Dedolarisasi, Tembakan Maut Taliban Ke Amerika
Anwar Hudijono
Veteran Wartawan, tinggal di Sidoarjo
KEMPALAN: Sejak mengusir Amerika Serikat (AS) dan gengnya dari bumi Afghanistan medio Agustus 2021, Taliban terus melucuti Amerika Serikat. Yang paling gres adalah melarang penggunaan dolar AS untuk kegiatan transaksi di dalam negeri.
Langkah Taliban ini ibarat pedang bermata dua. Mata pertama mengarah ke dalam yaitu benar-benar menghancurkan komprador (antek) Amerika yang paling banyak menyimpan dolar seperti para pejabat korup, buzzer, inteljen domestik.
Mempersulit AS membantu kelompok-kelompok bughat (pembangkang) di Afghanistan yang melawan pemerintah Taliban. Termasuk ISIS-K dan gerombolan Ahmad Syah Masoed.
Taliban tahu persis, pada dasarnya Amerika tidak pernah legawa atas kekalahannya. Pasti menyimpan dendam kesumat yang membara. Akan bekerja sama dengan pihak manapun yang melawan Taliban. Amerika punya prinsip, “musuh dari musuhku adalah kawanku”.
Untuk itu, sangat mungkin ISIS-K yang semula musuh Amerika kini jadi sekutunya. Seperti dulu Taliban adalah sekutu Amerika melawan Uni Soviet di Afghanistan. Setelah Soviet hengkang, ganti Amerika memusuhi Taliban. Amerika selalu memainkan kartu dengan dua sisi yang gambarnya sama.
Contoh lain, Presiden Irak Saddam Husein adalah sekutu kental Amerika untuk memerangi Iran selama 8 tahun. Setelah gagal, ganti Saddam yang dilibas. Sikap Amerika itu habis manis sepah dibuang. Lihat nasib Presiden Filipina Ferdinand Marcos. Nasib penguasa Iran Shah Reza Pahlevi. Begitu pula nasib Osama bin Laden.
Benar kata Pemimpin Tertinggi Iran, Ali Khamenei bahwa Amerika itu tidak pernah mencari sahabat. Hanya mencari jongos untuk melayani kepentingan Amerika. Kesetiaan satu-satunya Amerika itu hanya kepada Israel. Tidak jelas mana yang juragan dan mana yang jongos.
Seluruh dunia
Mata pedang Taliban kedua jelas mengarah ke jantung Amerika. Salah satu kekuatan utama Amerika adalam mata uang dolarnya. Dengan dolarnya, bisa mengendalikan seluruh dunia.
Selama beberapa dekade, dolar AS sangat dominan dalam aktivitas perdagangan internasional. Sekitar 60 persen dari seluruh cadangan mata uang asing dunia dalam bentuk dolar AS. Bau dolar menyengat di seluruh permukaan bumi.
Dolar bukan sekadar alat transaksi. Tapi bagi Amerika dolar juga merupakan alat politik untuk mencekeramkan imperialnya di seluruh dunia. Suttlement dolar dijadikan alat menindas negara lain. Kasus terakhir Venezeula yang terus melawan Amerika. Dolar melakukan tekanan sehingga nilai uang Venezeula terjun bebas. Harga sekotak tissu Rp 1,2 juta.
Kayaknya Indonesia juga pernah mengalami pada masa akhir Presiden Soeharto 1997-1998 dan masa akhir Presiden Soekarno tahun 1965-1966.
Sebenarnya dunia sudah mulai muak dengan dolar. Apalagi setelah Amerika menjadikan suttlement dolar untuk alat politik imperialnya. Dunia semakin mafhum bahwa dolar itu alat penipuan dahsyat. Bagaimana tidak, sebuah negara setor dalam bentuk emas tapi diganti dengan uang kertas dolar AS.
Bagi pakar eskatologi Islam Syekh Imran Hosein, mata uang kertas telah menghancurkan sistem perekonomian dunia. Penuh ketidak-adilan. Begitu seenaknya membuat mata uang kertas negara lain kian hari kian merosot. Mata uang kertas telah menghancurkan mata uang dirham yang merupakan sunah Rasulullah.
Muaknya dunia terhadap dolar sudah direalisasi dengan dedolarisasi alias menghilangkan peran dolar dalam transaksi bilateral negara. Misalnya, dalam transaksi perdagangan antara China dengan Rusia. Tahun 2015 dolar menyumbang 90 persen transaksi kedua negara. Pada tahun 2020 turun menjadi 50 persen saja. China dengan Jepang sudah membahas penggunaan mata uang negara masing-masing. Iran menetapkan pembayaran minyaknya kepada India dengan emas.
Negara-negara yang tergabung dalam kelompok BRICs yaitu Brasil, Rusia, China, India, Afrika Selatan kini juga mempromosikan penggunaan mata uang nasional mereka sendiri dalam transaksi perdagangan satu sama lain.
Demikian pula beberapa…
