Bertemu LaNyalla, PPBS Soroti Putusan MK tentang UU Cipta Kerja dan UMP Jatim
SURABAYA – KEMPALAN: Persatuan Pekerja/Buruh Sidoarjo (PPBS) menyampaikan aspirasi terkait nasib buruh pasca dikeluarkannya putusan Mahkamah Konstitusi tentang judicial review UU Cipta Kerja.
Karena putusan MK itu berpotensi membuat gejolak dan kegaduhan di masyarakat dalam pelaksanaannya, khususnya bagi buruh.
Hal itu disampaikan Presidium PPBS yang terdiri dari Edy K Prayitno, Judha Purwanto dan Rohadi saat menemui Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti di Surabaya, Sabtu (18/12/2021).
“Dimana dalam putusan MK tentang judicial review UU No 11 tentang Cipta Kerja terlihat jelas adanya tumpang tindih antara amar putusan poin 3, amar putusan poin 4 dan amar putusan poin 7,” kata Edy.
Edy mencontohkan, MK dalam amar putusannya poin 4 menyatakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja masih tetap berlaku sampai dengan dilakukan perbaikan. Namun tidak untuk kebijakan strategis turunannya.
“Jadi amar putusan MK nomor 4 tersebut tidak dapat diterapkan dalam hal penetapan upah minimum di Jatim,” ucapnya.
Oleh karena itu PPBS meminta Pemerintah segera mengeluarkan Perpu sebagai peraturan pengganti UU terhadap UU No 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang telah dianggap dan diputus inkonstitusional dengan kembali UU Nomor 11 tahun 2003 yang berlaku selama 2 tahun sesuai putusan MK.
“Kemudian meminta Mahkamah Agung menerbitkan surat edaran sebagai pedoman bagi lembaga peradilan dibawahnya untuk tidak memakai UU No 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja dalam mengadili dan memutus perkara yang kaitannya dengan UU tersebut,” jelasnya.
Selanjutnya kepada Menteri Tenaga Kerja juga membuat edaran sebagai pedoman bagi Disnaker agar tidak menggunakan UU No 11 sebagai dasar dalam menyelesaikan perselisihan yang dilakukan Disnaker.
Selain aspirasi tersebut, PPBS juga berbicara soal upah di Jawa Timur. Kepada LaNyalla mereka meminta agar aspirasi para buruh disampaikan kepada Gubernur Jawa Timur.
“Utamanya kami meminta Gubernur Jatim segera merevisi keputusannya tentang upah minimum provinsi Jatim karena dasar hukumnya inkonstitusional,” paparnya.
Kedua, Upah Minimum Kabupaten/Kota di Jatim juga harus direvisi. Menurut PPBS, keputusan itu abai terhadap disparitas upah dan tidak ada dasar dalam penetapannya. Ini menimbulkan kecemburuan bagi pekerja di luar ring 1. Dimana UMK di ring 1 sangat tinggi.
“Kita juga menginginkan Gubernur Jatim segera menetapkan Upah Minimum Unggulan tahun 2021 sebagaimana sudah diusulkan oleh Bupati/Walikota.
Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti mengaku akan berusaha menyampaikan aspirasi tersebut ke pihak terkait.
“Terutama ke Gubernur soal upah ini. Sehingga menjadi perhatian untuk ditanggapi dan ditindaklanjuti,” kata LaNyalla. (*)
Editor: Freddy Mutiara