Wartawan Bodrek Merusak Martabat Pers

waktu baca 3 menit
Ilustrasi liputan media (foto: tempo)

KEMPALAN: Di tengah arus deras digitalisasi, profesi wartawan menghadapi tantangan kompleks. Ironisnya, salah satu tantangan terbesar justru datang dari dalam oleh adanya “wartawan gadungan” atau wartawan bodrek, preman berjubah pers yang bertindak tanpa etika dan merusak citra jurnalistik. Profesi jurnalis yang dulu disegani sebagai pilar demokrasi kini dipandang sebelah mata karena ulah wartawan gadungan.

Tak seperti profesi lain yang mensyaratkan lisensi dan kualifikasi ketat, menjadi wartawan sekarang terasa begitu mudah. Dengan modal pembelian domain yang murah dan aplikasi gratis siapa pun bisa mendirikan media massa. Aturan hukum memang ada tetapi pengawasan terhadap praktiknya nyaris lumpuh.

Dewan Pers sebagai penjaga gawang etika jurnalistik hanya bisa mengelus dada, tidak mampu bertindak jauh, seperti bebek lumpuh. Faktanya, dari 60.000 media massa di Indonesia tidak sampai 1.500 yang terverifikasi Dewan Pers. Ini menjadi bukti suram lemahnya pengelolaan pers.

MERAMPOK

“Lebih sulit mendirikan usaha tempe dibanding mendirikan media,” ujar Dr. Dhimam Abror Djuraid, Ketua Dewan Pakar PWI Pusat. Pernyataan ini menegaskan tentang kemustahilan. Bahwa keberadaan wartawan sekarang menjadi obyek eksploitasi perusahaan media sendiri. Banyak media merekrut wartawan tanpa gaji.

Pihak pengelola media hanya memfasilitasi sarana untuk mencari penghasilan sendiri, baik dari iklan atau kompensasi penulisan. Yang paling menyedihkan, ketika di lapangan, sikap mereka tak ubahnya preman.

Wartawan sejatinya adalah penjaga moral. Mengutip Goenawan Mohamad, wartawan adalah “lelaku moral” yang bertugas menyampaikan informasi, melakukan kontrol sosial, dan mencerdaskan bangsa. Analogi Abror, mereka adalah “setengah malaikat” yang mengawal demokrasi. Namun, praktik di lapangan justru menunjukkan sebaliknya, banyak yang mendaku sebagai wartawan tetapi lebih mirip “setengah iblis” yang mengadili dunia dengan pena tajam tanpa dasar.

Para “wartawan bodrek” ini kerap menggunakan nama pers untuk bertindak represif. Mereka mendatangi perusahaan, mencari-cari kesalahan lalu menekan pihak terkait demi keuntungan pribadi. Bukannya memberdayakan masyarakat dengan berita yang mendidik mereka malah memanfaatkan ketidaktauan orang lain untuk keuntungan sepihak. Praktik ini bak menepuk air di dulang, menampar muka sendiri, karena merusak kepercayaan publik terhadap profesi wartawan.

MEDIA SAKIT

Jurnalisme adalah salah satu pilar utama demokrasi. Sehat tidaknya demokrasi sangat bergantung pada kesehatan media massa. Media yang sehat hanya bisa lahir dari wartawan yang kompeten, etis, dan bertanggung jawab. Sebaliknya, media yang sakit adalah cermin masyarakat yang sakit. Media sakit didukung oleh wartawan sakit.

Menjelang Hari Pers Nasional 2025, harapan akan pers yang lebih bermartabat justru terkikis oleh maraknya media serampangan dan wartawan gadungan. Ini bukan hanya persoalan internal dunia jurnalistik, tetapi ancaman nyata bagi keselamatan bangsa. Pers yang lemah tidak hanya gagal menjalankan fungsi kontrol sosial, tetapi juga membuka ruang bagi manipulasi informasi yang membahayakan tatanan masyarakat.

Upaya memulihkan martabat pers harus dimulai dari penegakan aturan yang tegas. Pemerintah, Dewan Pers, dan komunitas pers harus bersinergi untuk mengawasi dan menindak media yang tidak sesuai standar. Program sertifikasi kompetensi bagi wartawan harus diperketat karena mulai banyak penyimpangan standar.

Akan tetapi tanggung jawab ini juga ada pada masyarakat. Publik harus lebih kritis dalam mengonsumsi informasi dan berani melaporkan oknum wartawan gadungan. Media massa yang benar-benar sehat lahir dari masyarakat yang sadar akan pentingnya informasi berkualitas.

Jika ingin pers bermartabat, kita harus menciptakan ekosistem pers yang sehat. Hanya dengan cara itu profesi wartawan bisa kembali menjadi setengah malaikat, bukan setengah iblis. ()

Rokimdakas
Wartawan & Penulis
22 Januari 2025

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *