Perjalanan Ferry Is Mirza dan Arti Milad ke-70
KEMPALAN : Saya kira siapapun yang terlibat aktif di dunia jurnalistik, khususnya di Jawa Timur, banyak yang mengenal sosok energik, supel, ekstrovet, dan yang murah senyum ini. Selain itu dikenal sebagai pribadi yang humble.
Di kepengurusan PWI Jatim 2021-2026, Ferry Is Mirza –demikian sosok ini– dikenal sebagai Sekretaris Dewan Kehormatan.
Selain itu, Ferry Is Mirza adalah pemegang kartu Wartawan Utama yang dikeluarkan Dewan Pers dan Persatuan Wartawan Indonesia dengan nomor : 3170-PWI/WU/DP/X/2012/23/03)55.
Sebagaimana banyak jurnalis ketahui, tidak banyak wartawan di Indonesia yang memegang kartu kategori ini.
Seminggu lalu saya menerima pesan dari sosok camera face tersebut, isinya tentang undangan buka puasa di Resto Kampi Hotel, sebuah hotel bintang empat yang terletak di jantung kota Surabaya. Persisnya pada Ahad 9 Maret lalu.
Ketika diundang sosok ini pada acara gathering di salah satu pusat kuliner di Sidoarjo awal Januari tahun ini, Ustaz Ferry –demikian saya biasa memanggil– sudah mengisyaratkan akan adanya undangan tersebut. Hal ini juga dalam rangkaian ulang tahunnya yang saya lupa saat itu disebutkan akan yang ke berapa.
Ada monolog dalam hati setelah menerima undangan via WA tersebut dan setelah saya menyampaikan: “InsyaAllah hadir, Ustaz”, bahwa sosok ini punya potensi latent, tidak saja menyangkut financial, tapi upaya untuk senantiasa “menyenangkan banyak orang”.
Ketika hal ini saya obrolkan dengan wartawan dan penyair Toto Sonata, 73 tahun, sependapat dengan saya. “Dan Ferry itu punya kelebihan yang tidak semua orang punya, dimana banyak unsur digabungkannya menuju muara yang menuansakan nilai-nilai kemanusiaan dalam suasana riang gembira.”
Pada saat bertemu pada hari Ahad sore itu, lantas saya tanya “Ini milad yang ke berapa?”, dijawab : “Ke-70, Cak Amang”.
Bagaimana deskripsi sosok ini?
Saya perkirakan banyak yang tak menduga bahwa sosok ini dulunya adalah seorang aktivis. Jejak itu bisa dibaca dari buku pertama yang ditulisnya : Dari Aktivis Jadi Jurnalis.
Bagaimana detilnya?
Ke-aktivis-an Ustaz Ferry dimulai pada tahun 1978 dengan ikut protes ke Mendikbud Daoed Yoesoef dalam gelombang demo anti-NKK/BKK (Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan).
Akibatnya dia di-DO dari Unpad, Bandung.
Selain di-DO, pada tahun itu juga, Ustaz Ferry sempat ngendon di RTM (Rumah Tahanan Militer) di Jl. Aceh, Bandung.
Di RTM itu dalam waktu bersamaan, dibui juga Heri Akhmadi, Indro Tjahjono, Ibrahim G. Zakir (almarhum), Galib (almarhum), Deny Kifni (almarhum), dan sejumlah nama lain.
Saat menjadi aktivis di Bandung, Ferry Is Mirza sebetulnya sudah mengenal dunia jurnalistik, meski bukan dalam tataran profesionalitas, yakni sebagai redaktur media stensilan : Mahasiswa Menggugat.
Setelah Pemilu 1982, oleh almarhum Indra Prayitno Ketua Amubra serta AMPI Jatim, dan yang direstui almarhum Pak Said Progo Ketua Golkar Jatim, Ferry Is Mirza gabung ke AMPI.
Disitulah ke-aktivis-an Ustaz Ferry berlanjut, yang kemudian menjadi cukup bekal untuk terjun ke dunia jurnalistik.
