Trumpolinism

waktu baca 5 menit

Trump membuat sejarah baru dalam perpolitikan Amerika Serikat. Jika dilihat, berbagai pilihan langkahnya menunjukkan gaya berpolitiknya. Mungkin gaya ini telah diasahnya semenjak belum menjadi presiden AS ke-45. Gaya Trump adalah ceplas-ceplos dan bebas, belompat-lompatan: kebijakannya terlalu lepas sehingga banyak membuat orang “mbediding,” dan saat berada di bawah banyak yang gusar dengan tekannnya yang kuat untuk melentingkan dirinya ke atas.

Namun itulah gaya trump, kalau diibaratkan seperti trampolin, seperti namanya, jika didekonstruksi ala Filsuf Jacques Derrida bisa jadi gaya berpolitikya adalah Trump-oline. Ya, antara tr(a)mpoline dan tr(u)mpoline terdengar mirip.  Naik turunnya sepak terjak Trump memang mirip trampolin. Sejak sebelum menjadi presiden pun Donald Trump memang naik turun seperti trampolin.

Dalam dunia bisnis, Trump berkali-kali mengalami jatuh bangun dengan gayanya yang keras dan mungkin sedikit ngawur. Warisan bisnisnya dimulai dari saat Ia membangun proyek-proyek besar seperti Grand Hyatt New York yang dibuka pada 1980. Kemudian membangun Trump Tower pada 1983 dan juga sempat membuka hotel-kasino di Atlantic City, New Jersey, mengakusisi plaza hotel bertingkat di Manhattan, serta membeli Real Mar-a-Largo di Palm Beach, Florida.

Di luar usaha properti, Trump juga memiliki sebuah maskapai penerbangan dan tim sepak bola profesional di United States Football League, meski tak bertahan lama. Pada 1989, Forbes mencatat kekayaan Trump saat itu sebesar 1,5 miliar dollar Amerika Serikat. Namun pada Awal 1990, penurunan pasar real estate menyebabkan kondisi Trump ikut merosot dan bahkan Trump terlilit utang besar dan kasinonya mengalami kebangkrutan. Sehingga Pada 1995, kerugiannya dilaporkan hampir 1 miliar dollar AS.

Beberapa upaya yang dilakukannya untuk memperbaiki keuangannya, di antaranya, membuat model bisnis yang melibatkan penggunaan lisensi namanya untuk berbagai usaha dari kondominium hingga steak dan dasi. Trump pun tidak berhenti, terus mengembangkan usahanya dan mengakusisi properti real estate yang meliputi gedung perkantoran, hotel, dan lapangan golf yang ada di seluruh dunia.

Trump juga sempat bermitra ddengan jaringan televisi NBC untuk membeli organisasi Miss Universe yang menyelenggarakan kontes kecantikan Miss Universe, Miss USA, dan Miss Teen USA.

Pada 2004, Trump membuat acara reality show berjudul “The Apprentice”. Acara ini menampilkan kontestan yang bersaing dalam berbagai tantangan untuk menjadi salah satu karyawannya. Slogan The Apprentice adalah “Kamu dipecat!”, yang kemudian menjadi popular. Di dunia hiburan, Trump juga kerap muncul sebagai cameo di acara TV maupun film seperti “Home Alone 2: Lost in New York”, serta “Sex and the City”.

Melansir Britannica, sejak tahun 1980, Trump secara berkala kerap menyampaikan di depan umum bahwa dirinya ingin menjadi presiden. Namun, berbagai media sepakat untuk menghentikan publisitasnya. Kemudian siap sangka, against all odds, bahwa pada Juni 2015, Trump mengumumkan dirinya akan maju Pemilu AS, dan menang!.

Hal yang dijanjikannya, di antaranya, menciptakan jutaan lapangan kerja baru, menghukum perusahaan Amerika Serikat yang mengekspor pekerjaan ke luar negeri, menghidupkan kembali industri batubara, serta membangun tembok perbatasan AS-Meksiko, dan melarang imigrasi oleh umat Islam.

Banyak kejadian dan juga kebijakan yang dikeluarkannya, pada awal masa kepresidenan Donald Trump, sebenarnya bisa menjadi tolok ukur bagaimana presiden yang kontroversial itu membangun warisannya. Deskripsi kejadian dan kebijakannya dari awal hingga akhir dan berabagai komentar tentangnya tentu bisa menggambarkan apa yang menjadi warisan Presiden Trump.

Sudah jelas sejak awal bahwa Trump akan menjadi presiden yang berbeda dari yang pernah dilihat AS. Itu terbukti pada bulan kedua masa jabatannya, dia telah menandatangani “larangan Muslim” dan penasihat keamanan nasionalnya pun mengundurkan diri dalam skandal, pertanda perpecahan rasial dan perselisihan hukum yang akan terus menjadi tema selama masa jabatannya.

Tiga tahun pertamanya berisi sejumlah kontroversi yang, dengan sendirinya, akan menjadi peristiwa yang menentukan sebagian besar kepresidenan sebelumnya – penyelidikan Rusia, perang dagang dengan China, perpisahan keluarga, unjuk rasa supremasi kulit putih yang mematikan di Charlottesville, Virginia. Bagaimanapun, Trump menunjukkan kemampuan unik untuk mendominasi siklus berita harian.

Kemudian tibalah tahun 2020, yang membawa pandemi yang mengubah dunia dan mengakibatkan keruntuhan ekonomi, protes keadilan rasial nasional, dan pemilihan presiden yang paling kontroversial dalam ingatan. Volume dapat ditulis hanya dalam dua minggu terakhir – yang menampilkan pemberontakan dengan kekerasan, pemakzulan kedua yang bersejarah dan dua pemilihan Senat terpenting dalam sejarah modern.

Dia detik akhir pemerintahannya pun, dia membuat kontroversi dengan menyatakan bahwa China adalah negara yang melanggar kemanusiaan dengan melakukan genosida terhadap suku Uyghut. Ini tentu membikin peningkatan eskalasi baru hubungan AS-China. Dan ini menjadi pekerjaan rumah baru bagi Biden untuk mengharmoniskan hubungan China-AS yang hancur karena kebijakan masa Presiden Trump.

Dan kini trumpolinisme itu masih berlanjut. Dia akan mendirikan sebuah partai baru. Partai ini bernama Patrati Patriot. Mungkin dalam benak Trump ia adalah pembela tanah air. Berbagai kebijakannya bisa jadi tidak diterima tidakhanya oleh partai Demokrat, namun juga partai Repulik yang selama ini mendukung dan mengusungnya sebagai presiden AS. Karenanya dia kemudian memilih untuk mengubah arah sejarah kepartaian Amerika Serikat yang terjaga selama ratusan tahun dengan hanya dua partai dengan membuat sebuah partai baru.

Namun, siapa tahu ia memang berhasil membuat sejarah baru itu. Namun jika tidak, ia hanya akan membuat orang mbediding lantas tertawa karena ia seperti badut yang berlompat-lompatan di atas trampolin politik Amerika Serikat.

Satu catatan terakhir. Boleh jadi, Trump meniru gaya berpolitik orang Indonesia yang multi partai. Mengapa karena banyak orang partai di Indonesia yang kemudian hengkang dari partainya karena kalah bersaing dan membuat partai baru. Boleh jadi lagi, Amerika Serikat sudah mulai berkiblat pada demokrasi Indonesia. (Kumara Adji Kusuma)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *