Mirza dan Shofi Kerja Sama Mendata Responden
Kempalan : Hari Jumat minggu lalu saya disodori HP istri. Lantas Bu Istri bilang: “Iki lho pak, tulung wocoen (tolong dibaca)”.
Ternyata ada pesan di grup PKK RT kami, entah siapa yang mosting, saya lupa.
Isi postingan yang saya baca dari layar HP Bu Istri, narasinya begini: besok hari Sabtu akan ada petugas dari Dinas Koperasi dan UMKM Pemkot Surabaya untuk mendata di rumah empat orang warga RT, salah satunya akan mendatangi rumah saya.
Saya bilang ke Bu Istri dengan sambil lalu : “Siaapp!” Yang lantas saya tambahkan : “Siapa tahu bisa jadi bahan berita untuk Kempalan.com.”
Istri saya tidak bereaksi atas komentar saya, asyik melanjutkan gojegan dengan cucu terkecil kami.
Benar saja, keesokan hari — Sabtu pagi sekira pukul 09.00, anak saya terkecil ngomong pelan ke saya yang lagi leyeh-leyeh di sofa dekat meja makan. “Pak, ada tamu”.
Saya sudah perkirakan siapa tamunya. Saya pikir satu orang lelaki, ternyata dua gadis yang sudah duduk di sofa ruang tamu, setelah dipersilakan wedok bungsu saya itu.
Setelah berbasa-basi sebentar, lantas saya tanya: ” Kok se-RT kami cuma empat rumah yang didatangi?”
Mbak Mirza Umayah alumnus Manajemen Pendidikan UINSA (Universitas Islam Negeri Sunan Ampel) menjawab pelan : “Nggak tahu, Pak. Data ini diperoleh kantor kami dari Pusat (Kementerian Koperasi dan UMKM)”.
Saya merasa heran, wong bukan pelaku usaha kok dijadikan sasaran penelitian dan pendataan.
Setelah Mbak Mirza menjawab pertanyaan saya sebagaimana di atas, saya baru ngeh, paham.
Sekira 10 tahun lalu, saya pernah punya CV yang saya dirikan atas saran teman yang staf Humas salah satu BUMN agar bisa menangani penerbitan tabloid BUMN tersebut.
Untuk itu saya disarankan bikin badan usaha. Dan saya pikir saya akan langsung diberi pekerjaan, ternyata harus melalui tender, dan saya kalah. Orang lama tetap dimenangkan.
Terus setahun kemudian CV tersebut saya tutup. Tentu saja saya kembali ke notaris tempat saya dulu mendirikan badan usaha tersebut.
Mungkin karena CV saya sudah “tutup layar”, tak banyak yang ditanyakan Mbak Mirza. Sementara Mbak Shofi yang duduk di sebelah kiri Mbak Mirza lebih banyak diam.
Mereka berdua tinggal dekat rumah saya. Kira-kira 750 meter. Masih se-kecamatan.
Mbak Mirza sebagai tenaga honorer di Dinas Koperasi dan UMKM Pemkot Surabaya, yang kantornya di Gedung Siola, persis di pertigaan Jl. Tunjungan – Jl. Genteng Kali.
“Kalau saya sudah setahun, Pak” ujar Mirza Umaya, usia 25 tahun. Maksudnya di Dinas tersebut. Sedang Shofi mahasiswi ‘Gizi’ UINSA semester 3, usia 20 tahun, “Saya masih tiga bulan ini…”.
Apakah mereka dapat gaji tetap, ternyata tidak. Honor berdasarkan perolehan “sensus” mereka. Untuk memperoleh 33 responden, mendapat Rp 1 juta; 70 responden dapat Rp 2,5 juta. Sedangkan jika dapat 100 responden, Rp 4 juta masuk dompet mereka.
Tetapi mereka jarang bisa mendapat 100 responden dalam sebulan. Paling sering dapat 70 responden.
Apa pernah “kosong”?
“Nggak pernah, Pak. Sesepi-sepinya ya dapat yang sejuta itu…” kata Mirza Umayah yang anak sulung dari dua bersaudara. Ayah Mirza bekerja di perusahaan perkayuan di Gersik. Sementara Shofi anak bungsu dari tiga bersaudara. Ayahnya telah pensiun sebagai karyawan pabrik minyak goreng Sinar Mas, kawasan SIER, Rungkut.
Melihat wajah-wajah mereka yang ramah dan gigih, saya optimis masa depan mereka akan cerah.
Mereka berharap, kalau Pemerintah membuka lowongan ASN untuk Dinas yang selama ini diabdinya, “ya saya akan ikut daftar, pak” ujarnya yang di-ACC oleh Shofi dengan isyarat gesture.
Untuk mendata resonden, Mirza dapat wilayah pendataan di Jl. Rungkut Menanggal. Sementara Shofi di Jl. Kali Rungkut. Kedua jalan itu nyambung, membujur dari selatan ke utara.
Mereka bekerja-sama, bahu-membahu. Tentu ini cocok jika dilakukan oleh sosok yang ber-gender perempuan. (Amang Mawardi).