Namun sebelum terjun ke jagad kewartawanan, Ferry Is Mirza sempat menerjuni dunia kerja non-jurnalistik :
Di Puskud Jatim sebagai Kepala Unit Pelayanan TRI (Tebu Rakyat Intensifikasi) wilayah PG Semboro, Jember, sambil kuliah lagi di Unej FISIP jurusan Hubungan Internasional.
Di sela kerja dan kuliah, sering menulis artikel tentang pergulaan di Harian Surabaya Post.
Baru pada tahun 1988 bergabung di Jawa Pos, di tempatkan di Malang.
Dan pada tahun 1990-1992, oleh manajemen Jawa Pos, Ustaz Ferry ditugasi untuk ikut menangani manajemen Harian Karya Dharma (Jawa Pos Group).
Lalu menjadi Ka Biro Jawa Pos Jember merangkap Lumajang (1994-1996), Ka Biro Madura di Bangkalan (1997-1998).
Tahun 1999-2001 ditugaskan membidani Malang Post.
Selanjutnya pada 2002-2003 diberi tugas menangani Satria Pos, Purwokerto.
Tahun 2004, Ferry Is Mirza mengajukan pensiun dini.
Pada tahun itu, Ferry oleh Arif Afandi mantan Pimred JP yang jadi Wawalikota Surabaya diminta untuk menjadi stafsus. Selain itu sebagai wakil menejer tim Persebaya mendampingi menejer Indah Kurnia waktu itu Kacab BCA Tunjungan dan kini anggota DPR RI.
Pada saat bersamaan Ferry juga menerbitkan Tabloid Green Force dan Majalah Pro M bersama dua sahabat karibnya almarhum Abubakar Yarboo dan almarhum Indro Sulistiyo.
Selain itu Ferry juga aktif di kepengurusan PWI Jatim era Ketua Dhimam Abror (2002) dan Ahmad Munir (2006) serta Ainurahim (2018) hingga kini era Ketua Luthfil Hakim (2022-2026) sebagai Sekwan Kehormatan.
Ferry juga aktif di kepengurusan PSSI saat La Nyalla Mattaliti jadi Ketum.
Lantas Ferry menambahkan catatan, sebelum ke Jawa Pos — pada 1985-1987
mendampingi Eddy Rumpoko (ER) mengawal Harian Suara Indonesia (SI) yang ditangani Pak Sugiono Walikota Malang bersama manajemen Harian Sinar Harapan.
“Di koran ini, saya berkenalan dengan sahabat Pak Amang, yakni Pak Toto Sonata, yang saat itu Pemred SI adalah Pak Peck Diono,” ujar Ustaz Ferry. “Hingga saat ini saya berkawan baik dengan Pak Toto yang supel itu.”
“Selain menakhodai SI, saya dan almarhun ER pada 1985-1988 mendirikan dan mengasuh Sasana Tinju Javanoea Boxing Camp. Alhamdulillah melahirkan petinju juara IBF dan WBC Internasional : Nurhuda yang seangkatan Monod, almarhum Michael Arthur, Abdi Pohan, dan Edward Apay.”
Aktivitas non-jurnalistik lainnya dilakoninya, yakni pada tahun 2005-2007 bekerja di PT Panderman Indah Jaya (Kusuma Agro Wisata) Hotel dan Properti sebagai Direktur HRD-GA.
“O ya, hampir lupa. Waktu kuliah di Hubungan Internasional, Unej, saya sudah berkeluarga,” tambah Ferry.
Btw, selain terus menulis di sejumlah media online dan medsos, Ustaz Ferry adalah manager public relation PT. IMLI (Indra Multi Logam Industri), Surabaya.
Seusai acara buka puasa dan syukuran milad ke-70 yang dihadiri lebih kurang 40 jurnalis senior, di antaranya tampak Ketua PWI Jatim Lutfil Hakim, Sekretaris PWI Jatim Dr. Eko Pemuji, Machmud Suhermono, Budi Harisma, Toto Sonata, Amran Lalowe, Pudji Laksono, Arifin BH, Yousri Nur Raja Agam, Budi Bola, Ita Nasyiah, Djoko Tetuko, Rachmat Adhi Kurniawan, dan sejumlah sosok lain, lantas saya tanyakan kepada Ferry Is Mirza, “Apa arti milad ke-70?”
