Menjadi Pribadi yang Lembut dan Bersahaja

Hamid Abud Attamimi
Aktivis Pendidikan dan Dakwah, tinggal di Cirebon
KEMPALAN: Sebagai manusia memang kita diciptakan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala dengan segala kelengkapan yang tak dimiliki oleh ciptaan-Nya yang lain, bahkan saking ‘sempurnanya’, hingga Dia menempatkan kita sebagai Khalifah di muka bumi.
وَاِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلٰۤىِٕكَةِ اِنِّيْ جَاعِلٌ فِى الْاَرْضِ خَلِيْفَةً ۗ ۗ…
Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.”…(Q.S.Al-Baqarah, ayat 30).
Tak cuma itu, dengan segala sifat-sifat-Nya Yang Maha Rahmaan dan Rahiim, Dia pun mengutus bagi kita Para Nabi dan Rasul sebagai pembawa pesan dan Risallah melalui firman-Nya yang utuh dan terpelihara atas jaminan-Nya sebagai Petunjuk dan Pembeda antara haq dan bathil.
Selama dan sejauh apapun kita menjalani hidup ini, dimana pun kita berada dan pada kurun apa pun kita berkiprah, petunjuk-Nya serta teladan Nabi saja lah yang mampu menjadi pedoman dan menyelamatkan kita. Memilih yang lain atau meninggalkan pedoman-Nya, hanya menegaskan satu hal yaitu kita tak mampu bersyukur atas segala kenikmatan yang dianugerahkan-Nya.
Dalam pergaulan dengan sesama pun hendaknya kita tidak mengedepankan ego, karena tak ada seorang pun yang suka diperlakukan dengan semena-mena. Bahkan dalam pergaulan bermasyarakat hendaknya kita tidak membedakan satu dengan yang lain atas dasar perbedaan suku, agama, ras dan antar golongan. Saling membantu atas dasar kepedulian hendaklah didasarkan pada ketulusan, begitulah yang memang diteladani oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam.
Adalah wajar jika suatu saat kita berbeda pendapat, atau bahkan kita harus memilih, tetapi janganlah lalu karena perbedaan pendapat dan pilihan tersebut membuat kita merasa memiliki hak untuk mencaci dan menista.
Bukankah setiap pendapat dan pilihan berhak memiliki dasar dan alasan, maka biarlah tetap berbeda dan belajarlah untuk menghargai sebuah perbedaan.
Menjadi yang terbaik adalah memiliki sebuah sikap yang jelas dan tegas, namun akan menjadi jauh lebih baik jika kita mampu menampilkan kebersahajaan dalam menjalankan sikap tersebut. Bukankah Rasulullah Muhammad menjadi yang terbaik di tengah kaumnya, justru karena Beliau mampu menegakkan kejujuran bagi siapapun, baik bagi yang mengenal dan tidak mengenalnya, bahkan yang kemudian membersamai dan yang tak menyukainya.
Tak perlu menjadi terlalu bersedih karena tuduhan atau persangkaan yang ditimpakan orang atas diri kita, karena catatan amal tidaklah disandarkan pada persepsi orang. Tak perlu menyimpan nama-nama yang tak menyukai kita di hati, luaskan hati bagi mencintai pribadi-pribadi penuh akhlak serta berilmu. Tentang ada orang yang lebih suka untuk memungut dosa orang melaui lisannya yang menuduh dan memfitnah, relakanlah, itu pilihan hidup mereka.
Tak mungkin kita berharap semua orang menyetujui pendapat kita, adapun yang tak menyetujui tersebut lalu mengucapkan kata-kata keji terhadap kita, itulah gambaran apa yang mengendap dihatinya. Bersyukur, Allah Subhanahu Wa Ta’ala masih menutup aib kita, sementara ada orang yang bahkan membuka aibnya sendiri.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam Al-quran tak cuma menceritakan pribadi-pribadi sholeh, juga mereka yang dholim dan berbuat kerusakan, jika kita cuma diajarkan tentang hal-hal baik, lalu darimana kita mengenal perilaku yang jahat dan menyimpang. Dalam hidup ini pun, hendaklah kecerdasan akal dan kelembutan hati yang bertumpu pada Firman-Nua serta teladan Rasulullah, terus menjadi lentera untuk memahami dan memilih tentang apa yang patut dan tidak untuk diikuti.
Apa yang sering…









