KH. Syaiful Ulum Nawawi dan Pondok Pesantren Darul Ibadah Al-Baiad, Pandugo, Surabaya (6)

waktu baca 4 menit
KH. Syaiful Ulum Nawawi bersama santri putri Pondok Pesantren Darul Ibadah Al-Baiad, Pandugo, Surabaya. (Foto : Istimewa).

KEMPALAN : Syaiful Ulum muda terus menggali ilmu apa saja dan menimba sekian pengalaman empiris sesuai jiwa spiritualitasnya. Namun, pada akhirnya dunia pendidikan dan dakwah sebagai cara untuk menyatukan naluri dan nuraninya demi mewujudkan hasrat ibadahnya di jalan Allah SWT. Begitu kira-kira jika dinarasikan dari rentetan jawaban ulama yang mencitrakan jalan tasawuf ini.

“Menjadi aktivis yang bergerak secara personal maupun komunitas sudah saya jalani. Tetapi lambat laun saya menyadari bahwa aktivitas tanpa wadah-tanpa institusi-tanpa “bendera” — ibarat petani tanpa tanah garapan,” kata KH. Syaiful Ulum Nawawi datar, tenang.

Lantas sosok ini mengatakan begini: “Jadi, apa yang bisa diharapkan jika seorang petani tanpa memiliki tanah garapan?,” seperti bermonolog. “Ya, hasilnya tidak akan
banyak …,” tambah sosok gagah ini, mencoba bermetafora. Dalam konteks edukasi, penyebarannya cenderung lamban.

Oleh sebab itu institusi pondok pesantren yang dirintis tidak ujug-ujug ini –jauh sebelum tahun 2002 didirikan– saat berdiri secara legal institusional lantas diopeni dan dibangun secara gradatif seperti saat kyai muda tersebut beraktivitas dan berjuang di jalan pergerakan.

“Buat kami-kami para pengasuh, meski Pondok Pesantren Darul Ibadah Al-Baiad relatif tidak besar, jangan sampai dirancang dan dilaksanakan sistem pendidikannya dengan asal-asalan. Harus terencana dan terlaksana sesuai idealisasi kami,” jelasnya.

Oleh sebab itu, yang digarap bukan saja sistem pendidikan, namun fasilitas yang ada harus sesuai standar kualitas, sukur-sukur di atas itu, sebagaimana dinyatakan KH. Syaiful Ulum Nawawi.

Ya, seperti yang saya saksikan pada siang hari di medio Januari 2025 bahwa pondok pesantren yang didominasi warna hijau muda itu, bangunan-bangunannya terlihat kokoh, bersih, dan adem.

Bagian pondok pesantren putra dan putri, berdiri berhadapan, dipisahkan oleh Jalan Pandugo I yang lebarnya sekira 7 meter.

Sebagaimana disinggung pada bagian sebelum tulisan ini, Pondok Pesantren Darul Ibadah Al-Baiad, berdiri pada lahan seluas 1.000 meter persegi. Sedangkan luas bangunan yang ada sekitar 600 meter persegi, terbagi di area timur dan barat, yang dipisahkan oleh Jalan Pandugo I itu.

*

Ketika ditanya klasifikasi apa saja yang ada di pondok pesantren ini?

Begini jawaban KH. Syaiful Ulum Nawawi :

Pondok Pesantren Darul Ibadah Al-Baiad terdiri dari beberapa unit kegiatan, di antaranya :

  1. Majelis Ta’lim Ahad Dluha.
  2. Madrasah Al-Qur’an Pelita Hati Az-Zahro.
  3. Majelis Dzikir Dzikrul Ghofilin.
  4. Majelis Dzikir Al-Muqorrobin.
  5. Dirosah Tsaqofah Al-Islamiyah.
  6. Badan Amil Zakat Infaq dan Shodaqoh.
  7. Majelis Ta’lim Ahad Legi.

Beberapa unit kegiatan berjalan secara rutin dan beberapa lagi di antaranya berjalan insidentil.

Unit Kegiatan Madrasah Al-Qur’an Pelita Hati Az-Zahro misalnya, memiliki dua jenjang — Madrasah Al-Qur’an (Usia TK dan SD) dan Madrasah Diniyah (Usia SMP, SMA dan Kuliah).

Di samping itu, Madrasah Al-Qur’an Pelita Hati Az-Zahro memiliki tiga kelas, yaitu kelas : Eksperimen 1, Eksperimen 2, dan Eksperimen 3.

Sedangkan jenjang madrasah Diniyah memiliki tiga kelas, yaitu : Awaliyah 1, Awaliyah 2, dan Wustho.

Mengapa dipilih kawasan Pandugo untuk lokasi?

Karena Desa Pandugo, Rungkut, merupakan tempat kelahiran pendiri dan pengasuh, yakni KH. Syaiful Ulum Nawawi.

Tentang spesifikasi pondok ini, dinyatakan Pak Kyai bahwa
spesifikasi pengajaran di Pondok Pesantren Darul Ibadah Al Baiad, secara tegas mengikuti dan memperjuangkan tegaknya agama Islam yang berideologi Ahlussunnah Wal Jama’ah An Nahdliyah — dengan mengikuti Al-Qur’an, Sunnah Rosul SAW, dan Ulama-ulama Salafussholeh.

Itu semua dilakukan, “Melalui dakwah yang sejuk, moderat dan penuh hikmah,” paparnya.

Dalam konteks lulusan pondok pesantren –menjawab pertanyaan– KH. Syaiful Ulum Nawawi menyebut, antara lain : Suryawan Putra Hia, Direktur Utama KAI Commuter; Muhammad Sarmuji, S.E., M.Si., Sekretaris Jenderal Partai Golkar; Alfi Chamdan, Pengusaha Konveksi (https://tasspunbond.com); Mahsun dan Hasan Bisri, pemilik bengkel cat mobil.

Tentang berapa prosentase alumni pondok pesantren ini yang melanjutkan ke perguruan tinggi, dijawab : 90%

Dan berapa prosen alumni yang jadi ustaz/ustazah : 30%.

Mengenai Majelis Dzikir Al-Muqorrobin, dijelaskan oleh beliau : dilaksanakan keliling dari rumah ke rumah jama’ah Pondok Pesantren Darul Ibadah Al-Baiad, jam’iyah serta masjid yang menjadi jaringan dakwah Pondok Pesantren Darul Ibadah Al-Baiad.

Majelis Dzikir ini dilaksanakan pada hari Kamis sebulan sekali ba’da Sholat Ashar di Pondok Pesantren Darul Ibadah Al-Baiad.

Adapun kitab dzikir yang dibaca dinamakan ‘Dzikrul Muqorrobin’ yang disusun oleh pengasuh, yaitu KH. Syaiful Ulum Nawawi.
(Amang Mawardi).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *