Puisi-Puisi Aming Aminoedhin, Minggu Ini

waktu baca 3 menit
Foto: amingaminoedhin.blogspot.com

OLEH: Aming Aminoedhin

KEMPALAN: Awal tahun 2023 kebetulan harinya Minggu, dan ini awal tahun yang ditunggu. Untuk sekadar istirah melepaskan lelah. Agar esok hari melangkah kerja bisa lebih gagah dan bergairah.

Senin, 2 Januari 2023 barulah kita melangkah dengan semangat baru. Moga-moga tahun baru 2023 ini, ada lompatan kejutan rejeki yang tiada henti. Berlimpah dan berkah! Semoga!

Berikut ini ini kita muatkan puisi-puisi penyair Jawa Timur, yang menulisnya sudah bertahun, dan hingga sekarang masih tekun. Diambil dari beberapa buku kumpulan puisi Malsasa (Malam Sastra Surabaya) edisi lama. Selamat tahun! Salam literasi tiada henti! (*)

Editor: DAD

af. tuasikal
SELEPAS KATA

tiada sajak selepas kata beranjak
meski setiap makna menyimpan jarak
antara kata dan rasa
sudah aku tak mampu tuk berkata
ku akhiri catatan ini selepas kata
selepas rasa

sidoarjo, 01 juni 2009

*

Anas Yusuf
LANSKAP SENJA PENYAIR

senja kelam
orang-orang sudah pulang
di tikungan ini aku sendiri
menjadi penyair lagi
menggubah puisi lama
yang belum sempat selesai

kini aku tahu, entah apa
sesuatu yang membuat diriku berkata
: tak ada yang sia-sia

2007

*

Fahmi Faqih
DI SURABAYA
buat TS

di Surabaya
kita pun berjanji
selepas riuh Kya-kya
kesedihan tak ada lagi
biarkan membumbung
bersama asap dupa
setelah Ampel kita ziarahi

di Surabaya
kita pun menyadari

kelak
salah satu dari kita

:pergi ke balik sunyi

2005

*

Bambang Kempling
ANSAMBEL PUTIH

hadir bersama cahaya
kau simpan wajah kota
dalam gerimis
anak-anak bergaun putih
menebar sunyi
bagai genangan sebaris sukma
(kekasih di balik kelam)
ia catat itu dalam rinai diam
dalam sebuah komposisi
Dadali ataupun Sebastian Bach
:air
sunyi
mengalir
dari nadi ke nadi

Januari, 2007

*

Herry Lamongan
SURABAYA MALAM HARI

keremangan setelah matahari
rebah pelahan menimpa jalan-jalan
lalu adzan lalu lampu-lampu
menyertai Surabaya memerangi gelap langit

dalam plaza dan hotel-hotel
masih kuyupkah dalam ingatan
darah arek-arek yang menyeka kemerdekaan
atau hanya kemarau
berdebu pada tugu dan bayangannya?

orang-orang pulang menuju adzan
meniti pijar demi pijar hening langit
orang-orang pergi menunda sepi
melupakan rumah plaza dan hotel-hotel

menikmati malam Surabaya
aku merasa siang sejauh melangkah
sementara keperkasaan November
tinggal beku pada bentang spanduk
mempersunyi gemuruh Surabaya
yang tumbuh dari curah darah arek-areknya

1989

*

Aming Aminoedhin
SURABAYA AJARI AKU TENTANG BENAR

Surabaya, ajari aku bicara apa adanya
Tanpa harus pandai menjilat apa lagi berlaku bejat
Menebar maksiat dengan topeng-topeng lampu gemerlap
Ajari aku tidak angkuh
Apa lagi memaksa kehendak bersikukuh
Hanya lantaran sebentuk kursi yang kian lama kian rapuh

Surabaya, ajari aku bicara apa adanya
jangan ajari aku gampang lupa gampang berdusta
jangan pula ajari aku dan warga kota, naik meja
seperti orang-orang dewan di Jakarta

Surabaya, ajari aku jadi wakil rakyat
lebih banyak menimang dan menimbang hati nurani
membuat kata putus benar-benar manusiawi
menjalankan program dengan kendaraan nurani hati
Surabaya ajari aku. Ajari aku
Ajari aku jadi wakil rakyat dan pejabat
tanpa harus berebut, apa lagi saling sikut
yang berujung rakyat kian melarat kian kesrakat
menatap hidup kian jumpalitan di ujung abad
tanpa ada ujung. tanpa ada juntrung

Surabaya memang boleh berdandan
bila malam lampu-lampu iklan warna-warni
siang, jalanan tertib kendaraan berpolusi
senja meremang, mentarinya seindah pagi
di antara gedung tua dan Tugu Pahlawan kita

Surabaya ajari aku. Ajari aku bicara apa adanya
sebab suara rakyat adalah suara Tuhan
kau harus kian sadar bahwa berkata harus benar
dan suara rakyat adalah suara kebenaran
tak terbantahkan. Tak terbantahkan!

Surabaya ajari aku tentang benar. Tentang benar

Surabaya, 21 November 2005

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *