haiti lagi ke Utara.
Dalam jurnal opini berikut, penulis akan menjelaskan terkait: Bagaimana peningkatan migrasi Haiti di Amerika Selatan dianalisis melalui faktor pendorong dan penarik dari teori migrasi Lee?
NEXT: Teori Migrasi Lee: Faktor,…
