Wajah Giring (Jadi) Lebam-lebam

waktu baca 4 menit
Giring Ganesha saat berorasi di ulang tahun ke-7 PSI.

KEMPALAN: Drop Out (DO) sepertinya sudah menjadi kata serapan, khususnya untuk penyebutan mahasiswa yang gugur hak-hak kemahasiswaannya oleh sebab-sebab tertentu. DO jadi lebih populer ketimbang kata “gugur”, yang sebenarnya maknanya sama.

Setidaknya dalam beberapa hari ini, kata DO memenuhi jagat pemberitaan. Dan itu menyasar Giring Ganesha, Ketua Umum PSI. Giring pernah sebagai mahasiswa Universitas Paramadina, jurusan Hubungan Internasional, dan ia di DO. Bahkan di DO tidak cukup sekali, bahkan sampai 2 kali. Pertama di DO, lalu beberapa tahun kemudian ia mendaftar dan kuliah lagi pada jurusan yang sama, dan lagi-lagi di DO.

DO pada seseorang biasanya tidak terlalu jadi persoalan, meski itu mengena publik figur. Biasanya diberitakan sambil lalu, dan seketika dilupakan. Tapi khusus untuk Giring, meski DO itu terjadi beberapa tahun lalu, tapi justru setidaknya pekan ini dibicarakan dengan intensitas tinggi. Dibicarakan dengan olok-olok, dipelesetkan DO jadi Dikit Otak, Dasar Oon, dan seterusnya.

Mengapa terjadi demikian. Tidak lain sepertinya itu yang memang diinginkan Giring. Bermula saat Giring “membodoh-bodohkan” dan bahkan kata “pecat” diumbar yang ditujukan pada Anies Baswedan. Saat menjadi Mendikbud Anies memang diberhentikan di tengah jalan oleh Presiden Jokowi. Apa karena Anies memang “bodoh” ia “dipecat” — sengaja memakai narasi kasar Giring.

Anies diberhentikan tentu bukan karena kinerjanya yang buruk. Justru Kemendikbud saat Anies memimpin, dianggap tiga kementerian paling terdepan, disamping Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Kementerian Agama. Mengapa Anies diberhentikan, cuma Jokowi– dan orang sekelilingnya yang menghendaki Anies dicopot– dan Tuhan saja yang tahu.

Maka, Giring yang membodoh-bodohkan Anies, meski tidak menyebut nama tapi narasi “bekas menteri pecatan” itu pastilah merujuk pada Anies, dan itu diucap di depan Jokowi, saat perayaan ulang tahun ke-7 PSI. Lagak giring itu urakan, yang jauh dari kesantunan. Jika muncul tanggapan berbagai politisi itu hal wajar

Orasi berapi-apinya itu sekadar mengumbar ketidaksukaan pada Anies. Berbangga bisa membuat Jokowi tertawa, meski mulut dan hidung tertutup masker, tapi gestur tubuh lewat dagunya bergerak naik turun menahan geli. Tidak jelas tertawa karena senang Giring bisa mencaci Anies yang punya elektabilitas tinggi bisa menggantikannya, atau entah sebab apa. Lagak Giring itu seperti buzzer kalap, yang punya tugas khusus memutar balikkan fakta sebenarnya.

Anies Baswedan seperti biasanya bersikap tenang-tenang saja melihat berbagai serangan kalap semacam itu. Kali ini dari mantan mahasiswanya, mahasiswa DO yang pastinya tidak berprestasi. Menjadi absurd Anies yang mantan rektornya disebut bodoh dan ungkapan negatif lain yang tidak berdasar.

Anies sih cuek bebek dengan orasi Giring, yang bak penjual obat salep gatal-gatal di alun-alun kabupaten, yang hadir di akhir ’70-an. Orang menyebut itu semata dendam Giring pada mantan rektornya, atau memang kebijakan partainya sudah bulat hadir “mengganyang” Anies dengan terus memproduk narasi jahat.

Narasi tidak berdasar yang terus-menerus dijejalkan pada publik, berharap siapa tahu ada yang nyantol mempercayainya. Tapi tidak sedikit yang mau muntah dengan jejalan narasi yang dibangun itu. Publik sudah makin pintar, bro… sis. Pola merendah-rendahkan Anies jangan diterus-teruskan, itu tidak efektif.

Makin Mengkilap

Anies tidak marah dengan olok-olok bualan para buzzer, termasuk yang berkumpul di PSI. Setidaknya gaya partai satu ini layak disebut menyerupai kerja buzzer dalam memproduk hal buruk yang tidak semestinya.

Anies tidak marah, tapi tidak dengan mereka yang mengidolakannya. Yang lalu membalas dengan membongkar jejak Giring, mahasiswa 2 kali DO, tapi berbuat nekat membodoh-bodohkan mantan rektornya, Anies Baswedan. Maka respons pada Giring berhamburan seperti pesta olok-olok tanpa henti.

Giring seperti membuka jejak kebodohan diri sendiri. Bermaksud menghajar Anies, tapi justru wajah Giring sendiri jadi lebam-lebam, seperti ditonjok ramai-ramai. Upaya membodoh-bodohkan Anies, justru 2 kali DO Giring tersebar luas. Orasi urakannya mendapatkan balasan menohok menyakitkan.

Menyasar Anies dengan narasi jahat yang tidak sebenarnya, bukannya mendapat apa yang diharapkan. Tapi justru membuka jejak diri sendiri, memberi senjata orang untuk menyebut Giring si Dongok Original.

Anies dihujat tidak meredup, justru makin mengkilap. Itu yang tidak disadari mereka yang ada di balik penggagas munculnya buzzer. Giring dan partainya PSI sepertinya memilih ada di pusaran itu. Bukan gagasan yang dihadirkan, dan sepertinya memang tidak punya gagasan yang bisa dijual, kecuali membidik Anies terus menerus. Hidup seperti tanpa tahu maksud dan tujuannya. Miris. (*)

Editor: Muhammad Tanreha

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *