Tiada Hari Tanpa Korupsi: Hukum Blegedes

waktu baca 2 menit
Prof. Sunarno Edy Wibowo, S.H., M.Hum.,

Oleh: Sunarno Edy Wibiwo

KEMPALAN: Apa mau dikata, di negara yang kaya akan sumber daya, kekayaan itu justru hanya dinikmati segelintir orang. Sejak awal Januari hingga Maret 2025, isu korupsi di Indonesia terus viral. Hampir setiap hari, berita korupsi mendominasi media sosial.

Seakan tidak ada habisnya, kasus demi kasus terus bermunculan, membawa kerugian negara hingga kuadriliunan rupiah. Sayangnya, penanganannya terkesan mandek. Dari satu penangkapan ke penangkapan lainnya, tidak ada kejelasan tindak lanjutnya. Bahkan, muncul dugaan bahwa kasus-kasus ini dijadikan alat tawar-menawar politik serta sumber pendapatan baru bagi para penegak hukum. Isu suap kepada aparat hukum justru lebih menarik perhatian dibandingkan kasus korupsinya sendiri.

Sebagai contoh, penggeledahan yang dilakukan sering kali tidak menghasilkan progres yang jelas. Penggeledahan kantor Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, seakan menguap begitu saja. Baru-baru ini, giliran rumah mantan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, yang digeledah. Dan yang paling gres, penggeledahan dilakukan di kantor PTPN Surabaya terkait kasus korupsi pembangunan Pabrik Gula di Asembagus, Situbondo. Namun, dari sekian banyak kasus yang terungkap, bagaimana kelanjutannya?

Foto Prof. Sunarno Edy Wibowo, S.H., M.Hum., saat pengukuhan bersama keluarga

Terkait hal ini, Prof. Sunarno Edy Wibowo, S.H., M.Hum., menyampaikan pendapatnya saat ditemui di kantornya. “Dalam penyelesaian kasus hukum, diperlukan integritas dan dedikasi tinggi untuk menuntaskannya. Jangan ada keragu-raguan dalam menangani kasus-kasus ini. Semuanya harus diselesaikan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku,” ujar Prof. Bowo, yang saat ini menjabat sebagai Guru Besar di Universitas ASEAN, Jakarta.

Lebih lanjut, Prof. Bowo juga menyoroti menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum. “Dengan seringnya kasus yang mengambang atau ditangani setengah hati, citra penegak hukum di negara ini semakin rusak,” tambahnya.

Ia juga mengingatkan agar hukum di Indonesia tidak dipermainkan. “Jangan sampai masyarakat kita berkata bahwa hukum sekarang ‘Blegedes’,” ucapnya, tanpa menjelaskan arti kata khas Surabaya tersebut.

Prof. Bowo berharap, ke depan, hukum di tanah air dapat ditegakkan dengan lebih baik. “Penyelesaian kasus hukum harus berdasarkan undang-undang yang berlaku, bukan menjadi alat kekuasaan yang justru melemahkan keadilan,” tutupnya.(Moy)

Editor: Nur Izzati Anwar (Izzat)

*Guru Besar di Universitas ASEAN

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *