OCCRP, Iblis Bertopeng Jurnalis?

waktu baca 3 menit
bashar assad dan Joko Widodo (*)

KEMPALAN: Jurnalisme ibarat sebilah pisau komando yang tajam dan mematikan. Ia dapat menjadi alat mulia dalam menebas tirani, membela keadilan dan mengungkapkan kebenaran. Namun di tangan orang-orang serakah, ia dapat berubah menjadi senjata yang menikam moral, mengoyak etika dan menghancurkan reputasi. Fenomena itulah yang terpampang dalam praktik jurnalisme gelap yang diperagakan oleh Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) yang bermarkas di Maryland, AS.

Berawal dari praktik “voting berbayar,” OCCRP mengaburkan batas antara fakta dan fitnah. Siapa pun yang mau membayar, entah demi keuntungan atau balas dendam, dapat menjadikan platform ini sebagai ajang untuk menghancurkan reputasi orang lain. Kali ini targetnya adalah presiden ketujuh, Joko Widodo. Voting yang mengklaim bahwa Jokowi adalah pemimpin “terkorup di dunia” tak lebih dari sebilah pisau bermata dua yang diasah oleh tangan-tangan iblis bertopeng jurnalis.

Dalam pusaran informasi yang membutakan, CNN menyambar berita tersebut dan menyiarkannya tanpa verifikasi yang layak. Cepat, tak terbendung, media lain mengikuti, seperti karnaval penyebaran hoaks yang seakan mengabaikan prinsip-prinsip dasar jurnalistik. Ironisnya, media arus utama yang selama ini dianggap kredibel seperti Kompas, Detik, hingga Tribun ikut terseret arus sesat ini.

Ketika hujan kritik dari netizen Indonesia mengguyur OCCRP, barulah topeng itu retak. Mereka terbirit-birit mengeluarkan klarifikasi bahwa tuduhan terhadap Jokowi tidak memiliki dasar data yang sahih. Namun nasi sudah menjadi bubur. Jejak digital telah terlanjur terukir dan serpihan berita palsu itu tetap gentayangan menjadi bahan bakar bagi para penggoreng opini.

Kisah ini memperlihatkan wajah kelam dari industri media. Jurnalisme yang dikhianati oleh para pelakunya sendiri. OCCRP tak ubahnya sekumpulan iblis berbulu jurnalis, merampas kepercayaan publik demi keuntungan materi. Di sini, kita mengingat kembali istilah “wartawan bodrek,” figur yang mencoreng profesi mulia ini dengan praktik-praktik pemerasan dan manipulasi.

Keganasan netizen Indonesia ibarat badai, menghantam OCCRP dan media yang terlibat. Namun badai itu bukan tanpa korban. Ketika hoaks ini dibongkar, reputasi media yang telah menayangkannya tanpa verifikasi pun ikut tergulung dalam gelombang kritik. Jejak digital menjadi cermin yang kejam, memantulkan kebodohan dan kelalaian yang tak dapat dihapus begitu saja.

MALAIKAT ATAU IBLIS?
Jurnalisme sejati seperti pisau komando tidak pernah kehilangan fungsinya. Ia tetap mampu menembus dinding kebohongan dan mengungkap kebenaran selama berada di tangan yang benar. Tetapi ketika pisau itu dipakai untuk mengancam, mencemarkan nama baik atau menciptakan ketakutan, ia berubah menjadi senjata iblis.

OCCRP hanyalah salah satu contoh tetapi ia menggambarkan realitas yang lebih luas. Yakni kemerosotan etika dalam dunia jurnalistik. Dunia pers membutuhkan keberanian untuk melawan gelombang ini, keberanian untuk menguji kebenaran tanpa lelah, seperti yang selalu diingatkan oleh mereka yang masih memegang teguh idealisme.

Dalam dunia yang dibanjiri hoaks, jurnalisme yang berintegritas menjadi oase yang dirindukan. Mari kita jaga agar pisau itu tetap menjadi alat para malaikat bukan senjata kaum bedebah sebangsa iblis.

Oleh:
Rokimdakas
Penulis Esai
5 Januari 2025

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *