“Ritual” Mang Oded, Oleh-oleh yang Tercecer

waktu baca 2 menit
Mang Oded (alm)

KEMPALAN: Memaafkan orang yang berbuat salah, sebenarnya mampu meringankan pikiran dan membersihkan hati. Tidak banyak orang mampu memberi maaf, apalagi memaafkan seseorang yang berbuat salah tanpa orang itu tahu, bahwa pintu maaf sudah dibukakan tanpa diminta. Subhanallah.

Mang Oded, Oded M. Danial, sudah lebih dari sepekan meninggalkan jabatannya, tidak saja sebagai Wali Kota Bandung. Tapi juga jabatan sebagai suami dan kepala keluarga. Mang Oded telah dipanggil-Nya. Dipanggil dalam suasana indah menyertai.

Tapi kisah kebaikannya mulai muncul dibicarakan satu persatu. Bahkan “ritual” keseharian yang tidak banyak diketahui banyak orang, mulai bisa didengar sebagai kisah ibrah. Kisah dari kawan-kawannya, yang mengetahui kesehariannya, akan kebiasaan baik yang dilakukannya. Membuat mereka yang masih punya hati terkagum.

Satu “ritual” Mang Oded yang setiap menjelang tidur, sepertinya salah satu yang menarik dikisahkan. Adalah Dr. Indra Kusuma, psikolog, yang menuturkan kebiasaan Mang Oded. Kisah yang ia dengar dari istrinya.

Setiap menjelang berangkat tidur malam, ia biasa duduk di ujung tempat tidur, sembari kepalanya tertunduk beberapa saat. Ia hanya terdiam sambil matanya terkatup. Setelah itu ia berbaring dan tidur pulas. Dan jika ia lupa tidak melakukan “ritual” itu, dan langsung tidur. Pasti tidurnya gelisah dan ia akan terbangun. Lalu “ritual” menundukkan kepala itu ia lakukan, dan setelah itu membuat tidurnya pulas.

Pada awalnya sang istri bertanya, apa yang ia lakukan dengan “ritual” itu. Jawabnya, ia biasakan memaafkan orang-orang yang seharian berbuat salah padanya. Menundukkan kepala, itu “ritual” mengingat orang yang berbuat salah padanya dan memaafkannya. Karenanya, setelah itu ia bisa tertidur nyenyak.

“Ritual” Mang Oded itu pastilah tidak semua orang bisa melakukannya. Butuh waktu untuk sampai ke maqam semacamnya. Ada tahapan-tahapan, yang hanya bisa sampai jika mampu melepas diri dari sifat benar sendiri, dan ego merasa paling dan paling…

Tidak cukup sampai di situ, bahkan tahapan-tahapan itu tidak bisa dengan mudah dilalui agar sampai maqam terpuji. Tidak sesederhana itu. Memberi pemaafan pada orang lain, bahkan orang yang dimaafkan pun tidak tahu, itu bukan perkara mudah.

Laku Mang Oded, itu laku sufistik. Meski tidak perlu ia disebut pelaku sufi yang tercecer, yang mampu jalankan laku kebaikan meski lakunya tidak mudah bisa diikuti dengan instan. Perlu proses penajaman, yang tentu tidak mudah.

Kisah “ritual” Mang Oded menjadi menarik dikisahkan, saat ia sudah tidak lagi berjarak dengan Tuhannya. Sehingga ia tidak harus terjatuh pada perbuatan riya’, dianggap manusia istimewa, meski tidak dikehendakinya… Wallahu a’lam. (*)

Editor: Muhammad Tanreha

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *