Azan

waktu baca 6 menit
ILUSTRASI: Loadspeaker (Foto: Grandyos Zafna/detikcom)

KEMPALAN: Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas membuat gebrakan lagi. Kali ini ia mengeluarkan surat edaran tatacara penggunaan pengeras untuk azan di masjid dan musholla. Aturan ini sebenarnya sederhana, tapi menjadi sumber kontroversi yang luas dalam praktik beragama di Indonesia.

Masyarakat menyebutnya toa atau loudspeaker, pengeras suara yang menjadi ciri khas masjid di Indonesia. Ketua Dewan Masjid Indonesia M. Jusuf Kalla sudah cukup lama punya konsen terhadap penggunaan pengeras suara di masjid dan mengusulkan untuk dikeluarkan aturan.

Pengeras suara menjadi salah satu indikator keberadaan masjid. Semakin ramai pengeras suara akan semakin terdengar makmur masjid itu. Bagi umumnya warga yang tinggal di perkampungan yang padat, suara azan dan bacaan Alquran dari masjid di pagi hari menjelang subuh adalah hal yang biasa. Tapi, bagi sebagian lainnya hal itu bisa menjadi gangguan dan dianggap sebagai polusi udara.

Sudah menjadi pendengaran yang jamak di setiap shalat tiba akan terdengar kumandang azan bersahut-sahutan dari setiap pengeras suara di masjid. Dalam satu kampung bisa terdapat lebih dari satu masjid yang cukup berdekatan, jaraknya hanya puluhan meter.

BACA JUGA: Bodoh

Tradisi ini sudah berjalan lama, sejak sound system diperkenalkan di Indonesia pada 1970-an.

Ketika itu tentu penduduk masih tidak sepadat sekarang. Pengurus masjid bisa mengoperasikan pengeras suara dengan leluasa. Seiring dengan perubahan zaman kemudian penduduk semakin padat. Wilayah kampung yang dulunya hanya dihuni warga kampung sekarang dikepung oleh berbagai perumahan, mulai kelas rumah sederhana sampai ke kelas real estat mewah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *