Hukuman Bagi Koruptor di Singapura

waktu baca 3 menit
Salah satu sudut Singapura. (Foto: Google).

KEMPALAN : Mungkin data-data ditulis Peter F. Gontha di bawah ini ada hubungannya dengan tulisan saya di Facebook 25 November lalu, berjudul: Income Per Capita dan Tingkat Kriminalitas di Suatu Negara.

Dalam artikel tersebut, umumnya negara yang punya income per capita relatif rendah –setidaknya sekitar 4.000 – 6.000 US dollar– punya kecenderungan indeks kriminalitas tinggi, yaitu antara lain ada pada Myanmar (lebih rendah dari 4.000 US dollar), Venezuela, Mexico, Afrika Selatan, Irak, Afghanistan, Lebanon, dan 3 negara lainnya yang masuk ke dalam 10 negara dengan tingkat kriminalitas tinggi di dunia. Indonesia tidak termasuk, karena berada di urutan ke-20 dari 163 negara.

Tetapi perkara income per capita rendah dicatat paralel dengan tingginya angka kriminalitas, tidak selalu benar, meski umumnya begitu.

Bhutan salah satu negara di Asia Selatan, meski punya income per capita “cuma” 3.610 US dollar, urutan ke-17 negara teraman di dunia.

Data-data tersebut saya peroleh dari hasil selancar di google.

Ternyata Singapura negara tetangga kita yang penduduknya berjumlah 5.997.000 jiwa dengan menempati lahan seluas 728 kilometer persegi (sedikit lebih luas dari DKI Jakarta yang 661, 52 kilometer persegi), dipredikatkan sebagai kota teraman di dunia dengan income per capita 84.736 US dollar.

Meski masuk negara sejahtera, namun income per capita negara ini bukan yang tertinggi di dunia. Luxemburg lah yang tertinggi di dunia yakni
143.742 US dollar.

Tentu saja Luxemburg sangat kecil indeks kriminalitasnya, mendekati 0.

Namun, yang dapat predikat teraman : Singapura.
__

Rabu 27 November lalu, beberapa jam setelah coblosan, lewat di beranda Facebook saya postingan Wardah Hafidz seorang aktivis sosial dan postingan Halim HD (networker budaya).

Kedua sosok ini menurunkan postingan Peter F. Gontha tentang hukuman bagi pelaku korupsi di Singapura.

Apakah Anda tahu hukuman bagi koruptor di Singapura, tulis Peter F. Gontha :

  • Disita barang miliknya senilai korupsi.
  • Tak boleh memiliki rekening bank.
  • Tak boleh punya kartu kredit.
  • Tak boleh punya paspor.
  • KTP diberi tanda xxx warna merah.
  • Tak boleh naik kendaraan pribadi.
  • Hanya boleh naik kendaraan umum.
  • Hukuman penjara maksimal 6 bulan.
  • Keluarga harus menanggung asuransi kesehatan.
  • Kalau melanggar salah satu dari poin-poin di atas, masuk tahanan lagi 3 bulan.
  • Tak dihukum lama-lama karena menghabiskan biaya negara.
  • Pendeknya dimiskinkan. ____

Menanggapi postingan Peter F. Gontha, seorang netizen yaitu Michael Jojo Rahardjo, menulis komentar cukup panjang:

Nyaris semua koruptor memiliki ciri utama sociopathy. Mereka mirip dengan penjahat, begal, pembunuh, pelaku kekerasan, dan lain-lain semacam itu.

Bentuk kejahatannya saja yang berbeda. Kesamaannya adalah cenderung melanggar hukum atau norma (mereka tak takut pada hukuman atau akibat buruk yang bakal mereka terima).

Kesamaan lainnya, mereka tidak punya empathy, rasa bersalah, menyesal atau malu. Konsep benar & salah dalam kepala mereka berbeda dengan orang normal. Mereka juga pintar dalam pencitraan, seolah mereka orang biasa, yang baik, bahkan suci.

Jika sains seputar personality disorder dijadikan dasar dalam merekrut orang di posisi strategis, saya percaya bisa mengurangi angka korupsi dengan signifikan.

Sementara itu, Kartini Alexander menulis di kolom komentar begini : (Kalau) di Konoha … bagi-bagi hasil jarahan dengan oknum aparat dan oknum birokrat.

Nah!
(Amang Mawardi).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *