Sri Mulyani: Ada Risiko Asset Bubble, Price Instability, Commodity Shock, hingga Krisis Utang

waktu baca 3 menit

JAKARTA-KEMPALAN: Pandemi Covid-19 masih akan berdampak luas bagi ekonomi Indonesia ke depan. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan ancaman besar bagi ekonomi Indonesia dalam beberapa tahun mendatang. Ancaman mulai dari ketidakpastian harga hingga krisis utang yang akan terjadi.

Menurutnya, semua ancaman tersebut adalah risiko yang akan dihadapi dunia seperti dirilis oleh World Economic Forum (WEF). Dari risiko yang akan dihadapi negara-negara di dunia dalam jangka pendek, menengah dan panjang.

“Ke depan (jangka pendek) melihat berbagai risiko mulai dari asset bubble, price instability, commodity shock dan debt crisis serta risiko geopolitik,” jelasnya.

Bendahara negara ini menjelaskan, risiko tersebut sebagai konsekuensi dalam menghadapi dampak dari pandemi Covid-19. Di mana pada masa sulit ini yang pasti sangat terlihat adalah penambahan utang di hampir semua negara.

“Setiap kebijakan ada manfaat, tapi ada konsekuensinya dari APBN, fiskal, dan lembaga lain dalam menangani Covid,” kata dia.

Sedangkan untuk ancaman risiko di jangka menengah yakni 5-10 tahun ke depan, ada krisis perubahan iklim. Sehingga saat ini dalam berbagai forum internasional selalu dibahas mengenai kebijakan untuk memitigasinya.

“Krisis perubahan iklim juga perlu diwaspadai dan munculnya digital power concentration dan cyber security failure,” imbuhnya.

Lembaga finansial raksasa JPMorgan memprediksi saham-saham siklus akan memimpin gerak pasar dalam jangka waktu menengah hingga panjang di tengah perbaikan roda perekonomian.

Saham-saham siklus sendiri merupakan saham yang perusahaanya bergerak di sektor yang mengikuti tren ekspansi dan resesi ekonomi karena produknya diburu saat terjadinya ekspansi dan ditinggalkan saat terjadi resesi.

Sektor-sektor ini termasuk finansial, energi, industri. Di Indonesia saham-saham siklikal termasuk saham perbankan raksasa mulai dari PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Bank Mandiri Tbk (BMRI).

Selain itu industri otomotif juga termasuk dalam sektor siklikal contoh emiten industri ini tentu saja PT Astra Internasional Tbk (ASII). Tidak lupa saham-saham komoditas yang biasanya dapat dirubah menjadi energi seperti batu bara PT Bukit Asam Tbk (PTBA) dan saham batu bara lain serta emiten misalnya seperti PT Medco Energi Tbk (MEDC).

Sedangkan lawan dari saham siklikal adalah saham defensif dimana pendapatan saham ini cenderung tetap sama terlepas dari ekspansi ataupun resesi ekonomi. Hal ini karena produk andalan saham-saham defensif adalah bahan-bahan pokok yang tetap diperlukan masyarakat luas apapun kondisi ekonominya.

Di sektor farmasi ada nama besar seperti PT Kalbe Farma Tbk (KLBF), di sektor barang-barang konsumsi tentunya PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) dan anak usahanya PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP). Selanjutnya di barang-barang kebutuhan sehari-hari muncul nama emiten berkapitalisasi pasar raksasa PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR). (cn/ist)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *