Argentina Juara: Belajar Politik Kompetensi dari Piala Dunia 2022
KEMPALAN: MENDEBARKAN sekali final Piala Dunia di Qatar, malam tadi. Argentina unggul 2-0 di babak pertama. Fantastis! Berat bagi Prancis untuk mencetak tiga gol di babak kedua supaya bisa menang.
Melihat kehebatan Argentina di babak pertama, rasanya tak mungkin Prancis bisa membobol gawang lawan di babak kedua. Tapi, begitulah rupanya kalau final kelas dunia. Kedua tim yang bertemu untuk memperebutkan gelar juara, bukanlah tim yang diloloskan ke final lewat intervensi –entah oleh siapa.
Argentina dan Prancis berjumpa di final karena mereka memang hebat. Mereka bukan boneka yang permainannya diatur oleh dalang-dalang seperti yang selama ini mengatur semua lini kehidupan di Indonesia.
Kedua tim naik ke pucak pertarungan di final melalui seleksi pertadingan penyisihan yang berat tetapi fair. Bukan seperti seleksi presiden Indonesia 2014 dan 2019 yang penuh dengan rekayasa. Jauh dari itu. Dan bukan pula seperti seleksi presiden berikutnya yang sedang diintervensi oleh Jokowi.
Piala Dunia jauh dari itu. Dan itulah sebabnya ratusan juta penonton sangat menikmati setiap operan umpan dan tendangan maupun sundulah penghasil gol. Tidak ada satu pun pertandingan yang tercemar kenaturalannya.
Tidak ada tim boneka atau pemain boneka. Tidak ada wasit boneka maupun hakim garis boneka. Dan tidak ada seorang pun presiden atau perdana menteri boneka yang turun langsung ke Qatar untuk mendukung tim negaranya.
Suasana tanpa boneka maupun dalang di final malam tadi, membuat semua kita yang menonton bisa mengambil kesimpulan bahwa skor 2-0 yang sangat kuat bagi Argentina di babak pertama, tidak dijamin akan bertahan sampai pluit penutup. Itulah yang terjadi.