Gibran Jangan Dilantik
Oleh: M Rizal Fadilah
BANDUNG-KEMPALAN : Kisah Gibran memang menarik. Sejak maju sebagai Calon Walikota sudah menjadi bahan gunjingan. Anak Presiden menang mutlak lawan musuh “pendamping”. Mendapat dukungan mayoritas dari partai politik. Gibran jumawa atas kemenangan buatan itu. Pengaruh ayah sangat menentukan terhadap kemenangan.
Usaha ayah berlanjut dengan mengubah persyaratan menjadi Cawapres. Usia 40 tahun ditambah dengan pernah atau sedang menjabat Kepala Daerah Bupati/Walikota. MK yang diketuai Pamanda Anwar Usman mengabulkan dan Gibran pun lolos. Putusan kontroversial yang berefek pada pemecatan Anwar Usman dari Ketua MK dan Hasyim Asyari dari Ketua KPU tetap membuat Gibran melenggang.
Seperti ayahnya, ia ingkar janji untuk menuaikan amanah jabatan. Tidak bisa menyelesaikan periode kepemimpinannya. Merasa hebat Inginnya terus naik dan naik dengan tidak mengukur kemampuan diri. Yang penting jadi Wapres meski dengan segala cara. Mungkin bagi Gibran tidak ada kata curang dalam dunia politik.
Tidak ada yang dapat menghalangi tirani dan politik dinasti, pelantikan Wapres sudah di depan mata. Tinggal menghitung hari. Namun takdir menentukan lain, ada peristiwa pembocoran akun lama Fufufafa. Gibran kelabakan untuk membantah bahwa itu bukan akun miliknya, 99,99 % orang tidak percaya bantahannya.
Sebelum klarifikasi super jelas, Fufufafa adalah gambaran bahwa pemilik akunnya menderita sakit mental dan jika itu adalah Wakil Presiden maka artinya negara dalam keadaan bahaya (state of emergency).
Wakil Presiden yang memalukan tidak boleh ada di negara bermoral, negara Pancasila.
Dua pilihan yang keduanya menjadi kompetensi MPR, yaitu Gibran dilantik lalu dengan alasan politik, hukum dan moral kemudian diberhentikan. Untuk ini butuh kerja keras berupa kesepkatan atau kekompakan semua fraksi DPR maupun anggota DPD. Pilihan kedua adalah dengan alasan yang sama tetapi tidak melantik Gibran. Wapres baru kelak dipilih dan ditetapkan oleh MPR.
Langkah moderat MPR adalah dengan menunda pelantikan Gibran sebagai Wapres hingga semua masalah politik, hukum dan moral dirinya selesai dan clear. Meskipun demikian baik langkah moderat maupun tegas sudahlah jelas tanggal 20 Oktober 2024 yang akan datang, Gibran tidak boleh dilantik. Asasnya adalah “prevention better than cure”–mencegah lebih baik daripada mengobati.
Presiden dan seluruh jajaran penyelenggara negara akan berada dalam kesulitan akibat memikul beban berat andai Gibran dipaksakan dilantik dan ditetapkan sebagai Wakil Presiden. Kecacatannya sempurna apakah cacat demokrasi (KPU), cacat konstitusi (MK), cacat hak asasi (HCHR) maupun cacat moral (Fufufafa).
MPR baru dituntut untuk mau mendengar dan melihat aspirasi atau perasaan rakyat. Tidak mengulangi kesalahan masa lalu yang hanya berkutat pada kekuasaan pragmatis. Dahulu suara rakyat dibuang ke dalam keranjang sampah.
Kini aspirasi dan suara rakyat itu adalah Gibran jangan dilantik. MPR harus mewujudkan. (Izzat)
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan