Terong Gosong NU
KEMPALAN: Muktamar NU (Nahdhatul Ulama) di Bandar Lampung menjadi panggung persaingan dua tokoh yang merepresentasikan dua generasi yang berbeda. K.H Said Aqil Siradj sebagai petahana mewakili kelompok status quo kalangan senior, dan K.H Yahya Cholil Staquf mewakili generasi baru kia-kiai muda NU.
Kiai Said mewakili kelompok establishment yang selama kepemimpinannya menikmati hubungan yang mesra dengan pemerintahan. Kiai Said sudah menanam saham besar di pemerintahan dengan kehadiran K.H Ma’ruf Amin sebagai wakil presiden yang menjadi representasi NU.
Kiai Said juga menjadi benteng terdepan dalam perang melawan radikalisme Islam yang menjadi fokus pemerintahan Jokowi. Program-program deradikalisasi rezim Jokowi mendapatkan legitimasi kuat dari gerakan moderasi dan pribumisasi Islam yang secara konsisten dikampanyekan oleh Kiai Said.
Di bawah kepemimpinan Kiai Said NU mendapatkan deviden yang besar dari kekuasaan. Jatah menteri agama, yang sebelumnya sempat lepas ke tangan militer, akhirnya kembali ke tangan NU dengan penunjukan Yaqut Cholil Qoumas sebagai menteri agama. NU juga mendapat beberapa jabatan komisaris BUMN, termasuk Kiai Said yang menjadi komisaris KAI (Kereta Api Indonesia).
Di bawah kepemimpinan Kiai Said NU mempunyai peran yang lebih progresif dalam aktivitas politik. Munculnya K.H Ma’ruf Amin sebagai pendamping Jokowi adalah wujud dari keterlibatan NU dalam politik praktis. Perhelatan pemilihan presiden pada 20124 mendatang akan menjadi faktor penting bagi NU untuk memilih ketua baru.
Hubungan yang mesra dengan kekuasaan dan resource yang melimpah sebagai petahana membuat posisi Kiai Said cukup kokoh, dan punya peluang lebih besar untuk mempertahankan kekuasaan. Kalau NU ingin mempertahankan status quo dan kemapanan seperti yang dinikmatinya sekarang, maka pilihan akan jatuh kepada Kiai Said sebagai petahana.
Sementara itu K.H Yahya Cholil Staquf sebagai penantang establishment relatif tidak terlalu dikenal namanya di luar lingkaran NU. Nama Gus Yahya muncul di kancah nasional ketika diangkat menjadi salah satu juru bicara Presiden K.H Abdurrahman Wahid pada 1999. Ketika itu peran Gus Yahya masih tidak terlalu menonjol, karena kalah pamor oleh juru bicara yang lebih senior, seperti Wimar Witoelar dan Addi Massardi yang jauh lebih berpengalaman.
Tetapi pengalaman singkat menjadi juru bicara presiden memberi kesempatan besar kepada Gus Yahya untuk mencecap langsung ilmu dari Gus Dur. Gus Yahya mengagumi Gud Dur dan merasa mendapat berkah besar ketika dipilih sebagai juru bicara. Gus Yahya mendampingi Presiden Gus Dur dalam momen-momen penting, termasuk ketika Gus Dur dilengserkan pada Juli 2001.
Gus Dur dikenal punya cara yang unik dan khas dalam melakukan pengkaderan. Anak-anak muda dari daerah yang dianggap punya potensi akan langsung diambil oleh Gus Dur dan dibawa ke Jakarta. Biasanya, anak-anak muda itu diambil dari ‘’dhuriyah’’ pesantren yang masih mempunyai nasab dengan Gus Dur.
Saifullah Yusuf dan Muhaimin Iskandar adalah contoh dua anak muda yang langsung dicomot Gus Dur dari daerah dan dibawa ke Jakarta. Muhaimin dicomot dari Jombang dan Saifullah dicomot dari Pasuruan ketika lulus SMA. Dua keponakan Gus Dur itu terbukti berhasil menjadi tokoh politik pada kelasnya masing-masing. Muhaimin atau Cak Imin menjadi ketua PKB (Partai Kebangkitan Bangsa) dan Gus Ipul menjadi politisi ulet yang sekarang menjadi walikota Pasuruan.
Yahya tidak mempunyai nasab langsung ke Gus Dur seperti Imin dan Ipul. Meski begitu Yahya punya nasab kekiaian yang kuat. Yahya adalah putra Kiai Cholil Bisri pengasuh Pesantren Raudhatut Thalibin, Rembang. Yahya adalah kakak kandung Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. Yahya juga keponakan dari K.H Mustofa Bisri alias Gus Mus.
Garis nasab Gus Yahya ini menjadi modal yang kuat untuk maju memperebutkan posisi tertinggi di NU. Jabatannya sekarang sebagai katib aam atau sekretaris jenderal PBNU memberi tambahan kredensial yang penting bagi Gus Yahya.
Gus Yahya, Cak Imin, dan Gus Ipul adalah genre baru kader-kader NU yang paling menonjol. Ketiga-tiganya kurang lebih sepantaran. Gus Yahya dan Imin sama-sama lahir pada 1966 dan sama-sama berkuliah di Fisipol UGM (Universitas Gadjah Mada) Yogyakarta. Gus Yahya tidak bisa menyelesaikan kuliahnya sampai tuntas karena lebih memilih berpetualang di beberapa negara Timur Tengah pada 1990-an.
Cak Imin mendapat gelar doktor honoris causa dari Unair (Universitas Airlangga) Surabaya. Ia menjadi salah satu tokoh politik paling berpengaruh di pemerintahan Jokowi dan berhasil menempatkan beberapa menteri di pemerintahan.
Cak Imin yang sekarang menjadi wakil ketua MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) menjadi salah satu politis muda NU yang ulet dan licin. Ia yang dikader langsung oleh Gus Dur dianggap melakukan kudeta ketika merebut PKB dari Gus Dur pada 2005.
Gerakan Cak Imin…