Ferry Is Mirza menjawab dengan senyum, lantas begini : “Semuanya karena hidayat Alloh, Cak Amang.”
Banyak dinamika yang dialaminya.
Dan pada dinamika itu, menurut Ferry Is Mirza, ada semacam mata rantai yang menghubungkan dari ‘halte ke halte’. Yang, kemudian membawanya kepada hidayat Alloh tersebut.
Lebih lanjut pria peranakan Bapak-Ibu BJB –Batak Jawa Bugis– ini menjelaskan, dilahirkan di Klinik Bersalin Muhammadiyah Jl. KH. Mas Mansur, Surabaya.
Perihal tempat lahir dan bidan yang menangani adalah almarhumah Bu Burhan dan almarhumah Bu Tulus. “Ini dituturkan almarhumah Ibu ketika saya usia 10 tahun dan alhamdulillah terpatri di ingatan sampai kini,” jelas pria yang juga akrab dipanggil Bang FIM dan Opung FIM ini, seraya menambahkan bahwa nama kedua orangtuanya almarhum H. Moch Gazali Dalimunthe dan almarhumah Hj. Siti Nur Laila Lubis.
Pada salah satu capaian karier, FIM juga dikenal salah seorang yang dekat dengan Dahlan Iskan (DIS) bos Jawa Pos (JP). Saking dekatnya, meski sudah purna-kerja pada tahun 2004 dari JP, pada 2007 FIM diminta datang Ke China.
Ini salah satu singgungan karier dan berkah kedekatannya dengan Pak DIS. “Semuanya karena kebesaran Alloh yang memberikan hidayah, Cak Amang.”
“Ya waktu itu 27 Februari 2007, saya ditelepon Pak Bos DIS dan ditanya, “Paspor apa masih berlaku?”.
Kalau masih, diminta menyerahkan ke Pak Yamin Hamid di Jawa Holiday Travel Jl. Progo. FIM pun menjawab : “Siap!”
Saat menyerahkan paspor, Pak Yamin menyampaikan pesan dari Pak DIS untuk mengajak Hadiaman Santoso (Has) dan Ajo Yousri Raja Agam.
Lebih lanjut dijelaskan FIM, “Singkat kisah pada 3 Maret 2007, saya bersama Oom Has almarhum dan Ajo Yousri terbang ke Beijing via Singapura.”
Sesampai di airport Beijing yang menjemput adalah Robert Li saudara angkat Pak DIS. Beijing yang kali pertama FIM kunjungi, benar-benar membuatnya kagum.
“Tadinya saya kira seperti Glodok, Jakarta. Ternyata kota modern dan megah,” kata FIM yang lantas menambahkan, dari Beijing ke Tianjin naik kereta cepat 320 Km/jam. “Kalau di sini semacam KA super cepat Jakarta-Bandung itu.”
Di Tianjin langsung bertemu DIS di apartemen tempat tinggalnya bersama Ibu Naspiah/Bu DIS.
Di awal bertemu itu, DIS menjelaskan ia mengundang untuk menemani menjelang transplant (ganti hati).
“Ya Allah, saya kaget, begitu juga almarhum Oom Has dan Ajo Yousri”.
Alhamdulillah operasi ganti hati DIS di Tianjin Transplant Cancer Center berjalan lancar dan berhasil dengan baik.
“Dan sehari setelah dapat hati baru dari donor pria U-28 tahun itu, DIS langsung menulis kisahnya dengan laptop yang saya bawa dari kantor JP Jakarta,” jelas FIM.
Begitu juga pada 24 Desember 2009 menjelang pelantikan DIS menjadi Dirut PLN, FIM ditelepon untuk segera datang ke Jakarta.
“Alhamdulillah, saya bersama Puang Nyalla yang kebetulan lagi di Jakarta, mendampingi Pak DIS dilantik oleh Meneg BUMN almarhum Mustafa Abubakar di kantor pusat PLN Jl. Trunojoyo,” ungkap FIM yang pernah menjadi pengawal DIS saat pria kelahiran Magetan ini jadi Dirut PLN 2009-2011 yang kemudian ditunjuk Presiden SBY menggantikan Mustafa Abubakar sebagai Meneg BUMN 2012-2014. (Amang Mawardi).
